[24]
.
.
.
.
.
.
.
[[Masih Awal]]
.
.
.
.
.
.
.⚫⚪⚪⚫
“Gimana kalau aku nggak bisa ngelupain kamu? Gimana kalau aku nggak bisa bahagia?”
Guanlin diam, tetap pada kegiatannya; membersihkan bekas-bekas cinta mereka yang melumuri bagian bawah tubuh Jihoon. Membersihkannya dengan tissue, selembut mungkin. Karena ia tahu bahwa Jihoon sedikit tidak nyaman dengan rasa lengket itu.
Namun terhenti, ketika Jihoon merapatkan kakinya, “Jawab aku,”
Guanlin mengalihkan pandangan ke tempat sampah yang berada di sudut ruang kamar, lalu melempar tissue tersebut sembarang ke arah sana, entah tissue bekas itu masuk dengan benar atau tidak, ia terlalu lelah untuk berpikir ulang.
Guanlin berbaring tepat di sebelah tubuh Jihoon yang masih berkeringat, tidak jauh beda dengan tubuhnya. Guanlin masih diam, didalam ruangan yang dipenuhi aroma cinta dan deru napas keduanya.
“Guanlin,”
“Aku nggak tau. Gimana cara jawabnya, kalo aku nggak tau jawabannya. Papa kamu nggak setuju, kamu juga nggak mau ikut aku ke Taiwan. Aku bisa apa, emangnya?” Guanlin menoleh, menatap Jihoon yang juga sedang menatapnya, lalu mengulurkan tangan dan mengelus perut besar Jihoon yang tidak tertutup sehelai benangpun sebelum menarik selimut untuk menutupinya, “Aku udah usaha. Sesusah apapun udah aku lakuin buat kalian. Tapi... hasilnya tetep mengecewakan. Udah berkali-kali aku bilang buat nyerah aja ke diri aku sendiri. Tapi pas kamu dateng, selalu bikin aku merasa kayak orang bodoh ketika ada perasaan untuk berjuang lagi. Like a stupid people.”
Entah Jihoon yang terlalu lemah, atau memang wajar, jika ia ingin menangis lagi sekarang. Masih belum bisa menerima jika pada akhirnya ia harus kehilangan Guanlin. Masalahnya, hidup tanpa Guanlin adalah hal yang paling ia hindari. Ia sudah bisa membayangkan rasanya jadi ibu tunggal. Kesepian. Sakit sendirian. Hampa. Menyedihkan.
Orang-orang akan memandangnya iba setiap Jihoon keluar rumah.
Berbisik mereka, bertanya siapa ayah dari bayi yang dikandungnya.
Laluㅡ
“Bisa nggak waktu berhenti aja.” Guanlin mendekat, memeluk tubuh itu erat, “Aku nggak mau kehilangan kalian.” lanjutnya, sengaja meringsut ke bawah dan menyeruakkan kepalanya pada leher Jihoon yang terdapat banyak bekas keunguan disana.
Tangan Jihoon terulur, membelai surai hitam Guanlin dengan lembut. Juga dengan menggigit bibirnya untuk menahan isak tangis yang akan keluar lagi. Ini hari ulang tahun Guanlin, harusnya mereka melewati malam dengan berbahagia, tertawa, lalu ia akan marah pada Guanlin yang minum soda disaat ia hanya bisa meminum susu, lalu mereka bermain jenga lagi? Merayakan pada akhirnya cinta mereka direstui, lalu menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frode [[Panwink / Guanhoon]] ✔
Fanfiction[COMPLETED + BONCHAP + EXTRA] "Only your smile, able to fill the blank point in my heart," a Panwink fanfiction; ㅡAU; bxb; angst; mature content; harsh words; slight 180206 ㅡ 180323✔ High rank : was #34 in fanfiction ((180318)) ©Sillylife1...