"Jo, kamu yakin kuat jalan-jalan?" Daniel menatap khawatir pada kaki kiri Jovita yang mulai terlihat memar.
Berbeda dengan Daniel yang memberi tampang gelisah, yang ditanya justru mengeluarkan ekspresi semangat, "Yakin dong! Udah nggak sesakit kemarin kok, mas." Jovita menggerakkan kaki kirinya agar Daniel lebih yakin kalau dirinya baik-baik saja. Jujur saja, sebenarnya Jovita masih merasakan nyeri sedikit dikakinya, tapi ia tidak mau kalau Daniel jadi membatalkan acara jalan-jalannya hanya karena keluhan sepelenya. Jadi Jovita berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan rasa nyerinya.
"Kalau kamu berasa sakitnya, kasih tau ya. Jangan diem aja!" Omel Daniel seperti sedang memarahi anak kecil.
Jovita menjawabnya dengan anggukan dan senyum simpulnya.
.
.
.
"Kemarin kamu kemana aja sama temen kamu?" Daniel yang duduk disamping Jovita akhirnya membuka suara setelah daritadi sibuk melihat layar ponselnya.
Jovita yang sibuk memijat-mijat kaki kirinya agar tidak terlalu nyeri langsung menghentikan aktivitasnya dan mematung, ia tidak berani menatap Daniel karena ekspresinya masih cukup kaget setelah mendengar pertanyaan Daniel.
Jovita tidak berpikir kalau Daniel akan menanyakan kembali tentang kemana dirinya dan Arjuna pergi kemarin.
Masalahnya, Arjuna membawa Jovita ke tempat yang cukup jauh dari tempatnya menginap, yaitu ke daerah utara Bali, Singaraja. Jarak yang ditempuh dari tempatnya ke Singaraja mencapai hampir dua jam. Pasti Daniel akan sangat tidak suka jika mengetahuinya.
Arjuna memutuskan mengajak Jovita kesana karena saat diajak ke tempat yang tidak terlalu jauh, jawaban Jovita selalu, "Kayaknya gue bakal pergi sama Daniel kesitu.". Jadilah Arjuna mengajak ke tempat yang tidak akan Jovita datangi dengan Daniel.
"Jo?" Daniel mengguncang tubuh Jovita yang tidak juga menjawab pertanyaan Daniel.
Jovita akhirnya terbangun dari lamunannya, "Oh? I-iya... Kenapa?" Jovita jadi gelagapan sendiri.
"Kamu pasti nahan sakit ya jadi nggak fokus gitu?" Daniel melihat tangan Jovita yang masih mencengkram kaki kirinya.
Jovita dengan sigap melepas cengkramannya, "Nggak kok! Dibilangin udah nggak sakit juga!" Lagi-lagi Jovita berbohong karena tidak ingin membuat Daniel khawatir.
Daniel sedikit tertawa melihat reaksi Jovita yang membentaknya, Daniel tahu kalau Jovita berbohong, "Terus kenapa bengong aja pas aku tanya?" Selidik Daniel.
"I-itu..." Jovita berpikir sejenak, "Itu kan di Ubud pasti bakal banyak monyet, aku takut kalau tiba-tiba monyetnya deket-deket aku nanti." Ucapnya yang tidak sepenuhnya berbohong.
"Hahaha, asal kamu nggak bawa benda yang menarik perhatian mereka sih kayaknya aman deh." Ucap Daniel dengan tawa renyahnya.
Fokus Daniel kemudian beralih pada jalanan depan karena sebentar lagi mereka akan sampai di tempat tujuan.
Jovita bersyukur karena Daniel tidak lagi mengungkit masalah kemarin.
"Pak, nanti saya telepon kalau udah selesai ya." Daniel dan Jovita turun di dekat pintu masuk Ubud Monkey Forest, membiarkan supirnya, Tewo, mencari parkiran sendirian.
Setelah membeli tiket masuk, Jovita dan Daniel masuk menjelajahi monkey forest tersebut. Jovita memegang lengan jaket Daniel untuk menghilangkan rasa takutnya. Namanya juga hutan monyet, sudah pasti isinya banyak monyetnya dan Jovita benci akan fakta itu. Tapi Daniel sangat ingin ke tempat ini makanya Jovita memilih untuk menyingkirkan rasa tidak sukanya pada binatang.
YOU ARE READING
When Worst Become Best
Ficção Geral[COMPLETED] Maybe this is the worst decision that they've made, but they promise that they won't regret their decision