Empat hari sudah mereka melaksanakan camping, dan berbagai kejadian Kanaya hadapi.
Kini ia sedang menunggu sembari termenung, entah apa yang sedang membuatnya menjadi layu seperti ini.
"Kenapa?"
Kanaya menoleh, ia mendapatkan Amour sedang berdiri di sampingnya, tumben. Selama dua hari ini dia malah cuek pada Kanaya perihal Kanaya menanyakan foto itu.
Kanaya memalingkan wajahnya, ia malas menatap wajah Amour yang membuat jantungnya akan berdebar.
Amour menyodorkan sapu tangan milik Kanaya, namun Kanaya hanya menatapnya.
"Makasih" ucap Amour dingin, Kanaya masih diam matanya masih tertuju pada sapu tangan itu.
Amour geram, ia mendudukan bokongnya di samping Kanaya. "Kenapa? Sakit?" tanya Amour lagi
Kanaya menggeleng, ia hanya menghela nafas panjang untuk menetralkan pacu jantungnya.
"Gue pergi" pamit Amour melenggang pergi, Kanaya memandang punggung Amour yang mulai menghilang."Amour?" panggil Kanaya.
Amour berhenti lalu membalikkan tubuhnya, dan Kanaya segera berlari dan berhambur memeluk tubuh Amour.
Kanaya berlinang, ia mengeratkan pelukkan itu. "Lo gak marahkan?" tanya Kanaya
Amour masih diam
"Mor? Lo gak marahkan sama gue?" tanya Kanaya lagi
Amour diam tak bersuara, namun lengannya membalas pelukkan Kanaya dengan erat.
"Gue gak bisa marah sama lo" jawab Amour mencium rambut legam Kanaya
Manik Amour menatap Amoura yang baru saja datang, ia selalu mengganggu waktunya di saat ia sedang bersama Kanaya.
Tangan Amour memberikan isyarat pada Amoura agar pergi, namun Amoura hanya mengerutkan dahinya bingung. "Apa?" tanya Amoura membuat Kanaya menoleh lalu melepaskan pelukkan itu dengan cepat.
"Amoura? Sejak kapan di sini?" tanya Kanaya
"Gak perlu di bahas" ucap Amoura dingin. "Bu Aisy cari lo" ucap Amoura
"Mor, gue duluan ya" pamit Kanaya, Amour sedikit mengangguk lalu menyungging sedikit senyumnya.
***
Kanaya berdecak kesal lagi-lagi sang Abang meninggalkannya di rumah sendirian, suara gemuruh di langit sedari tadi terus menggelegar membuat Kanaya sedikit merinding. Jam telah menunjukkan pukul 11.40 malam.
Kanaya bosan sedari tadi ia hanya berbaring mengutak-atik layar ponselnya, Kanaya merubah posisinya menjadi duduk dirinya teringat Amour.
Rasanya ia ingin sekali menghubungi Amour, sayangnya ia tidak punya nomor ponsel Amour.
Kanaya mengerang, lalu membanting tubuhnya ke atas kasur, sungguh sangat membosankan sekali.
"Aah kesel!" rengek Kanaya, dirinya kini melangkah menuju pintu kamarnya dan menyembulkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOUR (Sedang Direvisi)
Novela JuvenilSEDANG DI REVISI!! Tambahkan ke perpustakaan dan reading list anda. Jangan lupa baca, voment dan share... Salam Fictionwriter.