Kanaya, gadis berumur enam belas tahun itu, kini sedang sibuk dengan ponselnya.
"Gimana, Nay?" tanya Rendra ketua Osis
Kanaya masih fokus pada layar ponselnya.
"Kanaya Syaquwilla?" panggil Alea dengan nada tinggi, membuat si pemilik nama itu terpelonjak kaget. "Apa?" tanya Kanaya, dengan wajah polosnya.
"Jadi gimana. Menurut lo?" tanya Rendra geregat.
"Apanya, yang gimana?" tanya Kanaya mengernyit bingung, karena dari rapat di mulai. ia tak sama sekali menyimak.
"Kanaya-Kanaya! Lo ini, gak pantas punya jabatan tinggi sebagai wakil ketua Osis!" tampik Niken, dengan sungut yang meremehkan.
"Heh-heh, maksud lo apa?" Kanaya murka.
"Udah-udah. Kita mau ngadain Ultah sekolah!" jelas Rendra datar.
"Oo, bagus!" angguk Kanaya
"Bagus apanya? Kita belum bahas apa yang akan ditampilkan!" sahut Liska ketus.
"Oke, kita pikirin bareng-bareng!" sahut Kanaya berpikir sejenak. "Konser aja!" lanjut Kanaya.
"Nay. Lo sakit?" heran Maura, menyimpan tangannya di kening Kanaya.
"Nggak" geleng Kanaya, mengerutkan keningnya.
"Bisa jadi, kan ultah itu seneng-seneng!" seru Alea heboh.
"Nah, yang akan mengisi konser-konser malem nanti. Anak Band TRIHASTA dan juga anak murid yang pinter DJ!" cetus Amoura ceria.
"Bener-bener, apa gunanya anak Band coba? Kalo mereka gak mau tampil?" ucap Niken sombong.
Rendra mengangguk antusias. "Bagus juga, ide kalian."
"Yaiyalah!" sahut Alea.
"Eh-eh satu lagi. Dan yang mau nyanyi di atas panggung juga boleh!" tambah Alea.
***
Kanaya kini sedang fokus pada layar ponselnya, sembari berjalan menyusuri koridor. Ia tak memperhatikan jalanan yang banyak orang berlalu lalang.
Beberapa hari ini, ia sering sekali memainkan ponselnya di mana saja dan kapan saja.
Brukk...
Kanaya tersungkur dengan lutut menghantam kerasnya lantai koridor, ditambah malu yang kini ia terima. Kini ia menjadi pusat perhatian, setelah Amour menyimpan kakinya di jalan Kanaya.
Lengan Amour terulur, namun Kanaya belum berani mengangkat pandangannya karena malu, ponselnya terpelanting entah kemana, dan wajahnya kini tertutup oleh rambut legamnya.
Kanaya terisak lututnya terasa nyeri, entah apa yang ia selandung tadi, hingga membuatnya terjatuh.
Kanaya masih terduduk, dan Amour belum juga menarik uluran tangan itu. Hingga Amour bisa melihat jelas jika Kanaya menangis dalam diam, terlihat dari pundaknya yang bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOUR (Sedang Direvisi)
Teen FictionSEDANG DI REVISI!! Tambahkan ke perpustakaan dan reading list anda. Jangan lupa baca, voment dan share... Salam Fictionwriter.