An Ice Cream Story

116K 7.9K 591
                                    

Aku bisa apa saat melihatnya berdiri di depan kafe sore ini? Aku bisa apa saat melihat wajahnya bersemu merah dan tersenyum malu-malu? Aku bisa apa saat dia mengulurkan tangan untukku?

Aku bisa apa saat melihatnya berdiri di depan kafe sore ini? Aku bisa apa saat melihat wajahnya bersemu merah dan tersenyum malu-malu? Aku bisa apa saat dia mengulurkan tangan untukku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuremas tangan Tundra yang berdiri di sebelahku. "Bang, gue musti gimana?" tanyaku dengan mata terus menatap Drey.

"Pergi aja. Gue tunggu di rumah sampai lo pulang. Oke? Hati-hati," katanya sambil mengecup kepalaku. Karin mengusap punggungku beberapa kali sebelum aku menghampiri Drey.

"Siap?" tanya Drey dengan senyum lebar.

Aku menggeleng, tapi tetap aja kusambut tangannya. Sial, lembut banget tangan cowok ini. Jangan-jangan dia mikir, 'ini cewek apa kuli kok tangannya kasar banget gini?'

Drey menyentuh punggungku, membimbingku masuk ke mobilnya. Sebelum dia masuk mobil, aku sempat mencium beberapa kali aroma ketiakku. Aman. Sudah kuoles dengan deodoran banyak-banyak, kok. Tadi aku sempat cuci muka dan pakai lipgloss rasa strawberry juga. Yah, siapa tahu kan yaaa...

Tolong jangan kayak gitu, deh kalian. Ini kencan pertamaku. Aku boleh berekspektasi apa aja, kan? Coba lihat yang di film-film itu. Mereka tuh duduk di mobil terus ciuman, kan? Masa aku nggak boleh mikir gitu juga?

Dicium Drey. Aaaaaahhhhhhhh... Ibu! Nggak mungkin banget kayaknya!

Dia menatapku sebentar sebelum menjalankan mobil. Sejak itu, dia terus tersenyum sepanjang jalan.

Yang kuharapkan cuma satu, jantungku kuat. Dekat sama Drey punya efek yang buruk buat kesehatan jantung kayaknya.

"Ki-kita mau ke mana?" tanyaku mencoba menyingkirkan diam di antara kami.

"Katanya mau es krim? Kalau kamu lapar kita bisa cari makan malam juga."

Lapar? Aku lihat kamu aja sudah kenyang banget kok, Drey. "Nggak. Aku ... sudah makan tadi." Sori, aku bohong. Aku nggak bisa bayangkan makan di depan Drey dengan gaya makanku yang biasanya.

"Kalau gitu kita langsung ke tempat es krimnya, ya?"

Jangan egois, Ana! Tanyakan kondisi dia juga! "Uhm... kalau kamu lapar, kita bisa makan malam dulu, kok. Aku bisa temani kamu makan."

Dia tertawa. Setelah menarik rem tangan untuk menghentikan mobil di lampu merah, dia menatapku. "Mana bisa aku mikirin makan kalau di dalam perutku seperti ada kupu-kupu terbang."

"Kamu maag?"

Tawa Drey makin nyaring. Kenapa, sih? Aku kan peduli sama dia.

"Eh, serius Drey. Kalau maag, kita tunda aja minum es krimnya."

Dia nepuk jidat. "Kamu kupu-kupu itu, Ana. Kamu yang bikin aku nggak bisa makan."

Aku langsung terdiam. Dia juga merasakan apa yang kurasakan? Kyaaaa ... aku pengin teriak. Aku pengin jerit. Aku pengin naik ke atas mobil terus jingkrak-jingkrak.

Filthy Shade Of Drey (Terbit; Heksamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang