Tahu nggak apa yang kusuka dari balik ke rumah?
Ibu yang langsung meluk aku sebelum aku ngetok pintu, Ayah yang langsung bawakan tasku ke kamar, Glacie yang langsung jerit-jerit jambak rambutku buat memastikan aku masih hidup, dan aroma masakan yang sedap sekali. Ini semua yang membuatku merasa di rumah, dicintai, dan nyaman. Ini semua yang membuatku nggak lagi memikirkan apa yang terjadi kemarin.
"Kamu mau makan?" tanya Ibu sambil duduk di sebelahku. Sebenarnya, aku belum makan, tapi melihat semua ini aku jadi kenyang dan malas makan lagi.
"Nggak usah, Bu. Masih kenyang, nih," jawabku sambil meluruskan kaki di sofa. "Renov lagi, Bu?"
"Iya, dong. Ayah sama Abangmu dapat banyak rejeki. Ya kita renov dikit-dikit. Jadi, kalau Tundra nikah nanti jadi nggak repot lagi. Di atas mau dibikin kamar satu lagi. Siapa tahu kamu mau nikah setelah Tundra kan jadinya nggak repot kalau mau bikin hajatan besar-besaran."
Baru saja aku mau ngomong eh, Tundra langsung nyerocos, "Ana nggak bakalan nikah, Bu. Mana ada cowok yang mau sama dia." Tundra duduk di ujung kakiku dengan tampang jahil. Kayaknya dia siap banget mau gelitikin kakiku. Jadi, cepat-cepat kutarik saja biar nggak jadi korbannya.
"Hush, kamu kok ngomong gitu sama adikmu?"
"Bener sih, Bu. Kayaknya aku nggak bakalan punya pacar," ucapku muram.
Ibu langsung terlihat prihatin. "Di kampus nggak ada yang naksir? Dosenmu nggak ada yang ganteng?"
Ibu kebanyakan nonton sinetron di TV. Sekarang lagi ngetren FTV judulnya "Dosenku Sebenarnya Bukan Dosenku, tetapi Ayah dari Anak kandungku". Puyeng baca judulnya? Berarti kalian nggak pernah gaul sama mamak-mamak di sini. Sepanjang apapun judul FTV, mereka bisa menghapal dengan mudah.
"Aku ke kampus kan buat belajar, Bu. Aku sama sekali nggak pernah memperhatikan muka dosen." Aku langsung menendang Tundra yang mencari kesempatan untuk mencubit kakiku. "Apa sih lo?!"
"Gue kangen nyabutin bulu kaki lo," katanya sambil terkekeh.
Kutendang aja mukanya sampai dia jerit-jerit.
"Kamu ini nggak sopan!" Ibu memukul bahuku. Nggak apa-apa. Aku sudah puas melihat Tundra memegangi hidungnya yang kutendang. "Terus, gimana? Aduh, Kamu itu sudah mau lewat dua puluh, Nak. Masa nggak ada pacar satu pun? Eh, kalau pacaran sama Arya anak Pak Lurah yang rumahnya gede itu kamu mau? Dia itu kan suka nitip salam sama kamu."
Kutarik napas sebanyak yang kubisa. "Bu, sebenarnya aku disuruh kuliah apa pacaran sih?"
"Ya kuliah sih. Tapi kan ibu bingung kalau orang tanya kamu kapan nikah? Teman-teman SMA-mu sudah banyak yang nikah."
"Ya itu kan mereka, Bu. Biarin aja. Aku punya hidup sendiri, kan?"
"Tapi nggak enak sama orang."
"Itu Andra masih jomlo aja nggak disuruh nikah." Aku menunjuk Tundra pakai kaki dan langsung disabet pukulan tangan Ibu.
"Abang itu laki-laki jadi nggak masalah. Laki-laki nikah umur berapa juga nggak masalah, Ana. Masih tetap gagah."
"Andra? Gagah?" Kujulurkan lidah pada Tundra yang mulai membuka mulut untuk menimpali. Melihatku menjulurkan lidah, dia memilih untuk menarik kakiku.
"Kalian itu baru ketemu sebentar sudah begini! Abang sama adik sama aja nggak dewasa. Pantes kalian nggak nikah-nikah. Lihat itu Glacie pinter banget habis makan langsung bersih-bersih." Ibu melempar kami dengan bantal kursi sebelum beranjak untuk menimang-nimang glacie.
Memang sih di antara kami sekeluarga Glacie yang paling rajin dan memahami keinginan orangtua. makanya Ayah usaha keras banget biar Glacie bisa kuliah sama dengan aku. Soalnya Glacie nggak sepintar aku masalah akademik. Kalau Tundra itu memang nggak nafsu sama sekali buat nikah. Di kepalanya cuma ada gimana caranya cari duit. Memang terbukti sih. Dia bisa beli motor keren dan bantu Ayah renov rumah begini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)
ChickLitDari sekian banyak gadis yang ingin menjadi kekasih CEO super sempurna, Savana bukan salah satunya. Dia hanya ingin menyelesaikan kuliah dengan baik. Ayah dan kakaknya telah berkorban banyak agar dia bisa jadi sarjana kebanggaan keluarga. Namun, p...