"Mau pakai foreplay atau langsung saja?" Cowok itu sudah membuka dua kancing paling atas kemejanya. Dia bersandar di punggung kursi dengan kaki terbuka. Sangat menggoda. Muna banget kalau aku bilang dia biasa aja atau aku nggak tertarik. Bohong. Dusta. Bahkan kalau ada cewek yang ketemu dia terus bilang dia nggak menarik, bisa dipastikan itu cewek organ tubuhnya sudah rusak semua.
Kalian nggak perlu melihatnya untuk tertarik. Suaranya aja sudah bisa bikin cewek manapun rela angkat rok tinggi-tinggi.
Tapi, bukan kali ini.
"Maaf, Drey. Mungkin kamu salah. Aku nggak pengin begituan. Aku benar-benar pengin wawancarai kamu," ucapku sambil menempelkan gurita HP ke belakang HP ajaibku dan mengambil buku catatan yang sudah disiapkan Karin.
Ah, sial! Apa nama aplikasi untuk merekam yang tadi dibilang sama pak supir, ya? Sudahlah pakai video saja. Semoga bisa sampai akhir HP ini. Sekali pakai juga nggak apa-apa. Aku bisa kerja lagi jadi penerjemah dan ngetikkan skripsi orang besok buat beli HP yang biasa. Yang penting misi hari ini terlaksana dulu, deh.
Kutempel HP di kaca mobil. Pas banget. Semua yang ada di dalam kabin mobil ini bisa ditangkap kamera.
"Jadi kamu mau adegan ini divideokan? Kamu punya selera yang bagus juga," ucapnya sambil melepas ikat pinggang kulit.
"Apa-apaan?"
Dia duduk di hadapanku. Dengan cepat, dibukanya kedua kakiku sampai rokku tersingkap. Wajahnya mendekatiku.
Kalian tahu adegan apa yang terjadi setelahnya, kan?
"AW!!!" Drey memegangi pipi yang merah terkena tamparanku.
Tolong garis bawahi ini dengan spidol merah, ya: AKU MENAMPAR CEO CLOVERBANK.
"Aku sudah bilang kan kalau bukan itu yang kumau. Aku mau wawancara denganmu."
Dia nggak menjawab. Dia cuma menatapku sambil memegangi pipinya yang mungkin masih sakit. Tanganku aja masih sakit kok mukul pipinya.
Kalau kalian tanya bagaimana rasanya menampar CEO setampan dia, jujur aja aku bilang kalau aku merasa bersalah. Aku nggak berniat menampar dia. Aku nggak berniat cari masalah. Tapi, dia sudah keterlaluan. Aku nggak mau melepas keperawananku di sini, bersama orang asing dengan cara yang sangat murah. Kalian bisa bilang aku orang yang terlalu konservatif. Terserah. Tapi, ini prinsipku dan aku bangga dengan prinsip ini.
Dengan cara inilah aku dibesarkan oleh ibuku.
Kubuka buku catatan Karin yang berisi daftar panjang pertanyaan untuk Drey.
"Selamat pagi, Pak Drey," ucapku setelah melihat pada kamera HP untuk memastikan kalau kamera itu masih merekam. Aku berdeham dua kali. "Bagaimana kabar Anda sekarang?"
Jangan salahkan aku bertanya pertanyaan konyol ini. Memang begini yang tertulis di dalam buku Karin. Jadi, kalian nggak usah komen, ya.
"Buruk," jawabnya sambil memperbaiki posisi duduknya. "Baru kali ini seumur hidup aku ditampar cewek nggak jelas seperti kamu."
Aku hampir tertawa. CEO Cloverbank ternyata bisa merajuk. Di mataku sekarang dia cuma anak laki-laki bertubuh besar yang sangat manja. Bisa jadi di rumah dia masih disuapi ibunya. Bisa jadi juga dia masih punya mainan bebek plastik di kamar mandi.
Kalian bisa lupakan saat aku bilang aku suka sama dia. Sekarang aku ilfil sama sekali. Kalau cuma cowok manja kayak gini sih di pinggir jalan aku bisa dapat rentengan, cuma beda chasing doang. Lagian siapa yang butuh chasing bagus kalau dalamnya ancur. iya, kan?
"Pak Drey yang baik, saya bukan cewek yang suka cari masalah. Saya cewek yang memiliki integritas. Saya sudah bilang kalau saya hanya ingin wawancara bukan ena-ena sama Anda, itu artinya saya memang ingin Anda bersikap dewasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)
ChickLitDari sekian banyak gadis yang ingin menjadi kekasih CEO super sempurna, Savana bukan salah satunya. Dia hanya ingin menyelesaikan kuliah dengan baik. Ayah dan kakaknya telah berkorban banyak agar dia bisa jadi sarjana kebanggaan keluarga. Namun, p...