1. And our story begins

1.4K 204 19
                                    

Pagi hari, Jovita bangun tepat waktu sesuai dengan alarm yang ia pasang. Tanpa membuang waktu, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Dua puluh menit ia habiskan di dalam kamar mandi, setelah itu ia keluar dari kamarnya untuk sarapan.

Rumahnya sedang hectic untuk mempersiapkan acara pertunangannya, banyak staff mondar-mandir untuk memastikan tidak ada kekurangan dalam acaran pertunangan nanti.

"Kamu kok masih pakai baju tidur gitu sih?" Doni, ayah Jovita, kaget melihat anaknya masih dalam keadaan lusuh.

"Aku udah mandi kok pa, ini mau sarapan terus baru mulai didandanin jam tujuh." Jelas Jovita yang sudah pasti hanya dijawab anggukan oleh papanya.

"Nggak kerasa ya, non Jovi udah mau nikah aja, kayaknya baru kemarin bibi liat non masuk SD." Ujar Oni sambil meletakkan sarapan di atas meja. Oni merupakan asisten rumah tangga keluarga Doni sedari Jovita masih berumur lima tahun.

"Baru tunangan kok bi, nikahnya masih lama." Balas Jovita dengan senyum seadanya.

Pertunangan Jovita ini memang rancangan antara kedua orang tuanya dengan kedua orang tua pihak pria. Ya, nama lainnya dijodohkan oleh kedua orang tua mereka masing-masing. Mainstream memang, tapi itulah yang banyak dihadapi oleh kebanyakan keluarga yang takut hartanya berkurang.

Tidak ada paksaan dalam pertunangan ini, baik Jovita dan pria yang akan menjadi tunangannnya sama-sama menyetujui perjodohan ini.

Jovita bukan pasrah, hanya saja ia sudah sulit menaruh kepercayaan kepada pria. Dulu, ia pernah berpacaran dengan teman kuliahnya.

Pria tersebut baik, ramah, pintar, segala kriteria pria idaman Jovita ada dalam diri pria tersebut. Satu kekurangannya, bukan kekurangan menurut Jovita, melainkan kekurangan menurut keluarganya, apalagi kalau bukan status ekonominya.

Jovita tidak pernah mempermasalahkan itu, ia rela berjuang sampai kedua orang tuanya mau merestui hubungan mereka. Pria tersebut juga awalnya memiliki tekad yang sama.

Hingga pada akhirnya Jovita menyadari bahwa tekad mereka tidak sama. Tekad Jovita adalah meyakinkan kedua orang tuanya bahwa pria yang dicintainya itu adalah pria yang tepat untuk mendampingi Jovita seumur hidupnya. Jovita pikir tekad pria tersebut juga sama seperti dirinya.

Pada kenyataannya, ucapan Doni benar, ucapan bahwa pria tersebut hanya mengincar harta Jovita.

Jovita hancur ketika mengetahuinya. Ia begitu mencintai pria tersebut, tapi ternyata pria tersebut malah memanfaatkan perasaannya.

Mulai saat itu, Jovita tidak lagi mau menaruh kepercayaan, kasih sayang kepada seorang pria. Ia tidak mau sakit hati untuk kedua kalinya. Baginya semua pria di luar sama saja, maka dari itu ia tidak peduli lagi dengan pendamping hidupnya kelak. Ketika Doni dan Fany menyodorkan foto seorang pria untuk dijadikan pendamping hidupnya, Jovita mengangguk tanpa penolakan.

Dan sekarang, disinilah Jovita, berdiri di depan kaca, menatap penampilannya yang sudah full make up, rambut bergelombang yang diurai, dan sepasang kebaya berwarna merah muda.

Knock knock.

Jovita menoleh ke arah suara yang berasal dari pintu kamarnya. Tanpa menunggu jawaban dari Jovita, orang yang mengetuk kamarnya sudah membuka pintu dan menongolkan wajahnya.

"Boleh masuk?"

Jovita mengangguk sambil kembali duduk di depan meja rias sambil memakai bedak lagi.

Sebenarnya hal tersebut tidak perlu dilakukan, Jovita hanya ingin menutupi kecanggungannya di depan pria ini.

"Cantik." Ucapnya singkat dengan senyuman yang masih membuat Jovita tidak mengerti, apakah ia tulus atau hanya sekedar berbasa-basi?

When Worst Become BestWhere stories live. Discover now