23

1.2K 242 19
                                    

"Jiyong, segera akhiri permainan konyolmu. Yeonji mungkin sedang berada dalam masalah sekarang."

Jiyong menyahut pelan sebelum akhirnya memutuskan sambungan telepon di telinganya, "Aku mengerti. Terima kasih."

Setelah beberapa detik memutuskan sambungan telepon yang berasal dari orangnya—seseorang yang bekerja untuknya—Jiyong tampak mengeluarkan napas dengan berat, kepalanya tertunduk dalam-dalam. Dan, tentu mendapati pria yang sedikit mencondongkan tubuhnya di depan Taeyeon sembari memasang wajah bermuram durja membuat Taeyeon bertanya-tanya.

"Ada apa."

Jiyong mendongak, menatap Taeyeon sembari menyunggingkan sudut bibirnya. Namun, alih-alih menyahut, ia justru meraih outer berwarna hitam yang sempat ia taruh di punggung kursi, lantas memakaikannya pada Taeyeon—menutupi kemeja bagian depan Taeyeon yang sempat ia rusak beberapa menit lalu. Sedangkan Taeyeon yang mengamati tingkah laku Jiyong terheran-heran, mengapa lelaki ini mendadak bersikap hangat seperti ini? Padahal beberapa menit yang lalu sikapnya amat mengerikan. Membuat Kim Taeyeon mengutuknya setengah mati. Demi apapun Taeyeon akan membenci Jiyong seumur hidup kalau Jiyong sungguhan ingin menuntuskan hasrat yang ia pendam yang baru saja ia lontarkan.

"Kita harus bergerak cepat sebelum Kiko menyakiti Yeonji lebih serius lagi."

Kening Taeyeon berkerut. Tangannya menahan lengan Jiyong dengan gerakan tiba-tiba saat ia akan melangkah pergi. "Apa maksudmu?"

Jiyong menahan napasnya sekali lagi sebelum menjelaskan, "Perlakuanku tadi hanyalah skenario untuk menyulut amarah Kiko. Semuannya sudah kurencanakan dengan apik. Maaf untuk yang kesekian kali, Taeng."

"Lantas, kau membiarkan Kiko menyakiti Yeonji, begitu?" Taeyeon mencoba mengatur emosinya agar tidak meledak dengan mudah.

"Aku sungguh minta maaf, Taeng. Aku tahu jawabanmu akan seperti ini makanya aku tidak memohon persetujuan darimu terlebih dahalu. Tapi percayalah, semakin lama kita hanya berdiam diri maka semakin lama pula kita membiarkan Yeonji tersiksa. Ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan bukti kalau luka di tubuh Yeonji berasal dari Kiko. Dan ini," Jiyong memperlihatkan ponselnya. "Apa yang kita lakukan telah terekam semuanya di sini. Jadi, kau jangan khawatir kalau Kiko menyalahkanmu dan menuduhmu yang tidak-tidak. Sebab, aku sudah membuatnya seolah-olah akulah yang memaksamu untuk melakukan ini."

Taeyeon benar-benar memperhatikan setiap kalimat yang Jiyong lontarkan. Taeyeon tidak mau salah mengartikan penjelasan Jiyong. Dan, oh, sekarang Taeyeon percaya pada pria ini, kalau dia benar-benar membuktikan janjinya—untuk membawa Yeonji kembali padanya.

"Taeyeon, kita tidak punya banyak waktu untuk mencegah Kiko."

Taeyeon mendadak sadar dari lamunannya—mengagumi ketulusan dan usaha Jiyong yang mau berpihak padanya. Akan tetapi, itu bukan hal yang penting untuk saat ini. Mereka harus cepat bergerak menyelamatkan Yeonji.

"Oh, tentu. Aku harus menjemput Yeonji malam ini."



Mungkin, Taeyeon sanggup bertahan hidup dengan cara merelakan orang lain mengambil alih tugasnya—merawat Yeonji dengan penuh kasih sayang. Tapi, ini begitu menyakitkan dan dia tidak akan sanggup walau hanya mendengar ketika seseorang dengan gamblangnya menghardik bahkan melayangkan tangan ke tubuh Yeonji.

Hatinya bak diiris hingga berkeping-keping. Sesak hingga sulit bernapas. Bahkan, Taeyeon yang merasa di ambang kematian saat itu—saat mengeluarkan Yeonji dari rahimnya— hingga menjaganya begitu tulus tidak pernah sekalipun menjewer telinga Yeonji hanya karena gadis kecil itu membantah.

the daughter | gtae.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang