Murka Ghandi

1.2K 115 16
                                    

"Kamu ini aneh-aneh aja! Kenapa sampe enggak makan! Tadi pagi kan udah bunda siapin makanan khusus untuk kamu!" Omel Dwi yang tengah sibuk meletakan satu persatu piring di hadapan Argi dan Cantik.

"Udahlah, kamu udah ngomelin dia sejak kalian datang. Kasian dia, memang untuk apa kamu diet?mau kamu kecil atau besar, menurut ayah kamu yang paling cantik, sama dengan nama mu" Cantik menatap mata Ardi yang penuh kecemasan.

"Kalo Cantik kaya gini terus, bisa-bisa Cantik banyak penyakit, ayah tau sendirikan, orang yang berbadan besar itu gampang di serang penyakit. Ayah mau lait Cantik sakit-sakitan?" Ardi tersenyum mendengar ucapan Cantik.

"Kalau begitu semangat!" Ujar Ardi

"Sudah-sudah, makan dulu!" Ujar Dwi yang disambut senyum oleh Ardi dan Cantik.

Baru saja Cantik ingin mengambil nasi dan lawuk pauk, tangan Dwi langsung menghalanginya.

"Kamu bukan makan yang ini." ujar Dwi yang langsung membuat ekspresi wajah Cantik cemberut.

"Bi! Tolong ambilkan makanan yang saya buat tadi!" Jerit Dwi pada Bi Lastri.

"Iya, Bu." ujar Bi Lastri yang dapang ke meja makan sambil membawa sebuah piring yang berisi sayur-sayuran.

"Nah kamu makan ini!" Cantik menatap kesal ke arah piring yang penuh dengan sayuran itu,

"Bun! Aku bukan kambing, kenapa aku di suruh makan rumput!" Ujar Cantik yang langsung membuat Ardi tertawa terbahak-bahak.

"Anak dan bapak sama saja!" Ujar Dwi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ini sayuran bukan rumput! Sudah makan aja! Jangan banyak omong!" Ucap Dwi kesal.

***
Jam sudah menunjukan pukul tujuh malam, Athma masih asik menatap bintang-bintang malam di atas pohon taman sekolah.

Tempat ini adalah tempat favorit bagi Athma, entah kenapa ia begitu nyaman disini.

Ia menatap salah satu bintang yang begitu terang di atas sana.

"Apakah itu kau, ibu?" Ujar Athma dengan senyum kerinduannya.

Athma bangun dari tidurannya, perlahar ia turun dari pohon itu, lalu sedikit membersikan tangan yang terkena tanah. Ia berjalan kaki menuju rumahnya, jalannya masih tertatih-tatih karena tendangat  Gino tadi pagi.

"Dasar Gino sialan!" Umpat Athma.

Tak terasa ia sampai, walaupun dengan keringat dan kakinya yang bertambah sakit, Athma membuka pintu rumahnya dengan perlahan sambil meringis menahan sakit,

"Hei! Anak haram! Sini kamu!" Ujar Ghandi yang membuat Athma berhenti sejenak lalu ia menghiraukan panggilan Ghandi.

"Kurang ajar kamu ya!!" Ujar Ghandi dengan mata yang melotot merah.

Tangan yang membawa gagang rotan, menghampiri Athma dan memukulnya dengan rotan tersebut, namun tangan Athma mencoba menahannya lalu mengambil rotan tersebut dan melemparnya.

Ghandi tak tinggal diam, ia memukul Athma tepat di bagian perut, Athma menatan sakit yang tengah menjalar. Mata Athma menatap sinis pada Ghandi.

"Kenapa kamu ngeliatin saya seperti itu!! Mau mukul saya!! Nih pukul!! PUKUL!!" tantang Ghandi pada Athma.

"Ibu saya tidak pernah mengajarkan untuk memukul orang pecundang seperti anda!" Ujar Atham yang langsung membuat Ghandi mengamuk.

Ghandi mengambil rotan yang tak jauh darinya, dengan membabibuta ia memukuli Athma dengan sekuat-kuat tenaganya.

CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang