14. Pretty You

580 159 13
                                    

"Pa, ma, kita berangkat ya." Jovita dan Daniel pamit kepada Irvan dan Renata.

"Niel..." Renata tidak melepaskan tangan Daniel yang baru saja salim kepadanya. Ia mengusap punggung tangan Daniel dan memberikan senyuman.

Daniel membalas senyuman tersebut dan perlahan melepaskan usapan tangan Renata, "I'm okay, mom."

Kedua mata Renata sudah berkaca-kaca, ia tidak ingin melihat anaknya berlarut dalam kesedihan lagi.

Jovita yang melihatnya, langsung memeluk Renata untuk menenangkannya. Tidak ada pembicaraan, hanya tangannya yang sibuk mengusap punggung Renata.

"Pa, berangkat ya." Ketika melihat Renata sudah cukup tenang, Daniel salim kepada Irvan.

"Kamu nyetirnya hati-hati, baik saat berangkat dan pulang. Ingat, ada Jovita disamping kamu." Ucap Irvan menasehati.

Daniel mengacungkan jempolnya tanda mengerti.

Mereka berdua pun berangkat menuju tempat pemakaman Sania.

Bukan Daniel yang mengajak Jovita untuk mampir ke tempat pemakaman, tapi justru Jovita yang semalam masuk ke kamar Daniel dan bilang kalau dia ingin ziarah ke pemakaman Sania. Jovita tidak ada maksud apa-apa, ia hanya terngiang ucapan Daniel kemarin mengenai tanggal ulang tahun Sania. Dan ia pikir dengan berkunjung ke pemakaman Sania, Daniel akan merasa lebih lega.

"Udah hampir enam bulan aku nggak kesini." Daniel tersenyum samar seiring memandang batu nisan yang bertuliskan 'Sania Calandra'. Daniel berjongkok dan membersihkan makam yang telah dipenuhi daun kering dan tanaman liar.

Jovita ikut berjongkok dan membantu Daniel untuk membersihkan makam tersebut.

"Dulu, aku sering dianggap orang gila karena sering bermalam disini." Lagi-lagi Daniel tersenyum samar ketika mengingat kejadian lalu. "Papa pernah sampai mengurung aku seharian di kamar karena aku lebih sering berada disini dibanding di rumah."

Jovita mendengarkan secara seksama, tak jarang ia mengusap punggung Daniel yang berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh.

"Tujuh tahun... itu bukan waktu yang singkat... Dan dalam sekejap, aku diminta untuk melupakannya, memulai lembaran yang baru." Gagal sudah pertahanan Daniel untuk tidak meneteskan air matanya. Masa-masa bersama Sania kembali terputar dimemorinya.

Daniel buru-buru menyeka air matanya ketika sadar bahwa tidak seharusnya ia menceritakan hal ini kepada Jovita, yang saat ini menyandang gelar sebagai tunangannya, "Jo, maaf, aku nggak bermaksud-"

Tanpa membiarkan Daniel menyelesaikan kalimatnya, Jovita memeluk Daniel, membiarkannya untuk meluapkan apa yang selama ini ia rasakan. Ia tahu ini tidak mudah untuk Daniel, ia tahu bahwa Daniel tidak bermaksud untuk mengucilkan perasaan Jovita.

...

"It's her birthday, we should congratulate her." Jovita melepaskan pelukannya dan kini ia memandangi batu nisan tersebut.

Mereka berdua tentunya tidak lupa untuk berdoa ziarah terlebih dahulu.

.

.

.

.

.

"Mas, makan bakso dulu yuk disitu!" Jovita menunjuk tukang bakso yang berada di seberang jalan.

Selain lapar, Jovita hanya ingin membuat suasana Daniel menjadi normal kembali, tidak berlarut dalam kesedihan. Ia tidak ingin Daniel menyetir dengan keadaan yang masih sedih seperti ini.

When Worst Become BestWhere stories live. Discover now