Walk Out

95.2K 8.5K 263
                                    

"Hi! Karina Dellanova?" Itu suara Drey menyapa Karin. Berarti dia di dekat sini. Kemungkinan besar dia duduk di sebelah Karin. Suaranya jelas banget, kok

"Yup," jawab Karin singkat. Semoga dia nggak ember. Semoga doa nggak...

Tundra mendelik lihat aku meringkuk di bawah meja. Cepat-cepat kutekankan telunjuk di bibir biar dia tahu kalau harus diam. Alisnya mengerut sebentar, terus dia santai lagi.

Rela banget deh kutahan hidung dari bau kopi yang bikin pusing. Di sebelahku ada rak persediaan biji kopi yang baunya bikin pusing. Kalau salah gerak sedikit aja toples-toples itu bakalan jatuh. Jadi, aku harus diam dan tenang.

"How are you?" tanya Drey yang mungkin sekarang lagi salaman formal ke Ana.

"Good," jawab Karin lagi. "As you see, survived from chicken pox makes me human again."

Drey tertawa ringan. "Yeah. You look beautiful," katanya. Karin memang beautiful, sih. Apalagi dia tadi pakai dress yang bahunya dipelorotin gitu. Dia terlihat seksi dan menggemaskan. Apa Drey juga suka sama Karin?

"Sudah sembuh juga?" tanya Karin. Mungkin yang dimaksud tuh bahu Drey yang kutusuk  kali ya?

"Sudah. Keajaiban kedokteran. Mereka bisa melakukan apa saja." Drey tertawa kecil.

"Makanya gue milih jadi penulis aja. Gue nggak punya keajaiban buat jadi dokter." Karin ketawa hambar. Tundra menyodorkan gelas kopi ke meja. Kalau dilihat dari sini sih ekspresi Tundra kayak orang bingung banget. Moga aja Drey nggak curiga. Sumpah, malu banget kalau sampai dia lihat aku begini.

"Makasih ya, Andra. Eh ya. Kenalin, ini Andra temen gue. Ini Drey, bukan apa-apa gue, sih. Sial aja beberapa kali ketemu dia." 

Kayaknya Tundra sama Drey salaman. Tundra nyebutkan namanya sendiri dengan gaya kaku.

"Ngapain ke sini? Tumben banget. Lo kan punya coffee shop sendiri?" Suara Karin yang lincah membuat Andra mundur. Dia balik lagi ke mesin pembuat kopi. Sebenarnya dia cuma pengin nguping. Yang dilakukannya cuma ngelus-ngelus mesin pembuat kopi pakai lap kayak bakal keluar jinnya gitu.

"Nggak ada larangan kan kalau aku jalan-jalan?"

"Kirain CEO itu kalau jalan-jalan yang jauhan gitu macam ke bulan atau ke mars. Ternyata kadang mengunjungi rakyat jelata juga, ya?" 

Aku sebenarnya pengin ngupas bibirnya Karin. Dia itu kalau ngomong kayak cewek nggak pernah ngunyah bangku sekolahan.

"Kamu bukan cewek yang bisa diajak basa-basi, ya?"

Karin tertawa, tawa satir yang bikin kuntilanak minder. "Karena gue tahu siapa lo, Drey. Lo ke sini buat nyari Savanna, kan?"

Nggak terdengar apa-apa setelah ini. Kuharap mereka nggak pakai bahasa isyarat atau tiba-tiba pakai bahasa tulisan. Kuharap juga Karin nggak ngasih tahu Drey kalau aku ada di sini. 

Tundra memerhatikanku. Dia nunduk belagak megang kabel, tapi matanya ngawasin aku. Kutekankan lagi telunjuk ke bibir buat bikin dia bungkam. Aku harus konsen biar bisa dengar apa yang diobrolin sama dua orang itu.

"Kok diem?" tanya Karin yang bikin aku lega banget. Ternyata mereka memang diam. "Pesen kek. Nggak bakalan diracun, kok. Andra pinter bikin kopi enak. Nih espresso gue wangi banget, kan?"

"Mana dia?"

"Ana?"

"Iya. Aku mau ketemu sama dia. Apa dia di sini?"

"Kenapa lo pengin ketemu dia? Bukannya lo terakhir bilang sama dia kalau urusan kalian sudah selesai? Apa lagi yang mau lo cari dari dia?"

"Memangnya, kenapa aku harus bilang sama kamu?"

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang