Nekat

130K 10.6K 245
                                    

Aku sudah nggak bisa lagi menahan semua kekesalan. Rasanya nggak cukup cuma dengan menjerit-jerit memaki si Bajingan Drey itu. Semua isi kebun hutan rimba yang kupikir patut disamakan dengan kelakuan bejatnya perlu diabsen. Biar dia tahu kalau kelakuannya memang sebejat itu.

Gorila yang jadi anak buahnya megang aku biar nggak cakar keparat itu. Jadilah mereka yang kuhajar sekalian. Kulakukan apa saja biar bisa nyakitin mereka; pukul, tinju, cakar, gigit, sampai kucolok matanya. Sekalipun habis ini aku mati, nggak masalah. Mereka bakalan ingat aku, cewek yang nggak nyerah sampai titik darah penghabisan.

Teru, kalian tahu gimana tampang bajingan itu?

Dia cuma diam doang. Diam kayak patung. Diam kayak orang yang nggak ada dosanya.

Aku berhasil dorong gorila itu--nggak tahu kenapa mereka jadi lemes gini begitu Drey datang--sampai bisa deket dengan Drey. Satu cara untuk bisa menyakitinya dalam jarak ini adalah ludah. Kukumpulkan ludah di mulutku, lalu kuludahkan ke mukanya. Dua ludahku sukses besar.

Gorila itu mendorongku sampai tersungkur di lantai. Hampir aja dia mukul aku, tapi Drey memegang tangannya, "sudah. Keluar sana," kata Drey tenang.

"Tapi, Bos..."

Gerakan Drey cepet banget. Sebentar aja gorila itu sudah dipojokin ke tembok. Tangan Drey mencengkram kerah kaos gorila itu. Dia membisikan sesuatu yang nggak bisa kudengar. Yang kutahu cuma muka si gorila itu berubah kayak curut disiram air.

"Ba-baik, B-Bos," kata Gorila itu.

Pas Drey melepaskan cengkramannya, gorila itu kasih kode ke gorila lainnya. Mereka keluar ruangan dengan wajah ketakutan.

Kenapa?

Hanya tinggal kami yang ada di kamar ini. Drey menatapku kayak orang bingung mau ngomong apa. Mulutnya mangap-mangap kayak ikan kena bengek. Aku sudah bersumpah di dalam hati, kalau dia berani macam-macam lagi, bakaln kugigit kupingnya sampai putus.

"M-maaf," katanya pelan.

Maaf? Setelah semua ini dia bilang maaf? Enak banget?!

Dia menyisir rambutnya yang klimis ke belakang pakai jari. "Aku nggak bermaksud bikin kamu jadi begini. Aku cuma minta mereka bawa kamu ke sini dengan cara apapun." Dia mengeluarkan sapu tangan dan mengusap wajahnya yang kena ludahku. Dia membuang sapu tangan itu begitu saja ke sudut ruangan. Kebayang betapa joroknya dia di rumah. Mungkin ada pekerja yang mungutin sampah-sampahnya, makanya dia nggak tahu cara buang sampah yang baik.

"Aku kasihan sama kamu," kataku dengan suara serak. "Kamu tu banci, Drey. Kamu bisanya cuma nyuruh orang. Where's your balls? Is it too tiny so you can't find them? Bisanya cuma nyuruh orang. kamu ngapain? Netek sama mamamu?"

Kalau kalian ada yang nggak ngerti bahasa Inggris, sini kuterjemahkan, "Mana kejantananmu (Bahasa slank sono menerjemahkan kata "balls" yang arti harfiahnya adalah buah zakar sebagai keberanian atau kejantanan.) Apa kejantananmu terlalu kecil sampai nggak kelihatan?"

Ngerti?

Nggak usah manggut-manggut kayak boneka pajangan mobil gitu lah. Kelihatan banget kalian katroknya. Kita balik ke Drey lagi . Mukanya sudah merah tuh. Kayaknya aku sukses deh ngejek dia. Aku sukses bikin dia marah.

"Ana, aku nggak ..."

"Aku mau pulang. Aku mau pulang dan lapor polisi. Aku mau blow ini di media. Aku mau bilang sama semua orang kalau Krisna Dreyfus cuma pecundang tengik yang masih dipakaikan popok sama emaknya." Aku meludah ke lantai. Jorok? Biarin!

Aku berusaha berdiri. Gagal. Kakiku seperti lumpuh, lemes banget. Mungkin aku kecapekan. Mungkin juga kakiku keseleo pas didorong sama gorila bau sampah tadi. Semoga nggak selamanya. Semoga nggak selamanya...

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang