Chapter 11

945 89 12
                                    

Hijikata membaca laporan demi laporan di ruang keluarga. Dari puluhan laporan, dia baru menyelesaikan tujuh laporan dan menandatangani tiga di antaranya.

"Banyak sekali revisinya," bisik Hijikata pada dirinya sendiri. Dia melirik ke depannya. Mitsuba sedang bersandar pada kursi lipat sambil merajut. Wajahnya terlihat serius meski terlihat agak sedikit mengantuk.

Hijikata menenggak teh hijau yang sudah agak dingin di atas meja. Mangkuk berisi spicy senbei ada di hadapannya, meminta untuk dimakan.

Matanya beralih ke arah halaman di sebelah kanannya. Hujan turun sejak 10 menit yang lalu dan cukup deras, membuat udara semakin dingin. Hijikata mengambil sebatang rokok dan membakarnya. Pelan-pelan, ia mengisap rokoknya itu.

Seperti inikah keadaan setelah menikah? Menghabiskan akhir pekan di rumah bersama istri tercinta?

Aku menunaikan pekerjaanku di akhir pekan dengan mengecek semua laporan. Istriku duduk dan merajut sweater untuk kupakai saat musim dingin tiba. Hujan turun dengan deras, dingin, dan kami pun memutuskan untuk melakukan hubungan suami-istri siang itu.

Hijikata menampar wajahnya sendiri. Mitsuba menoleh padanya.

"Ada apa, Hijikata-san?" tanyanya. Bola matanya yang berwarna cokelat kemerahan memandangnya dengan penuh arti.

"Ah... Tidak, tidak. Aku hanya mengantuk. Jadi, aku menampar diriku agar tetap terjaga," jawab Hijikata.

"Kamu bosan, ya?"

"Eh... Tidak, hanya mengantuk."

"Tidak apa-apa kalau kamu mau tidur siang."

"Tidak, Mitsuba-san. Aku kan sedang menjagamu di sini. Mana mungkin aku tidur?"

"Kamu tidur saja di sini atau di kamarmu. Aku akan terus berada di satu ruangan yang sama denganmu."

"Eh... Tidak apa-apa, Mitsuba-san."

"Yakin?"

"I-iya. Um, kalau nanti sore sudah tidak hujan, kita jalan-jalan ke taman, ya?"

"Ayo!" wajah Mitsuba terlihat berseri-seri. "Nanti kita sekalian makan malam di luar!"

"Iya, boleh."

Di sisi lain...

"Sasaki," Yamazaki sedang meneropong kegiatan Mitsuba dan Hijikata dari atap rumah tetangga. "Kau mau taruhan?"

"Apa?" Sasaki yang juga sedang meneropong menjawab Yamazaki tanpa menoleh padanya.

"Besok kita akan flu berat. Kita sudah memperhatikan mereka sejak dua jam yang lalu dan kita tak bergerak sama sekali dari sini," kata Yamazaki.

"Dan tubuh kita sudah basah karena hujan. Sampaikan terima kasihku pada Kondou-san untuk hal ini," kata Sasaki.

***

"Yorozuya?" Gintoki menjawab telepon yang sudah dibiarkan berdering selama lebih dari 20 kali. Alasannya? Karena jauh. Gintoki sedang menonton televisi dan tiduran di lantai, sedangkan telepon berada di atas meja.

"Danna," sapa orang di telepon. "Kagura ada?"

"Oh, Sougo. Ada. Sebentar aku panggilkan," Gintoki menoleh ke kiri dengan keadaan gagang telepon masih berada di dekat mulutnya. "Oi, Kagura! Si bodoh telepon!"

"Jangan berteriak! Kupingku berdarah!" teriak Sougo.

Kagura muncul dari dapur dan berlari meraih gagang telepon. "Darin!"

"Darin, nanti malam kita jadi makan di luar, ya."

"Di mana?"

"Kelihatannya di Kaikaya. Aku dan yang lain biasanya ke situ."

Life After WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang