PERINGATAN! Part ini menyebabkan kantuk dan bosan berkelanjutan. Kalau tidak kuat, silakan klik tombol panah di pojok atas sebelah kiri.
=========oOo=========
TEPAT tiga pekan Jiyong berusaha menemukan eksistensi Taeyeon. Berbagai cara ia kerahkan demi menemukan sosok Taeyeon. Sooyoung, Tiffany, rekan kerja, bahkan panti asuhan tempat dimana Taeyeon tinggal dulu pun nihil. Ia tak kunjung jua menemukan tambatan hatinya itu.
Kali saja dengan Jiyong menanyakan presensi Taeyeon pada istrinya, mendadak ia mendapat pencerahan. Karena Jiyong sempat mencurigai. Barangkali saja istrinya itu tahu. Tapi agaknya kenyataan masih berpihak pada Kiko, wanita itu memang tak tahu kemana Taeyeon pergi. Dia hanya mendapati Yeonji yang sedang telah ditinggalkan sendirian di depan rumah. Terisak dan mengginggil di bawah payung transparan.
Bodoh.
Andai saja malam itu Jiyong pulang lebih awal, pasti Jiyong tidak akan merasa bersalah sebesar ini hanya karena Taeyeon telah menganggapnya merebut hak asuh Yeonji.
Menyesal.
Itulah yang Jiyong rasakan saat ini.
Lantas, apakah Taeyeon teramat lelah hingga menyerah begitu saja? Bahkan, sebelum persidangan sialan itu dimulai dia sudah menyerahkan Yeonji begitu saja. Taeyeon yang bersikap seperti ini layaknya bukan seorang Taeyeon yang Jiyong kenal.
"Ahjussi... dimana lagi kita akan mencari eomma?"
Gadis kecil itu bertanya saat Jiyong memasangkan seat belt pada tubuh putri kecilnya. Ini adalah kebiasaan yang Jiyong lakukan setelah tiga minggu. Dan selama itu pula, dia menggantikan posisi Taeyeon yang mengantar dan menjemput Yeonji sekolah; memastikan bahwa putrinya benar-benar terlelap saat malam tiba; dan terlebih lagi, Jiyong paling menyukai saat Yeonji merengek meminta Jiyong untuk tidur bersama.
Jadi, seperti ini menjadi seorang ayah yang sesungguhnya.
"Hmm... dimana lagi, ya? Apa eomma pernah mengatakan, ya, seperti ingin mengunjungi suatu tempat?"
Jiyong mengelus rambut Yeonji penuh kasih sayang. Diam-diam Jiyong sangat menyukai kontak mata dengan Yeonji. Mengingat tatapan manik itu begitu mirip dengan manik Taeyeon. Setidaknya, tidak melewati hal sekecil apapun yang melekat pada gadis ini, itu seakan mengobati rasa rindu pada pemilik sesungguhnya. Walaupun tidak terobati sepenuhnya. Oh, betapa rindunya Jiyong padanya.
Yeonji menggeleng.
"Geundae, Ahjussi.." Yeonji sengaja menahan kalimatnya saat Jiyong berhasil melajukan mobilnya. Meskipun Yeonji telah mengetahui kenyataan bahwa pria di sampingnya adalah sosok ayah kandungnya, entah mau sampai kapan Yeonji terus memanggilnya dengan sebutan Ahjussi. Sampai sejauh ini, memanggilnya dengan sebutan ayah masih bisa dihitung dengan jari. Saat dia merajuk padanya karena begitu merindukan eommany. Jiyong memaklumi itu. Jiyong akan menunggu Yeonji sampai siap sepenuhnya memanggilnya dengan sebutan Ayah. "Apa kita langsung pulang?" Lanjut Yeonji. Raut wajahnya mengisyaratkan ketidaksukaan saat dia pulang ke rumah. Ada sesuatu yang membuatnya tak menyukai rumah itu. Bila diberi pilihan, Yeonji ingin sekali ikut Jiyong ke kantornya setelah pulang sekolah. Menghabiskan waktu dua puluh empat jam bersama sang ayah.
"Yeonji ingin pergi ke suatu tempat?" Sesekali Jiyong melirik gadisnya saat fokus menyetir.
Dalam hati Yeonji berkata, dia ingin pulang. Pulang ke rumahnya yang dulu, bukan rumah yang sekarang. Tapi, Yeonji sadar. Sudah tidak ada hak lagi baginya pulang ke rumah dulu, mengingat saat mereka pulang ke rumah yang dulu justru sang pemilik rumah yang sesungguhnya berkata, Taeyeon sudah mengembalikan kunci rumah padanya. Itu artinya, Taeyeon tidak lagi menyewa rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
the daughter | gtae.
Fanfiction(Cerita sudah tamat) Dari lubuk hati yang paling dalam, pria tersebut masih menginginkan kehadirannya.