Pekerjaan Athma

737 68 10
                                    

Matahari belum sempat muncul, namun Athma sudah berada di depan tumpukan koran yang siap untuk di bagikan ke pemiliknya.

"Ini, jatah lo." Ujar Ujang, si bos koran sambil menunjuk lima tumpuk Koran. Bagiin ini ke perumahan permata indah." Lanjutnya.

"Siap, Pak." Balas Raka yang langsung mengangkut satu pumpuk koran yang telah ia ikat lalu ia taru ke sepedahnya.

Dinginnya angin pagi tak membuat Athma mengeluh, ia terus mengayuh sepedahnya, sesekali berhenti untuk menaru koran yang ia bawa ke sang pemilik.

"Koran!" Jeritnya ketika sampai di rumah besar dengan pagar yang tinggi.

Kring..

Kring..

Ia membunyikan bell yang ada di sepedahnya.

"Koran.. Koran.." jeritnya lagi yang membuat penjaga rumah langsung membukakan pagar.

"Rajin amat, Mas. Masih jam setengah enam loh ini." Ujar Satpam tersebut.

"Lebih pagi, lebih cepat. Itu lebih baik." Balas Athma sambil memberikan Koran kepada Satpam tersebut.

"Misih, Pak." Pamit Athma.

Detik demi detik berlalu, rasa dingin sudah tergantikan dengan matahari yang mulai muncul perlahan-lahan.

Athma menghembuskan nafas legah, ketika ia melihat semua pekerjaannya telah usai.

"Misih, Pak. Saya, udah selesai nganter korannya." Adu Athma pada Pak Ujang yang sedang menghitung uang.

"Oh, iya." Balas Pak Ujang yang masih fokus dengan uang yang sedang ia hitung.

Athma masih diam dihadapan Pak Ujang, berharap mendapat uang hasil kerjanya hari ini.

"Ngapain lo, masih disini?" Tanya ujang.

"Anu, pak. Itu.." balas Athma sambil menunjuk uang yang ada di tangan Pak Ujang.

"Oh.. sorry sorry, gue lupa. Maklum, udah tua." Ucap Pak Ujang. "Nah, nih. Besok dateng lagi ya." Pak Ujang memberikan bayaran kepada Athma.

"Iya, Pak. Makasih," Jawab Athma "kalau gitu, saya pergi dulu ya.." lanjutnya.

"Iya, hati-hati."

Athma mulai mengayuh sepedahnya kembali, ia menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul tujuh pagi.

"Bakal kena semprot nih." Keluhnya dengan menampah kecepatan sepedahnya.

Athma memberhentikan sepedahnya di depan restoran. Langkahnya ia percepat.

"Maaf, bu. Saya telat." Ujar Athma pada wanita berkulit putih dihadapannya.

"Sering banget ya, udah sana cepet bersih-bersih." Ujar wanita itu kesal.

Dengan sigap, Athma langsung memulai pekerjaannya. Ia mengambil sapu tangan lalu ia mulai mengelap meja dan kursi satu persatu.

"Kebiasaan lo, Ma." Ujar Dendi. "Untung, bos moodnya lagi bagus." Lanjutnya.

Athma tidak menggubris perkataan Dendi, ia hanya fokus pada pekerjaannya.

Tak terasa, jam sudah menunjukan pukul sepuluh, bertanda restoran ini telah di buka.

Pengunjung mulai berdatangan, semua pekerja tengah sibuk. Mulai dari pelayan, kasir, Chef, sampai Athma yang menjadi tukang cuci.

Cucian piring yang semula menumpuk, telah usai Athma selesaikan. Namun tak seberapa lama, tumpukan piring baru menghampirinya.

CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang