Sudah tiga bulan lebih semenjak Jovita dan Daniel pergi berlibur ke Bali, hubungan mereka berdua menjadi lebih dekat. Tapi belakangan ini, sering terjadi pertengkaran kecil diantara keduanya.
Sekarang, Daniel sudah mulai disibukkan dengan urusan pekerjaan sekaligus tesisnya. Waktunya untuk Jovita semakin berkurang.
Tak jarang Jovita cemberut ketika Daniel beberapa kali menolak ajakannya untuk jalan-jalan atau sekedar dinner bersama. Tapi Jovita berusaha memahami Daniel yang ingin segera merampungkan tesisnya. Toh jika ia bisa lulus dengan cepat, maka pernikahan mereka pun akan segera terlaksana. Ya, Daniel memang pernah mengatakan kalau dirinya ingin menikah ketika ia sudah lulus S2.
Kalau menolak ajakan dari awal, Jovita bisa memakluminya. Namun satu hal yang sering memicu pertengkaran kecil diantara mereka adalah ketika Daniel melupakan janji yang telah dibuatnya kepada Jovita, seperti saat ini.
"Mas, besok jadi temenin aku ke party kantor kan?" Tanya Jovita yang baru saja duduk di meja makan, setelah mengambilkan minuman untuk Daniel yang sedang sibuk melahap makanannya.
Daniel menghentikan aktivitas mulutnya yang sedang mengunyah makanan dan juga aktivitas tangannya yang sedang mengetik. Ya, selain sibuk makan, Daniel juga sibuk mengerjakan tesisnya di meja makan. Tadinya Daniel malas makan, tapi Jovita terus membujuknya untuk makan terlebih dahulu karena siang tadi Daniel juga hanya menyantap setangkap roti. Alhasil, Daniel menuruti perkataan Jovita tetapi juga tetap pada pendiriannya untuk mengerjakan tesis, jadilah ia makan sambil mengerjakan tesisnya.
Daniel mengusap wajahnya secara kasar, "Ya ampun, maaf banget, Jo. Besok tuh aku-" Daniel belum sempat menyelesaikan kalimatnya, namun Jovita sudah beranjak dari duduknya dengan wajah cemberut.
Lagi, Daniel melupakan janji yang sudah dibuatnya. Ia lelah mendengar alasan Daniel, karena pada akhirnya itu hanya akan membuat Jovita mengalah dan memakluminya.
"Jo, aku beneran harus ngerampungin projek kerjaan aku." Daniel meraih tangan Jovita yang akan segera menghilang dari hadapannya.
Jovita menghembuskan napasnya dengan kasar, ia juga melepaskan genggaman Daniel, "Iya, aku ngerti." Jawabnya ketus sambil kembali berjalan menuju kamarnya.
Daniel mengacak rambutnya frustasi, ia sudah muak dengan pekerjaan dan tesisnya yang membuat kepalanya ingin pecah. Dan sekarang, kemarahan Jovita juga menambah beban pikirannya.
Di dalam kamar, Jovita melampiaskan kekesalannya, "Dasar kudanil! Selalu punya 1001 alasan untuk menghindar dari kesalahannya. Dan gue selalu merasa jadi orang jahat kalau nggak mau ngertiin alasan dia! Aarrghh!" Jovita menenggelamkan wajahnya pada bantal tidurnya yang cukup basah akibat air matanya yang mengalir.
Jovita memang kesal, Jovita marah dan juga kecewa pada Daniel karena telah melupakan janji yang telah dibuatnya. Tapi Jovita lebih sedih ketika Daniel tidak berusaha untuk menjelaskan lebih jauh tentang alasannya melupakan janji tersebut. Daniel memilih untuk diam dan menunggu sampai amarah Jovita mereda.
Jovita mendongakkan wajahnya kembali dan memperhatikan pintu kamarnya. Selalu seperti ini, tidak ada tanda-tanda kehadiran Daniel yang berusaha untuk menenangkannya.
***
Jovita yang sedang bersiap menuju kamar mandi, tidak sengaja melihat kamar Daniel terbuka lebar dan mendapati Nah sedang membereskan tempat tidur Daniel. "Pasti mas Daniel udah berangkat ya, bi?"
Nah sedikit gelagapan ketika ditanya seperti itu oleh Jovita, "Eh, i-iya non. Tadi juga nggak pamit sama bibi." Jawabnya masih tidak berkutik ditempatnya.
Tentu saja semalam Nah mendengar pertengkaran antara Jovita dan Daniel. Maka dari itu, sekarang ia takut Jovita akan menumpahkan kekesalannya lagi ketika Daniel meninggalkannya sendirian begitu saja.
YOU ARE READING
When Worst Become Best
General Fiction[COMPLETED] Maybe this is the worst decision that they've made, but they promise that they won't regret their decision