4. Let's Walking Together on This Path

706 178 18
                                    

"Jo, masa penampilan kamu kayak gitu sih?" Fany buru-buru menyeret Jovita kembali ke kamarnya.

"Emang kenapa sih ma? Kan nantinya aku bakal pakai baju rumah terus disana." Jovita mengamati penampilannya dan menurutnya pakainnya masih terbilang sopan dan rapi.

Tanpa menggubris pertanyaan Jovita, Fany membongkar isi lemari Jovita untuk mencari pakaian yang cocok untuk dikenakan anaknya. "Ini, pakai ini aja. Dan ya ampun, masa kamu nggak dandan sih?"

Jovita mengambil midi dress yang disodorkan Fany, ia mengehembuskan napasnya jengah dengan kelakuan mamanya, "Siapa yang nggak dandan sih? Orang aku udah pake bedak sama lipstik gini." Jovita tahu kok cara make-up yang bagus, tapi ia pikir, ia kan mau pergi ke 'rumah' barunya, jadi untuk apa dia berdandan heboh.

"Masa mau ketemu calon suami sama mertua kayak begini sih? Pakailah itu eye-liner, eye shadow, blush on." Fany menyebutkan satu persatu make-up yang perlu Jovita aplikasikan.

Hmm, setelah Jovita pikir-pikir, Fany memang selalu menggunakan make-up bahkan ketika di rumah seperti saat ini. Jadi wajar saja Fany ngotot menyuruh Jovita untuk berdandan.

Seperti biasa, daripada ia lelah ngedumel dengan Fany, lebih baik ia menuruti keinginan Fany. Biar saja, nanti sampai rumah Daniel, Jovita akan langsung menghapus make-up-nya.

...

"Udah nih ya." Jovita memperlihatkan hasil make-up-nya kepada Fany yang masih duduk di atas tempat tidur Jovita.

"Nah gini kan cantik. Yuk ke bawah, kasian mas Daniel udah nungguin."

Jovita memutar kedua bola matanya jengah, siapa yang membuat Daniel menunggu lama?

Supir rumah Jovita diminta untuk mengangkut semua barang Jovita ke dalam mobil Daniel.

Untungnya tadi selama Jovita dandan, ada Doni yang menemani Daniel. Ya walaupun Jovita sanksi kalau Daniel akan suka diajak berbincang dengan papanya karena Jovita yakin, Doni hanya akan membahas soal bisnis, bisnis, dan bisnis.

"Maaf ya jadi nunggu lama." Jovita berbicara sambil memakai safety belt.

"Nggak apa-apa, paling mama kamu ngulur waktu karena anaknya mau pisah darinya." Ucap Daniel dengan tawa diwajahnya.

"Heum." Jovita sih senang saja kalau alasannya memang seperti itu, tapi sayangnya kenyataannya tidak semanis itu.

"Jo." Panggil Daniel yang membuat Jovita menoleh ke arahnya. "Nanti jangan lupa manggil aku pake 'mas' lagi."

"Oh iya ya! Tadi tuh aku sempet keceplosan juga manggil kamu pake nama doang di depan mama, untung cepet inget jadi langsung aku ralat." Cerita Jovita ketika di kamar tadi.

Daniel hanya tertawa mendengar cerita Jovita.

...

Sesampainya di rumah Daniel, mereka langsung masuk ke dalam rumah dan disambut oleh mamanya Daniel.

"Welcome to our house, sayang." Renata memeluk Jovita dan mengajaknya untuk duduk disampingnya.

Jovita tersenyum canggung, "Makasih tante." Ia melihat sekitar dan tidak menemukan papanya Daniel, "Om Irvan kemana tan?"

"Ada meeting di Malang. Ini tante juga nggak bisa lama-lama karena harus ngejar flight ke Batam."

Jovita melirik Daniel dan berkata dalam hati "Gue udah ditinggal berduaan doang sama dia?" Sebenarnya Jovita tau sih kalau pasti kedua orang tua Daniel amat jarang ada di rumah. Tapi ia tidak menyangka, di hari pertamanya tinggal disini, ia langsung dilepas begitu saja.

"Lusa tante udah balik kok! Kamu baik-baik ya sama Daniel. Pengenalan dulu." Ujar Renata sambil mengusap rambut Jovita. "Mas Daniel, kamu antar Jovita ke kamar deh. Mama pergi dulu."

Mereka berdua pun beranjak dari tempat duduk dan naik ke atas setelah berpamitan dengan Renata.

"Nah ini kamar tidur kamu, kita sebelahan. Ada connecting door-nya juga tuh." Daniel menunjukkan pintu penghubung antara kamarnya dengan kamar Jovita.

"Ngapain pake connecting door sih?"

"Ya emang desain awalnya begitu. Tenang aja sih, kan pintunya dikunci, aku nggak bakal asal masuk kok. Ya kecuali kalau kamu mau biarin itu terbuka." Kekeh Daniel yang langsung mendapat cubitan dari Jovita. "Ada yang mau ditanyain lagi? Oh iya kamar mandinya di." Daniel berjalan keluar kamar yang diikuti oleh Jovita, "sini." Ucapnya saat tiba di depan kamar mandi.

"Itu ruangan apa?" Jovita melihat sebuah ruangan di sayap kanannya.

"Oh itu." Daniel kembali berjalan menuju ruangan yang membuat Jovita penasaran. "Tara!" Ia pun memamerkan ruangan yang berisi berbagai game layaknya timezone. "Kalau kamu mau main, silahkan aja main kesini."

"Kamu udah kerja, sibuk kuliah, masih sempet main kayak gini?" Tanya Jovita tercengang.

"Aku udah lama nggak kesini kok." Entah kenapa Jovita bisa merasakan tatapan sendu Daniel, tapi Daniel dengan secepat kilat mengubah ekspresinya menjadi ceria kembali. "Ada lagi yang ingin ditanyakan, nona?" Daniel dengan tiba-tiba membungkuk untuk mensejajarkan matanya dengan mata Jovita.

Tentu saja reaksi Jovita langsung melotot karena kaget dengan jarak mereka yang sedekat ini. Jovita dengan cepat melangkah mundur untuk menjauhkan jarak antara mereka. "Kalau itu apaan?" Jovita sebenarnya tidak terlalu penasaran dengan benda yang ditunjuknya, tapi karena ia grogi jadi dia asal saja menunjuk benda yang dilihatnya.

Daniel hanya tersenyum, lalu ia berjalan ke belakang Jovita dan mendorongnya untuk mengontrol langkah Jovita, "Kita makan aja yuk, laper." Daniel mengajak Jovita turun ke bawah tanpa menjawab pertanyaan Jovita sebelumnya.

Dari reaksi Daniel, Jovita dapat menebak bahwa frame yang ditutup kain hitam yang ditunjuknya tadi pasti ada hubungannya dengan Sania, kekasih Daniel yang sudah tiada. Sebenarnya banyak kemungkinan lain, tapi entah kenapa Jovita seperti bisa membaca dari raut wajah yang Daniel tampilkan tadi.

"Jo, jangan marah ya." Itulah kalimat pertama yang ia ucapkan saat mereka sudah duduk di ruang makan.

Jovita menaikkan satu alisnya.

"Iya jangan marah karena tadi aku nggak jawab pertanyaan kamu." Daniel tersenyum sesaat sebelum melahap makanannya.

Jovita membalas senyum Daniel dan mengangguk untuk menjawab bahwa dirinya tidak marah sama sekali. Bagaimanapun juga mereka tetap memiliki privasi masing-masing.

Mereka makan dalam keheningan hingga akhirnya Daniel membuka suara di akhir suapannya, "Jovita Paradista." Daniel melihat reaksi Jovita yang menghentikan kunyahannya, "Bener kan nama panjang kamu itu? Aku nggak salah kan?" Tanyanya antusias yang dijawab anggukan oleh Jovita. "Yes, inilah gunanya aku nyatet profil kamu!" Ucapnya dengan penuh kebanggaan namun malah membuat Jovita tertawa meledek.

"Nama aku nggak sulit untuk dihapal tau!" Jovita heran, pria yang sukses baik dalam karir dan bidang akademiknya, bangga hanya karena benar menyebut nama panjang Jovita. "Udah? Cuman mau pamer itu doang?" Jovita tidak melihat tanda-tanda Daniel akan melanjutkan kalimatnya karena yang Daniel lakukan sekarang hanyalah tersenyum bangga sambil mengunyah bakwan jagung yang berada tepat dihadapannya.

"Oh iya lupa." Daniel meletakkan bakwan yang masih tersisa separuh ke atas piringnya. Ia berusaha menelan bakwan yang masih terdapat dimulutnya dan tentunya diakhiri dengan meminum air putih. "Jovita Paradista," Ulangnya kembali memanggil nama lengkap Jovita, "Kita jalani ini bersama ya." Ulasan senyum kembali terukir di wajah Daniel, tulus namun masih terasa kejanggalan. Kejanggalan kalau sebenarnya dirinya juga sulit untuk menjalani semua ini.

.

.

.

.

.

Mau tanya, kalian lebih milih update yang lebih panjang per-chapter -nya tapi mungkin lebih lama publish-nya atau sependek ini juga nggak apa-apa? Soalnya terkadang aku merasa terlalu pendek, tapi rasanya pengen cepet update. hahaha

Kalau Chingu Line memang aku buat pendek per-chapter-nya karena ya itu kan cerita iseng. LOL

When Worst Become BestWhere stories live. Discover now