Masih Bad Day

137K 11.8K 167
                                    

Setelah berhasil mengganti sim card dan menjejalkan asesoris HP baru itu ke dalam tas. Aku langsung merapikan lagi dandananku. Hidupku masih bisa diselamatkan. Nggak ada yang terlalu buruk, kok. Tuhan masih sayang banget sama aku. Karin nggak akan bunuh orang dan aku masih bisa selamat menikmati hidup sampai wisuda kelak.

Aku turun dari taksi dengan gaya seanggun mungkin, menarik sedikit bibir agar terlihat ramah, dan menggendong tas di lengan seperti Victoria Beckham. 

"Selamat pagi! Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" sapa satpam dengan ramah dan senyum lebar. Kubalas senyumannya dengan senyum simpul. (First lesson to be a lady, Seorang lady tidak akan sembarang mengumbar senyum lebar pada orang tidak dikenal.)

Kuserahkan surat yang katanya Karin adalah surat sakti itu.

Surat izin berlogo Clover Bank itu sakti banget. Begitu melihat surat itu, Paksatpam langsung senyum lebar dan mengantarkanku ke lift. Dia juga membukakan lift dan mengatakan, "Nanti Mbak akan ketemu sama sekretaris Pak Drey. Namanya Mirinda. Orangnya cantik, Mbak. Rambutnya merah gitu. Pokoknya Mbak bakalan langsung tahu kalau lihat. Nah, di situ nanti tanya saja lagi Pak Drey sudah bisa ditemui atau belum. Jangan langsung nyelongong ya, Mbak. Pak Drey suka ngusir orang. Nanti yang dipanggil buat ngusir ya saya juga. Capek Mbak naik ke atas."

"Tenang, Pak. Saya juga nggak mau diusir, kok," kataku sambil masuk lift dan tersenyum lebar pada petugas keamanan itu.

Perjalanan naik ke lantai eksekutif ini diberkati sekali. Nggak ada orang yang numpang naik ke lift-nya. Nggak ada orang yang berhentiin lift juga karena iseng. Perjalanannya mulus sampai akhirnya lift berdenting pelan dan membuka. Setelah semua halangan yang ada, dikasih kemudahan seperti tuh rasanya blessed banget.

Gila, aroma lantai ini enak banget. Kayak lagi di gunung gitu aromanya. Lantainya juga dilapisi karpet tebal. Aku harus jalan pelan-pelan biar stiletto-ku nggak kesandung karpet. Memalukan banget kan kalau sampai ngungsep di depan orang-orang keren ini?

Yang namanya Mirinda itu memang cantik sekali. Dia juga kelihatan sombong. Rambunya perfect banget ikalnya. Mukanya lebih pantas menghiasi majalah cosmo dan masuk dalam dinastinya Kardashian daripada duduk di belakang meja niup-niup kopi yang masuh berasap. Satpam tadi bener. Aku bisa mengenalinya dalam sekali pandang.

"Selamat pagi, Mbak Mirinda," sapaku ramah sambil menunjukkan senyum terbaik yang kupunya.

Dia menatapku dengan mata berlensa kontak abu-abu yang pas banget sama muka cantiknya. "Pagi, ada yang bisa saya bantu?" Nada bicaranya resmi dan terasa profesional sekali.

"Saya ada janji dengan Pak Krisna Drey," jawabku sambil menunjukkan surat sakti tadi.

"Saya baca dulu, ya." Dia mengambil kertasku dan membacanya tanpa suara. Alisnya berkerut. Apa ada yang nggak beres?

Setelah baca surat itu dia menggeleng dan bilang, "maaf, Mbak. Tapi di surat ini harusnya mbak ketemu Pak Drey jam seouluh tadi. Sekarang Pak Drey sudah mau pergi."

Seluruh tubuhku langsung lemas. "Pergi ke mana?"

"Ya menyelesaikan urusannya, lah. Mbak kira CEO kerjanya cuma duduk-duduk doang? Mbak tuh telat setengah Jam. Pak Drey bukan orang nganggur, Mbak. Dia punya jadwal yang ketat."

Lebih ketat dari rokmu, Mbak? Mau kusobekin biar nggam ketat lagi?

"Tolonglah, Mbak. Saya bisa dimutilasi kalau sampai pulang tanpa bawa rekaman suara Pak Drey."

"Kan bukan saya yang dimutilasi, Mbak." Wajah cantik kampret betina ini terlihat senang mengatakan itu. Seolah dia pengin bilang, 'kan lo yang mati, Nyong!"

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang