"Hayo, tadi lo ketemu siapa sampai mutusin sambungan VC kita?" Tanya Gisel ketika Jovita sudah mengangkat sambungan video call. Tentu saja Gisel tidak sendiri, ada Wanda yang sudah ribut disampingnya.
"Temen kuliah gue, Juna." Jawabnya singkat karena dirinya sedang sibuk mengaplikasikan krim malam ke wajahnya.
Ya, sekarang sudah malam, Jovita dan Daniel sudah berada di kamarnya masing-masing setelah tadi berbincang sebentar saat Daniel baru pulang dari kantornya.
"Jir! Itu cowok yang mau lo jodohin sama gue kan?" Tanya Wanda histeris dan langsung mengambil alih ponsel Gisel.
Jovita berdecak, "Koreksi ya, lo yang minta dijodohin. Gue mah nggak minat ngejodoh-jodohin orang."
"Oh, yang langsung ditolak gi-" Gisel tidak bisa meneruskan omongannya karena Wanda sudah berhasil membekap mulut Gisel.
"Udah deh jangan dibahas." Raut wajah Wanda berubah jadi kesal karena mengingat kejadian dulu saat Arjuna menolak mentah-mentah untuk berkenalan dengannya. Katanya ia tidak suka LDR.
"Yang bahas duluan kan situ." Jawab Jovita.
"Lo kalau ngomong keluar jalur terus sih! Udah balik ke topik awal deh!" Jovita dapat melihat Gisel yang baru saja menoyor Wanda dari layar ponselnya.
"Topik awal tuh apa ya?" Tanya Jovita tidak mengerti.
"Lo sendirian?" Wanda pura-pura menelaah isi ruangan Jovita melalui ponselnya.
Jovita mengedarkan isi kamarnya untuk menjawab pertanyaan konyol Wanda.
"Jo, lo beneran sendirian?" Tanya Gisel dengan nada panik.
"Apaan sih? Lo mau nakut-nakutin gue ya?" Jovita berdecak sebal karena ia paling benci dengan candaan seperti ini.
"Coba deh lo arahin lagi kameranya ke bagian kiri lo." Lagi-lagi Gisel dengan wajah paniknya menyuruh Jovita untuk kembali mengedarkan kameranya.
"Gi, sumpah deh, emang tadi lo ngeliat apaan?" Wanda mengalungkan tangannya ke lengan Gisel karena merasa takut.
Melihat sikap Wanda, Jovita makin merasa takut. Kalau saja Wanda juga memberikan reaksi yang sama seperti Gisel, ia bisa yakin seratus persen kalau dirinya sedang dijahili oleh kedua temannya ini. Tapi masalahnya, Wanda juga ikutan ketakutan.
Perlahan, Jovita menuruti perintah Gisel untuk mengarahkan kameranya ke sisi kirinya, "Gi, awas ya kalau lo cuman nakut-nakutin gue doang!"
"Jo, Jo, cepet lo arahin kameranya ke lo lagi!" Gisel membentak Jovita layaknya orang yang ketakutan karena habis melihat sesuatu.
"Gi, lo tadi ngeliat apaan sih?" Wanda perlahan membuka matanya yang sedaritadi terpejam karena tidak berani melihat ke layar ponsel.
Jovita sudah mengarahkan kameranya kembali kearahnya, tapi tangannya mulai gemetaran karena ketakutan.
"Nggak kok, gapapa. Gue aja yang salah liat." Ucap Gisel menenangkan.
Tapi hal tersebut tidak membuat Jovita tenang, karena ekspresi Gisel terasa dipaksakan. Seperti hanya pura-pura untuk menenangkannya saja.
"Ah, lo bercanda ya, Gi!?" Wanda memukul Gisel cukup keras layaknya orang yang kesal karena sudah dikerjai.
"Sori-sori, nggak usah dipikirin ya, Jo." Lagi-lagi, Gisel memberikan senyum tipis yang amat dipaksakan, "Selamat tidur ya, Jo." Gisel dan Wanda melambaikan tangannya ke layar ponsel dan memutus sambungan.
Wanda enak, walaupun ia ketakutan, tapi setidaknya malam ini ia tidur bersama dengan Gisel. Sedangkan Jovita?
Jovita buru-buru naik ke atas kasur dan menarik selimutnya hingga menutupi seluruh badan hingga wajahnya. Sial, ia jadi ketakutan sendirian.
YOU ARE READING
When Worst Become Best
Fiction générale[COMPLETED] Maybe this is the worst decision that they've made, but they promise that they won't regret their decision