Frode : C

9.3K 1.7K 512
                                    

[O3]
.
.
.
.
.
.
.
[[Dua Orang Berbeda]]
.
.
.
.
.
.
.

Sepertinya Jihoon sudah terlatih untuk menunggu, dan anehnya ia menunggu dalam perasaan senang tidak karuan saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepertinya Jihoon sudah terlatih untuk menunggu, dan anehnya ia menunggu dalam perasaan senang tidak karuan saat ini. Bukan dengan perasaan was-was, penuh curiga, dan berakhir kecewa seperti biasanya.

Ia melirik ke kaca di lemari, sudah lima kali ia melakukan hal yang sama untuk melihat apakah wajahnya benar-benar bagus saat ini dan syukurlah matanya sudah mengempes meski masih belum ke bentuk semula.

Ah, lagi-lagi Jihoon tersenyum malu-malu. Ia merogoh tas ranselnya dan membaca lagi pesan yang Guanlin tinggalkan untuknya. "Cih. Manis darimana," ujar Jihoon, mencebikkan bibir namun detik selanjutnya ia merasa pipinya panas lagi. Manis. Manis. Manis. Manis. Kata itu terus berulang-ulang di dalam pikirannya.

Gila, Jihoon benar-benar seperti orang yang haus akan pujian. Sekali saja Guanlin memujinya seperti ini mampu membuatnya senang bukan kepalang. Well, Daniel sendiri hampir tidak pernah memujinya kecuali Jihoon sedang merajuk.

Jihoon akui Hyungseob memang tidak pernah salah memilih love at the first sight nya. Jihoon meminta maaf dalam hati, mungkin ini akan terakhir kalinya ia bertemu orang seperti Guanlin yang ikhlas memujinya disaat Jihoon krisis percaya diri.

Jihoon bangkit, melihat kasur Guanlin yang berantakan. Selimutnya pun sudah tidak berbentuk karena terus Jihoon tendang-tendang sejak tadi.

"Ih, ngapain sih gue kaya orang bego. Dibilang manis doang juga!" omel Jihoon berusaha menyadarkan diri, ia merapikan rambutnya, lalu ke arah jendela kamar yang langsung menampilkan suasana malam. Gedung-gedung menjulang tinggi, kendaraan dari jalan raya sana berkelap-kelip. Jihoon menghela napas, "Niel niel, andai aja yang bikin gue seseneng ini itu, elo."

Baru saja Jihoon merasa senang, ia kembali merasa sedih. Menyadari bahwa lelaki lain justru membuatnya sesenang ini. Bukan, Jihoon bukan jatuh cinta pada Guanlin. Ia hanya merindukan rasa senang dari seorang lelaki yang akhir-akhir ini tidak ia dapatkan.

Ia menempelkan pipinya di jendela, lalu mengetuk-ngetuk jendela itu berusaha membunuh kesunyian malam. Ia ingat dulu hari-harinya tidak pernah sesunyi ini, karena Jihoon memiliki Daniel yang amat sangat menyayanginya.

Mereka masih suka saling berciuman.

Mereka masih suka saling berpelukan.

Tetapi, ada yang kosong dari semuanya. Jihoon merasa... hambar.

Ketika pandangan mata mereka bertemu, saling mengungkapkan cinta, Jihoon tidak lagi melihat sebuah ketulusan disana. Bohong, jika Jihoon bilang ia mampu hidup tanpa Daniel. Karena faktanya, ia berada di dalam sini, bersama Guanlin, di dalam pelukan barista itu, hanya wajah Daniel, kenangan bersama Daniel, yang terus berputar-putar.

Frode [[Panwink / Guanhoon]] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang