🍁~ Ternyata

163 17 0
                                    

Kanaya mengangguk, tubuhnya gemetar, lengannya terasa dingin.

Mereka melangkah menyusuri trotoar jalan raya. "Kak? Kayaknya malam ini mau turun hujan, deh." ucap Ranya, kepalanya mendongak ke atas, langit. Dan sedari pula suara petir bergemuruh.

"Kak? Kakak masih kuat jalankan? Kak Aku takut" suara bertanya itu terdengar gemetar, Ranya baru pulih dari traumanya, ia takut jika ada kejadian- kejadian buruk, menimpa dirinya.

Kanaya menoleh, sungguh ia sangat takut, sama seperti Ranya.

Trassshh....

Seketika air hujan itu turun tanpa memberi aba-aba, keduanya segera berlari mencari tempat untuk sekedar berteduh.

Mereka menemukan halte, dengan keadaan sangat sepi, mungkin semua orang yang sering lalu-lalang di sini sedang berteduh di lain tempat.

Kanaya memeluk tubuhnya sendiri, meliarkan pandangannya ke sekitar, sepertinya pria itu sudah tidak mengikutinya lagi.

Dari kejauhan, seorang pria sedang memperhatikan mereka dari dalam mobilnya, cengiran jahatnya terus terukir, ia yakin sekali jika gadis itu mati di tangannya.

"Kak? Maaf ya, seharusnya Aku gak aja Kakak." ucap Ranya merasa bersalah, Kanaya menoleh, lalu duduk persis di samping Ranya. "Ini gak sepenuhnya salah kamu, kok" jawab Kanaya

"Kak, Aku gak jamin kalo kita aman di sini, mending kita ke kafe aja" kata Ranya.

Kanaya hanya mengangguk.

"Kakak tunggu di sini, Aku ke kafe sana, sambil cari payung" ucap Ranya, beranjak dari tempat itu.

Kanaya menatap kepergian Ranya, yang menyebrang jalan."Ranya hati-hati" teriak Kanaya.

Bruk...

Ranya terjatuh, bokongnya menghantam kuat jalan aspal itu. "Ranya" batin Kanaya panik, dirinya segera berlari menghampiri Ranya yang masih terduduk, menerobos tirai hujan itu.

"Ranya, hati-hati" Kanaya segera membatu Ranya berdiri.

Kanaya menoleh ke kanan, terlihat mobil sedan hitam melaju kencang ke arahnya.

Lengan Kanaya mendorong kuat tubuh Ranya, ke tepi jalan.

Mobil itu sangat berniat untuk mencelakai gadis manis itu, lalu menabrak Kanaya yang tidak sempat menghindar, kejadiannya hanya dalam sekejap, tubuh Kanaya terpelanting jauh dari tempat ia berdiri,  tempurungnya menghantam kuat pembatas jalan. Kanaya tidak sadarkan diri.

"Kak, Naya?" Ranya meronta, jantungnya berdebar kencang, seketika kejadian itu terjadi sekejap mata berkedip.

Linang air mata Ranya berhamburan, darah segar itu mengalir menyebar jalanan bersama aliran air hujan, sementara mobil yang telah menyebabkan semua ini, langsung melarikan diri, tak bertanggung jawab.

Lelaki yang kini sudah membelakangi Kanaya, yang terbaring bersimpuh darah, hanya menyunggingkan senyum lebar, rencananya berhasil. Ia bersorak gembira di dalam mobil, kemudian melaju dengan kecepatan kencang, ketika banyak orang berhamburan menolong Kanaya.

***

Di sini Amour berada, balkon kamarnya.
Berdesir rasa khawatir, pada Ranya juga Kanaya. Ditambah lagi hujan malam ini turun sangat lebat.

AMOUR (Sedang Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang