Savanna

297K 14.7K 547
                                    

Hi, Guys!

Namaku Savanna, panggil saja Ana. Ya, Ana saja. Ayahku pecinta geografi. Cita-citanya jadi guru geografi nggak kesampaian. Jadi, ayah memberi nama anak-anaknya dengan nama yang ajaib begini. Kakak laki-lakiku namanya Tundra. Kebayang kan bagaimana kesalnya dia diberi nama begitu? Akhirnya pas masuk SMA dia mengumumkan bahwa nama panggilannya adalah Andra. Ini jauh lebih manusiawi daripada mendengar panggilan 'Tun' terus selama hidupnya. Adikku yang cewek  masih mending, sih. Namanya Glacier. Dia bisa nge-pop di zaman now ini dengan panggilan Glacie.

Nah, yang akan kalian baca ini adalah catatan harianku. Jadi, kalian nggak boleh protes apa saja yang kutempelkan di halaman-halaman buku ini. Aku juga nggak akan menyensor apa saja yang kutulis. Buat apa? Orang ribut dengan sensor padahal di media lain mereka bisa melihat apa saja dnegan vulgar. 

Contohnya tuh begini, di TV semua yang terlihat vulgar atau berpotensi vulgar disensor setengah mati. Pistol juga disensor. Kata-kata umpatan juga disensor. Padahal di media sosial anak-anak bebsa ngumpat seenak jidat. Tahu sendiri kan zaman sekarang yang nonton TV tuh cuma emak-emak kurang kerjaan yang nggak nemu partner ngerumpi. kalau anak-anak muda sih udah sibuk sama gadget sendiri-sendiri. Anak zaman now kan dari bayi sudah punya gadget sendiri. Tanpa TV mereka sudah bisa kok merusak diri sendiri. Buat apa lagi disensor segala?

Nah, gitu juga dengan tulisanku di sini. Ini catatanku sendiri. Kalau kalian memang suka ya baca saja. Kalau nggak suka, ya sudah lewati. Aku menulis di sini karena suka dan ingin kalian tahu hidupku yang super ajaib. Yah, memang sih chance buat banyak orang mengalami apa yang kualami ini memang tidak banyak. Tapi, siapa tahu kan ada yang mengalami nasib yang sama denganku gitu.

Pamer?

Nggak juga sih. Pamer itu kerjaan social climber alias orang yang nggak punya tapi belagak kaya raya. Aku ngakuin kok kalau aku bukan anak orang kaya. Aku masuk ke universitas tenar di Jakarta ini juga karena modal beasiswa. (Ini yang kubanggain banget. Berapa persen sih mahasiswa di Indonesia yang bisa masuk ke jurusan manajemen bisnis universitas ini?) Ayah cuma bayar biaya hidupku di Jakarta. Untuk bantu-bantu, aku juga kerja, kok. Aku jadi pegawai di toko buku dan jualan buku online. Yah, moga aja suatu hari nanti aku bisa jadi penulis beneran seperti penulis-penulis yang bukunya kubaca.

Terus ...

Saranku sebelum kalian baca buku ini:

1. Jangan terlalu banyak mikir. Tugas kalian cuma baca, nggak lebih. Kalau kalian suka ya lanjut, kalau nggak ya tinggalin.

2. Jangan terlalu banyak kepo sama urusan orang lain. Nggak usah tanya kenapa aku begini atau begitu. Suka-sukaku lah ini kan hidupku. Kalau kamu nggak suka dengan kehidupanku, tulis cerita hidupmu sendiri.

3. Jangan makan dan minum sambil baca. Aku khawatir aja nanti kamu keselek pas baca. Sudah banyak yang mati. Jangan tambah lagi kematian konyol keselek pas baca buku. Harga kapling tanah makam itu mahal. Kasihan orangtuamu.

4. Tolong kondisikan bibirnya. Jangan terlalu turah. Kalau memang yang kulakukan salah, nggak usahlah sampai dibuat story di Instragram. gila! Norak banget, tau!

FYI, aku bukan cewek yang jahat atau tukang berantem. Aku bahkan nggak pernah berantem dalam hidupku. Tapi, kalau emang kamu cari masalah, aku bisa kok jadi segarang Black Widow. jadi, jangan macam-macam sama aku, yah. 

Oke. Selamat membaca.

***

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang