Hari ini...
Entah aku mau menulis apa. Hahaha.
.
.
.Hari ini. Aku diajak Tigor, Gunandi, dan Prapto menaiki Rinjani. Hanya satu kata, menakjubkan!
.
.
.
Hari ini. Aku berkelahi lagi dengan bajingan sekolah. Jangan lupa juga, Tigor membawa kami ke tempat hiburan malam. Di sana aku mencoba alkohol. Oh, begitu ya rasanya mabuk?
.
.
.
Hari ini. Berbaikan?!
.
.
.Pagi itu Elea datang lebih pagi dari biasanya. Ia berniat membersihkan kelas sebab beberapa tempo lalu ia ditegur wali kelas lantaran banyak guru yang protes mengenai betapa joroknya kelas 12 IPA 4. Kemarin, sebelum kelas bubar, ia sudah mengumumkan perihal ini. Ia tidak menaruh harap lebih pada anak-anak kelasnya, sehingga mau tak mau ia telah mempersiapkan diri jika harus kerja sendirian. Lagi.
Ketika ia sampai di daun pintu, didapatinya tiga orang siswa berkumpul di meja Milleo. Heran bercampur tak percaya ——lantaran ada juga yang bisa membantunya bersih-bersih——, ia pun mendekat. Ketika ia menaruh ranselnya, ia tahu kalau tiga siswa itu adalah Tigor, Gunandi, dan Prapto. Baru Elea sadari ketiganya tengah mengerubuni seseorang.
Milleokah? batinnya menebak. Tetapi anggapan itu lengkas tertangkis ketika ia mendengar nada ancaman dari Tigor.
"Jadi sekarang kau mengerti, kan? Jangan pernah lagi melarang Milleo main sama kami."
Kemudian Prapto menambahkan, "Lagipula kamu ini bukan siapa-siapanya. Tiap dia main pun bukan pake duit kamu."
"Gor, si Cupu Jelek ini diam saja," timpal Gunandi. "Kayaknya omongan nggak ada gunanya buat dia."
"Heh, Eva!" sentak Tigor seraya memukul meja. "Kau dengar kami tidak?"
Tak perlu dijelaskan seperti apa ketakutan Eva, Elea rasa ia tak bisa berdiam diri. Setidaknya, tidak lagi. Ia menepuk pundak ketiganya. Setelah ketiganya berbalik, ia berkata, "Begini cara kalian bermain? Dengan mengeroyok perempuan?"
"Tidak usah ikut campur," jawab Tigor seraya memasang wajah keki.
"Di kelas ini, tidak boleh ada yang tertindas, siapapun dia." Elea bersikap tenang meski hatinya agak gentar. Tigor, sudah badannya tinggi besar, ia pun tak kenal kompromi pada musuhnya. Lelaki atau perempuan pernah dipukulnya.
"Berani kau sama aku?"
"Berkelahi sekarang pun aku berani," jawab Elea. "Tapi yang benar saja. Kamu yakin mau berantem dengan perempuan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unread Book
General FictionUnread Book bukanlah buku biasa. Kemunculannya yang tiba-tiba laksana dinamit tanpa timer. Petir di siang bolong. Tahu bulat lima ratusan. Begitu mendadak! Padahal buku itu hanya berisi tulisan seorang bocah. Mengenai hari-harinya yang datar, jemu...