20. Reflection

544 151 14
                                    


Jovita berjalan masih dengan penuh amarah, ia diminta untuk mengerti Daniel ketika Daniel sama sekali tidak pernah memikirkan posisinya.

Awalnya ia ingin minta ijin pada Rahayu untuk menginap dikosannya, karena ia sama sekali tidak mood untuk pulang ke rumah Daniel. Kalau pulang kerumahnya, ia yakin seratus persen kalau mamanya akan menginterogasinya. Jadi, menginap di rumah teman adalah opsi paling tepat menurutnya.

Tapi ia urungkan niat tersebut ketika mengingat kalau Rahayu pernah bercerita mengenai kosannya yang tidak kondusif. Rahayu pernah mengeluh ketika salah satu temannya menumpang nginap dikosannya, "Gue bukannya nggak ikhlas ngasih tumpangan sih, Jo. Tapi kan kosan gue tuh sempit, buat gue sendiri aja udah pas-pasan." Kira-kira begitulah keluhan yang Rahayu sampaikan padanya waktu itu.

Menginap di rumah Gisel ataupun Wanda juga sepertinya bukan pilihan yang tepat. Gisel belakangan juga bercerita kalau ia sedang banyak masalah, ia tidak mau menambah beban Gisel. Sedangkan Wanda, seingat Jovita, besok atau lusa dirinya akan pergi berlibur, akan sangat kejam jika Jovita harus menghancurkan mood liburan Wanda.

"Mana Danielnya?" Ketika Jovita masih asyik melamun, Rahayu menghampirinya dengan membawa piring berisi dimsum dan menyodorkannya kepada Jovita. "Nih makan dulu, tadi gue perhatiin lo nggak jadi ambil makanan." Setelah Jovita memegang piring yang disodorkan Rahayu, Rahayu sibuk menengok kesekitarnya untuk mencari keberadaan Daniel.

"Thanks, Yu." Jovita memperhatikan Rahayu yang masih mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, "Udah pulang orangnya." Jawab Jovita singkat sambil melahap dimsumnya.

"Kok gitu? Belum baikan?" Tanyanya kepo.

"Gue cabut sekarang deh, bosen." Jovita melahap satu buah dimsumnya dan meletakkan sisanya ke atas meja.

Rahayu menarik tangan Jovita yang akan segera meletakkan piring makannya, "Jo, abisin dululah. Nanti maag lo kambuh lagi." Rahayu masih ingat betul penyakit maag Jovita akan kambuh jika dirinya telat makan.

"Nanti gue beli diluar. Duluan ya, Yu." Jovita melepaskan genggaman tangan Rahayu dan meninggalkannya sendiri.

"Ati-ati Jo." Hanya itu kata yang Rahayu bisa sampaikan sebelum Jovita benar-benar menghilang dari hadapannya.

Jovita sudah meminta bagian resepsionis kantornya untuk memanggilkannya taksi. Acara kantornya ini memang masih diadakan di dalam kantor, di lantai tiga yang memang dijadikan sebagai tempat untuk acara-acara seperti ini.

Selagi menunggu taksi diluar lobby, dirinya menengok ke segala penjuru dan kemudian tertawa miris, "It will be a miracle if he still stay here... Waiting for me." Gumamnya pada diri sendiri.

"Bu Jovita, taksinya sudah datang." Suara seorang satpam membangunkan lamunan Jovita.

"Oh iya. Makasih pak." Jovita pun berjalan menuju ke dalam taksi.

"Ke Menteng Raya ya bu?" Supir taksi kembali memastikan tujuan Jovita.

Jovita tertegun sebentar, ia lupa memberitahu resepsionis destinasi yang akan ia tuju. Walaupun sebenarnya ia juga masih tidak tahu akan pergi kemana. Mungkin resepsionisnya memesan taksi dengan tujuan seperti yang biasa Jovita pesan, yaitu rumah Daniel.

Karena Jovita bingung juga kemana ia harus pergi, jadi dirinya menjawab ya pada supir taksi tersebut.

Sepanjang perjalanan, Jovita hanya menatap cincin pertunangannya dengan Daniel, "I thought I was wrong about this worst decision. This engagement still and always be my worst decision." Jovita buru-buru mengelap air matanya yang jatuh tanpa permisi.

When Worst Become BestWhere stories live. Discover now