Hijikata tiba di sebuah warung ramen di dekat kediaman Hinowa. Namun, Tsuki tidak terlihat ada di dalam.
Hijikata memarkir motornya persis di depan warung. Dia masuk ke dalam dan duduk di depan pria tua yang sedang membuat ramen.
"Shiro tantanmen satu dan ocha panas satu," kata Hijikata pada pria tua tersebut.
"Baik," pria tua tersebut menerima permintaan Hijikata.
Hijikata mengeluarkan handphone dan sebungkus rokok dari saku celananya. Dia membakar sebatang rokok dan mengetik sebuah pesan untuk Mitsuba.
Mitsuba-san, aku tidak makan siang di rumah. Kamu makan saja berdua Sougo. Aku akan segera kembali.
Pesan terkirim dan Hijikata memasukkan handphone-nya ke dalam saku celananya.
"Shoyu ramen satu dan ocha dingin satu," pinta seorang wanita dari belakang Hijikata. "Kamu sudah menunggu lama, Baragaki-dono?"
Tsuki duduk di samping Hijikata sambil mengisap kiseru-nya.
"Bisa kau tutup pahamu agar pandanganku tidak tertuju ke sana?" Hijikata menyeringai seraya menenggak minumannya yang baru saja diberikan oleh pria tua pembuat ramen. "Atau Shiroyasha-dono akan mengeluarkan isi perutku."
"Belajarlah untuk menahan diri, Hijikata-san," Tsuki mengembuskan asap kiseru-nya dengan perlahan. "Aku tidak sungkan untuk memperlihatkanmu isi di balik kimono-ku sekarang juga."
"Oi, oi," Hijikata menatap Tsuki dengan jengkel. "Aku tidak mau melihat sarang ular kobra di siang bolong seperti ini."
Tsuki tersenyum. "Ada keperluan apa hingga kamu menemuiku hari ini, Toshi?"
Hijikata tidak menjawab. Jemarinya memainkan rokoknya ke kanan dan ke kiri.
"Kau ragu, Toshi?" Tsuki bertanya lagi.
"Mungkin," jawab Hijikata singkat. "Sebenarnya, aku ingin mendengar ceritamu tentang Gintoki."
"Apa yang ingin kau dengar?"
"Seperti apa Gintoki memperlakukanmu setelah kalian menikah?"
Tsuki tersenyum seakan mencemo'oh omongan Hijikata. "Si bodoh itu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Mengagumi Ketsuno Ana selama dua jam dalam sehari, mengeluhkan uang dalam tabungan kami, dan menggerutu saat Yorozuya tidak mendapatkan pekerjaan dalam tiga hari. Dia juga menghajarku tiap malam, nafsu se..."
"Aku tidak perlu dengar bagian itu."
"Dia memperlakukanku seakan aku adalah budak se..."
"Aku juga tidak perlu dengar bagian itu."
"Gintoki memperlakukanku sebagai seorang wanita, Toshi."
"Seperti apa, misalnya?"
"Dia selalu mendahulukan aku jika kami ingin melakukan sesuatu. Dia mempersilakanku untuk melakukan apa yang ingin lakukan. Dia membebaskanku untuk melakukannya, dan itu menyenangkan."
"Sebebas itu?"
"Ya. Tapi tetap berada di bawah pengawasannya, tentu saja."
"Bagaimana cara dia mengawasimu?"
"Aku tidak tahu."
"Kenapa kau bisa bilang kalau dia mengawasimu!?"
"Karena aku merasa begitu."
Hijikata terdiam.
"Entah bagaimana caranya, aku seperti merasa diawasi olehnya setiap hari. Padahal, dia tidak pernah menanyakan apa yang aku lakukan selama aku berada di Yoshiwara. Dia juga tidak pernah menanyakan Hinowa atau anak-anak buahku tentang kegiatanku di sini. Tapi, dia bisa membaca keadaanku. Dia tahu apakah hari itu aku sedang lelah atau tidak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Life After War
FanfictionUsai perang, kehidupan para pahlawan yang telah memberikan Edo kehidupan punya jalan mereka masing-masing. Hijikata dan Sougo, misalnya, yang akan menikahi orang yang mereka cintai.