Jovita naik ke atas dan berjalan menuju ruangan games untuk membangunkan Daniel.
Berantakan.
Banyak barang berserakan dimana-mana. Tapi Jovita tidak mempedulikan hal tersebut, yang ia lihat kini adalah Daniel yang tertidur pulas di atas sofa, masih dengan pakaian kantornya. Rambutnya kusut, kemeja yang sudah tidak dimasukkan ke dalam celana dan beberapa kancing atas yang sudah terbuka dan menampilkan baju dalamnya yang berwarna putih.
Jovita berjongkok tepat di depan Daniel berada. Ia menatap wajah Daniel cukup lama sampai ia perlahan mengusap pipinya yang terasa lembab akibat cairan yang keluar dari matanya, ya Jovita dapat melihat kalau Daniel habis menangis. "I'm sorry..." Kata itu terucap begitu saja dari bibir Jovita disaat ia tahu kalau Daniel tidak akan mendengar permintaan maafnya tersebut.
Jovita kembali berdiri dan menghembuskan napasnya secara perlahan kemudian ia berusaha membangunkan Daniel, "Mas..." Panggil Jovita sambil mengguncang pelan tubuh Daniel.
Tidak butuh waktu lama, Daniel sudah membuka matanya dan mengganti posisinya menjadi posisi duduk. Ia memandang Jovita sambil memijat-mijat pelipisnya, "Oh, udah pulang?" Sepertinya tadi ia memastikan apakah Jovita yang berhadapan dengannya adalah nyata atau hanya halusinasinya saja.
Daniel beranjak dari duduknya dan berniat untuk keluar dari ruangan namun Jovita dengan cepat mencegahnya, "Aku minta maaf soal tadi."
"Eumm." Daniel mengangguk sekali dan melepaskan tangan Jovita yang masih singgah dilengannya tanpa berniat melihat Jovita sedetikpun.
Kini Jovita menghalangi langkah Daniel, ia sudah berdiri di depan Daniel karena ia mau menyelesaikan masalah ini saat ini juga, "Maaf udah buat mas marah, aku janji akan selalu ngabarin kalau aku pulang malam."
Kali ini Daniel menatap Jovita, mengeluarkan senyumnya sambil mengangguk dan mengusap puncak kepala Jovita, "Udah malem, waktunya tidur. Kamu juga capek kan abis lembur..." Daniel pun berjalan keluar ruangan, meninggalkan Jovita sendirian.
***
Pagi ini Jovita bangun seperti biasanya, tidak sepagi kemarin. Karena Daniel menegaskan kalau Jovita tidak perlu membuatkannya sarapan, Jovita pun kembali menyetel alarm seperti biasanya. Lagipula ia juga masih kecapekan setelah lembur kemarin.
Keluar kamar, ia melirik kamar Daniel yang masih tertutup rapat. Kemudian ia mengecek kamar mandi dan tidak ada tanda-tanda Daniel di dalam. Ia pun memutuskan untuk ke bawah, siapa tahu Daniel sedang sarapan.
"Bi, mas Daniel belum bangun?" Tanya Jovita ketika tidak menemukan sosok Daniel juga di ruang makan.
"Tadi kayaknya udah berangkat deh non." Jawab Nah yang masih sibuk berkutat di dapur.
Jovita tertegun mendengar jawaban Nah. "O—ohhh." Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke atas, untuk memastikan apakah Daniel benar sudah berangkat atau masih berada di dalam kamar.
Saat Jovita akan menuju kamar Daniel, matanya tidak sengaja melihat secarik post-it yang menempel di pintu kamarnya. Ia mengambil dan membaca post-it tersebut.
'Jo, aku berangkat duluan ya. Ada urusan mendadak.'
Hanya kalimat itu yang tertulis di dalam post-it. Meskipun sudah tertulis jelas bahwa Daniel berangkat duluan karena ada urusan, tidak bisa dipungkiri kalau hal negatif menghampiri pikirannya, "Beneran ada urusan atau alasan untuk menghindar?" Gumamnya yang kemudian masuk kembali ke dalam kamar.
Ia meletakkan post-it tersebut di dalam lacinya dan bersiap untuk mandi.
.
.
YOU ARE READING
When Worst Become Best
Narrativa generale[COMPLETED] Maybe this is the worst decision that they've made, but they promise that they won't regret their decision