EXTRA [JIN-SEOB]

8.5K 1.1K 577
                                    

Banyak komen yang ga muncul masaㅠㅠ tetep komen ya?! Aku bacain satu-satuㅜㅜ

“Kenapa sih Jihoon? Daritadi mukanya sepet banget kaya jambu air belom mateng.”

Woojin langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika Jihoon memberikan tatapan membunuh dari ambang pintu dengan tangan bersedekap di dada. Jiayi hanya bisa terkikik geli, membiarkan Guanlin yang kini sedang memasangkan coat berwarna cokelat ke tubuhnya.

Jelas sekali raut lelah tercetak di wajah adik iparnya itu. Guanlin baru saja pulang dan harus menjemput Jihoon di rumah keluarga Park, ditambah sambutan tanpa senyum dari sang istri, membuat terkadang Woojin bersyukur belum menikah jika nantinya ia harus merasakan lelahnya pulang kerja dan dapat omelan dari istri seperti yang Guanlin rasakan sekarang.

Guanlin hanya mengendikkan bahunya, sudah terlalu lelah untuk meladeni omelan Jihoon setiap hari entah apa sebabnya. Sedikit aneh, Jihoon memang suka marah-marah, tapi akhir-akhir ini lebih parah.

Seperti sekarang, hanya karena Guanlin telat menjemput lima belas menit saja si manis sudah dalam mode membisu. “Nggak tau, gerah kali dia banyak jinnya jadi marah-marah mulu.” jawab Guanlin dengan nada pelan yang memang ditujukan untuk Woojin saja. Namun naas, Jihoon bisa mendengarnya dari ambang pintu.

Ia mendekat lalu memukul pundak Guanlin dengan kencang, “ORANG GARA-GARA KAMU!” bentaknya, dengan nada yang tidak bisa dibilang pelan.

Woojin menaikkan sebelah alisnya bingung. Melihat perdebatan keduanya kini. Ah, lebih tepatnya Jihoon yang masih mencak-mencak dan Guanlin yang sedang mengaduh kesakitan serta Jiayi yang berbaik hati mengusap-usap pundak Papanya itu.

“Aku salah apa sih, baby?” Guanlin dengan segala kesabarannya, membuat Woojin takjub juga, karena Woojin tau pasti pukulan adiknya itu tidak main-main dan Guanlin masih bisa mengeluarkan cengiran? Cinta memang membuat kita sedikit gila, rupanya.

Jihoon diam saja, dengan wajah super cemberut dan kembali memalingkan wajah. Terdengar helaan napas lelah dari Guanlin, ia menatap Jiayi seolah bertanya apa yang harus Guanlin lakukan ketika kelinci ganas ini merajuk lagi, dan Jiayi hanya menggeleng dengan wajah polosnya membuat Guanlin tertawa gemas lalu mengusak puncak kepala anak semata wayangnya itu.

“Ayo deh pulang, Mamanya lagi capek. Iya? Mama capek? Uuu sayangnya Papa capek yaaaa?” goda Guanlin, dengan tangan terulur dan memeluk kepala Jihoon. Sukses kini si submisif menipiskan bibirnya menahan tawa meski tangannya sok mendorong-dorong tubuh Guanlin.

Woojin hanya bisa memasang ekspresi malas.

Menabahkan hati melihat pasangan tidak jelas di depannya ini.

Meski terselip rasa iri juga melihat bagaimana seseorang memberi dan menerima hal berbentuk cinta, seolah itu adalah bayaran dari semua perjuangan mereka. Tidak jarang Woojin melihat banyak pasangan bertengkar, Mama dan Papanya adalah salah satunya. Mereka bertengkar, lalu beberapa saat kemudian tertawa, esoknya menangis bersama dan tidak lama kembali bahagia.

Mungkin rasanya menyenangkan jika suatu saat Woojin juga bisa merasakan hal yang sama.

Mungkin rasanya menyenangkan merasakan bahwa semua hal buruk akan ada ujungnya, akan menemukan puncak bahagianya, ketika bersama dengan orang yang kita cinta.

Woojin tersenyum pahit, ia tidak pernah merasakan hal itu. Yang Woojin tahu selama ini ia hanya mencintai seseorang dengan tulus, dengan segenap hati yang bisa ia beri. Tanpa menerima balasan. Sakit tentu, Woojin merasa ia cukup pintar untuk berhenti sekarang sebelum semuanya benar-benar sia-sia.

“Balik dulu ya, Bang.” pamit Guanlin, dengan tangan kiri yang menuntun Jiayi dan tangan kanannya merangkul pundak sang istri.

Woojin tertawa dibuatnya, kedua tangan Guanlin terlalu sibuk menjaga kedua orang berharganya itu, “Ribet nggak, Lin, punya dua bayi?” ledeknya, lalu tertawa semakin kencang ketika Jihoon mencebikkan bibirnya kesal.

Frode [[Panwink / Guanhoon]] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang