🍁~ Kritis

161 18 0
                                    

Kanaya, gadis itu kini masih terbaring lemah tak sadarkan diri di bangkar rumah sakit, untung saja malam tadi operasinya lancar.

Ia mengalami koma, kemungkinan kecil, ia akan sadar dalam waktu dekat ini, catatan: hanya kemungkinan kecil. hidupnya masih bergantung pada alat medis yang melekat di tubuhnya, matanya masih terpejam damai tak ada tanda-tanda membuka sama sekali, semua orang terdekatnya hanya bisa memanjatkan do'a untuk kesembuhannya.

Amour, ia tidak ikut andil dalam menunggu Kanaya di ruang inapnya, karena Haikal tidak mengizinkan Amour untuk menjenguk ataupun sekedar menanyakan kabar sekalipun.

Haikal tidak akan memberi ampun pada Amour, jika Kanaya pergi untuk selamanya.

Sedang di lain tempat, Amour sedang melamun di balkon kamarnya, keadaannya kini sangat kalang-kabut.

Semalaman ini ia tidak bisa tidur dengan lelap, matanya sulit untuk terpejam, melainkan selalu mengeluarkan cairan bening.

Ia tidak menghiraukan penampilannya, berantakan dan tidak enak di pandang, mata yang merah karena kurang tidur, rambut yang berantakan membuat Lelaki ini tidak memperlihatkan ketampanannya

Keadaan kamarnya pun terlihat seperti kapal pecah, ia mengurung diri semalaman ini, entah sampai kapan ia akan seperti ini tanpa bertindak, hatinya sangat ingin mengetahui keadaan Kanaya, dan sangat ingin berjumpa dengannya walau sedetik saja.

Namun apa boleh buat? Semua ini terjadi begitu cepat, hingga ia harus menerima jika Kanaya adalah orang yang ia inginkan kematiannya, entah mengapa Amour menjadi pendendam seperti ini.

Jikalau ia tahu orang itu adalah Kanaya, semua ini tidak akan terjadi, dan semua akan baik-baik saja.

Takdir berkata lain, tuhan membiarkan Kanaya merasakan dendam, dari seorang Amour.

Andai waktu bisa di ulang, maka Amour akan memilih untuk tidak membalaskan dendamnya, pada Haikal. Kenapa semua kini jauh dari kata baik-baik saja?

Berat, berat untuk mengukir senyum dan ikhlas menerima, ia terlanjur memberi tempat, ruang kecil di hatinya, untuk Kanaya.

Namun kenapa? Kenapa tuhan memberikan kenyataan ini? Kenapa orang itu harus Kanaya? Kenapa tidak orang lain saja? Rencana tuhan tidak terduga! Semua sudah tenggelam dalam kata terlanjur.

Beralih ke Haikal, ia kini sedang terduduk di kursi lipat, di samping tempat tidur Kanaya, lengannya menggengam erat lengan Kanaya, sembari terisak dan mulutnya selalu berkicau, tak menerima atas takdir yang terjadi pada sang Adik.

Dinda mengusap air matanya, tak kuasa melihat putrinya, mengalami koma entah kapan ia akan membuka matanya.

Andai ini tidak terjadi, andai ia tidak meninggalkan putrinya, andai malam itu ia tidak menghadiri undangan, andai andai dan andai saja tidak seperti ini, mungkin tidak akan seberat ini.

"Gue gak pantas jadi Abang lo!" ujar Haikal di tengah isaknya, perkataan itu seakan memberikan tamparan keras untuk Dinda.

"Cal? Ical gak salah kok" suara Dinda terdengar parau

Haikal menoleh, melihat wajah sang Mama, sudah basah oleh cairan bening yang mengalir deras dari matanya.

Dinda mengerjap beberapa kali, berusaha menahan agar air mata itu untuk tidak keluar. "Hm, kamu istirahat sana, Mama gak mau Kamu sakit" pintah Dinda tersenyum paksa

AMOUR (Sedang Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang