"Eh?" wajah polos Mitsuba seakan tidak percaya ketika mendengar cerita Sasaki dan Yamazaki tentang kejahatan (dibuat-buat) yang tengah mengancamnya. Wajahnya semakin ketakutan ketika Sasaki dan Yamazaki membungkuk padanya.
"Kami mohon! Terimalah Fukucho kami untuk menjagamu di sini!" kata Yamazaki.
"Kami yakin Fukucho bisa melindungi Anda!" timpal Sasaki.
Mitsuba menatap Hijikata yang diam tanpa sepatah kata pun. Hijikata menatap ke bawah. Dia keringat dingin.
Mitsuba terdiam sejenak. "Aku rasa... Kalau hanya Hijikata-san saja, aku tidak masalah."
Hijikata merasa ada yang menyembur dari hidungnya. Ya, dia mimisan.
Yamazaki dan Sasaki kembali berdiri tegak.
"Terima kasih, Mitsuba-dono!" kata Yamazaki sambil melambai.
"Kami tinggal dulu, ya! Selamat berjuang, Fukucho!" Sasaki ikut melambai.
Mobil patroli Shinsengumi pun pergi meninggalkan kediaman Okita. Sekarang, hanya Mitsuba dan Hijikata. Berdua.
Mitsuba buru-buru mengambil koper Hijikata yang berisi pakaian. Tapi, tangannya ditarik oleh Hijikata.
"Berat. Kamu tak akan kuat. Biar aku saja," kata Hijikata sambil mengangkat kopernya.
"Ah," Mitsuba salah tingkah. "Ayo, masuk."
Keduanya melangkah bersama dengan posisi Mitsuba berjalan lebih dulu.
"Oh," Mitsuba berbalik menatap Hijikata. "Kamu boleh merokok, kok."
Hijikata menatap Mitsuba. Tatapannya lembut. Dia mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang, dan membakarnya. Dia pun berjalan mengikuti Mitsuba masuk ke dalam rumah.
Di belakang mereka, Gintoki, Kagura, dan Shinpachi memandang Hijikata dengan kesal.
"Sok keren sekali dia," kata Kagura sambil menjambak rambut Shinpachi.
"Hentikan..." Shinpachi berusaha mempertahankan rambutnya agar tidak rontok.
Gintoki tidak berkata apa-apa. Dia hanya memperhatikan Hijikata yang menutup pintu dengan tenangnya.
***
"Ini kamarmu, Hijikata-san," Mitsuba mempersilakan Hijikata masuk ke dalam ruangan yang cukup besar untuk ditidurinya seorang diri. "Jika kau butuh sesuatu, aku ada di kamar sebelah."
Hijikata mengangguk. Mitsuba menutup pintu dan meninggalkan Hijikata seorang diri. Hijikata meletakkan kopernya di sudut ruangan. Ia melepas outer seragamnya dan menggantungnya di dekat pintu. Ia pun melepaskan scarf putihnya dan rompi seragamnya, lalu menggantungnya di tempat yang sama.
Hari itu lumayan panas. Padahal, masih awal tahun. Hijikata membuka tiga kancing kemejanya dan menggeser pintu yang langsung menuju halaman. Dia duduk di teras dan memandangi halaman dengan tatapan kosong seraya mengisap rokoknya.
Di sisi lain...
"Ya, Sougo!" Yamazaki menarik Sougo yang sudah membidik Hijikata dengan bazooka-nya.
"Apa-apaan dia buka kancing kemeja sampai dada!?" teriak Sougo.
Kembali pada Hijikata, wajahnya masih menatap kosong halaman. Dia mematikan rokoknya ke asbak yang sudah berada di sampingnya. Entah dari mana ia menemukannya.
Tiba-tiba, suasana menjadi mencekam. Asap hitam seakan muncul dari belakang Hijikata.
Aku dijebak. Mereka sengaja membuatku dibebas-tugaskan agar hubunganku dengan Mitsuba semakin dekat. Apa rencana mereka?
"Baka," Hijikata kini tiduran di atas tatami yang empuk. Ia menutup matanya dengan kedua tangan terlipat di belakang kepalanya, menjadikan telapak tangannya sebagai bantal.
"Ano... Hijikata-san," suara Mitsuba membuat Hijikata membuka matanya lebar-lebar. Mitsuba berada di hadapannya. Dia membungkuk menatap Sougo.
"Aku membawakanmu teh," Mitsuba menatap meja dengan segelas teh dan pocil kecil. "Aku sedang membuatkanmu senbei pedas. Sebentar, ya?"
Mitsuba berbalik menuju pintu.
"Oi, Mitsuba-san."
Mitsuba berbalik, menatap Hijikata dengan kemeja putihnya yang nyaris memperlihatkan dadanya.
"Kamu tidak perlu pakai kimono di dalam rumah," kata Hijikata sambil membakar rokok. "Anggap saja aku tak ada."
Di sisi lain...
"Ya, Okita Taichou!" Sasaki menahan Sougo yang kembali membidik Hijikata dengan bazooka-nya.
"Apa-apaan si brengsek itu!? Dia meminta kakakku untuk melepas pakaiannya di depannya, begitu!?" wajah Sougu terlihat sangat kesal.
Kembali pada Hijikata, dia masih menatap langit-langit dengan rokok di mulutnya.
"Santai saja. Kenakan pakaian yang biasa kau pakai," kata Hijikata. "Rasanya kaku sekali."
"Ah... Baik," Mitsuba buru-buru keluar kamar Hijikata. Dan dia kembali, sambil mengenakan tank top dan celana pendek.
"Ya. Tidak begitu," kata Hijikata.
Mitsuba keluar kamar dan kembali mengenakan setelan piyama.
"Tidak. Tidak begitu," kata Hijikata.
Mitsuba kembali keluar kamar dan kembali mengenakan kaus putih polos kebesaran dan celana pendek. Wajah Hijikata memerah.
"Kalau ini, bagaimana?" tanya Mitsuba.
Hijikata yang kini sudah duduk bersila terlihat salah tingkah.
"Ini bagus," katanya seraya berdeham.
"Syukurlah," Mitsuba duduk di depan Hijikata. "Jangan kaku sama aku ya, Hijikata-san. Anggap saja rumah sendiri."
Mitsuba menatap Hijikata yang bergeming. "Eh, Hijikata-san? Kok, kamu mimisan?"
***
"Darin!" Kagura melambai pada Sougo yang masih memanggul bazooka di bahunya. Sougo melemparkan bazooka-nya pada Yamazaki--Yamazaki terjerembab saking beratnya bazooka tersebut--dan menghampiri Kagura. Sougo memutar tubuh Kagura dan memeluk lehernya dari belakang. Wajahnya muram.
"Kupikir, Hijikata-san melakukan hal yang wajar dan masih bersikap sopan, Sougo-san," kata Shinpachi sambil menepuk bahu Sougo.
Sougo mendengus. "Kelihatannya, aku akan mengusir Hijikata jika sudah hari ketiga."
"Oi, oi," Gintoki menyentil dahi Sougo. "Kalau kau hanya memberinya waktu sesingkat itu, tidak akan ada hal menarik yang terjadi."
Sougo merengut dan memeluk Kagura lebih erat. Kagura mengelus-elus kepalanya.
"Mitsuba tidak sediam itu, Sougo. Dia memang polos, tapi dia tidak mudah untuk salah tingkah seperti Hijikata," kata Gintoki. "Mitsuba akan memberikan keseimbangan. Percayalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After War
FanfictionUsai perang, kehidupan para pahlawan yang telah memberikan Edo kehidupan punya jalan mereka masing-masing. Hijikata dan Sougo, misalnya, yang akan menikahi orang yang mereka cintai.