Chapter 26

903 84 8
                                    


Hijikata membuka kedua matanya. Dia melihat sekelilingnya. Lagi-lagi, Hijikata ketiduran di atas laporan-laporan yang sedang dia kerjakan.

Jam dinding menunjukkan pukul 02.13. Hijikata mencari Mitsuba, dan seperti sebelumnya, Mitsuba ketiduran di depan televisi.

Hijikata berdiri dan menutup pintu teras. Ia mematikan televisi dan berjalan ke arah kamar Mitsuba. Hijikata menggelar futon dan kembali ke ruang keluarga.

Hijikata berjongkok di depan Mitsuba. Tanpa membangunkannya, Hijikata mengangkat Mitsuba dan menggendongnya ke kamar. Sesampainya di kamar, Hijikata membaringkan Mitsuba dengan hati-hati.

Kedua tangan Mitsuba memeluk Hijikata secara tiba-tiba. Pelukannya cukup erat, membuat Hijikata mendadak berhenti bergerak.

"Jangan pergi," bisik Mitsuba. "Jangan pergi dulu."

Hijikata terdiam. Kuso. Ini bukan waktu yang tepat untuk menjadi pria mellow.

Pelukan Mitsuba semakin erat. Hijikata menelan ludah dan membalas pelukan Mitsuba. Pandangan Hijikata beralih ke arah jendela kamar Mitsuba yang terbuka lebar. Hujan turun, tapi tidak deras. Anginnya pun lumayan kencang dan dingin hingga menusuk tulang.

"Mitsuba-san," Hijikata berbisik di telinga Mitsuba. "Selamat tidur."

"Nanti dulu," Mitsuba masih belum mau melepaskan pelukannya pada Hijikata. "Sebentar lagi."

Hijikata tidak bergerak. Ia membenamkan kepalanya ke bahu Mitsuba, mencoba mengingat-ingat wangi Mitsuba yang mengingatkannya pada musim semi, saat bunga sakura bermekaran.

Jemari Hijikata bergerak pelan di punggung Mitsuba. Ia mengusap punggung Mitsuba dengan pelan dan penuh kasih sayang. Ini adalah waktu yang dia tunggu-tunggu. Berada di dekat Mitsuba, menyentuhnya, dan menunjukkan cintanya.

Hijikata sadar bahwa dia terlalu pasif. Dia memang tidak bisa seperti Gintoki, Kondou, atau pun Sougo yang dengan gamblang menunjukkan kekaguman mereka terhadap perempuan yang mereka cintai.

Hijikata masih merasa serba salah. Tapi, dia ingin terus bersama Mitsuba. Tanpa sadar, pelukannya pada Mitsuba semakin erat.

"Jangan memaksakan sesuatu yang kau sendiri merasa tak sanggup," bisik Mitsuba. "Aku akan baik-baik saja, Toshi-san."

Hijikata menatap Mitsuba sekarang. Hidung mereka nyaris bersentuhan. Hijikata mendekatkan wajahnya pada wajah Mitsuba. Di saat tangan kanannya bergerak dan mengusap pipi Mitsuba, bibirnya menyentuh bibir yang selama ini ia kagumi.

Ciuman itu berlangsung hangat dan cukup lama. Author rasa, lidah mereka sampai beradu.

"Toshi-san," bisik Mitsuba seraya menghentikan ciumannya dengan Hijikata. "Jemuran belum diangkat."

Hijikata menatap Mitsuba dengan lembut. Hijikata memberi kecupan keras di bibir Mitsuba dan berdiri. Hijikata keluar ruangan menuju tempat Mitsuba menjemur seluruh pakaian yang ia cuci.

Hijikata berhenti berjalan. Jemarinya menyentuh bibirnya sendiri. Darah mengalir deras dari hidungnya hingga menetes ke lantai. Dia menyekanya dengan punggung tangannya dan berjalan ke tempat jemuran.

***

Gintoki memandang malas layar handphone-nya dengan kedua kaki di atas meja. Gintoki sedang duduk di meja kerjanya, dan dengan muka malas, ia mengetik sesuatu pada handphone-nya.

"Oi, Honey," kata Gintoki pada Tsuki yang sedang membereskan meja makan. Dia menoleh ke arah suaminya. "Aku ingin makan shabu-shabu malam ini."

"Mahal," jawab Tsuki singkat. Pandangannya beralih pada tumpukan komik Jump di atas meja.

"Aku sudah satu bulan tidak makan shabu-shabu, Honey," kata Gintoki.

"Ya, kamu beli saja bahan-bahannya," balas Tsuki.

Jemari Gintoki bergerak. Dia mencari nomor telepon Kagura dan mengirimkannya sebuah pesan.

Oi, Kagura, kita mau makan shabu-shabu malam ini.

Tak lama setelah Gintoki mengirimkan pesan tersebut, Kagura menjawab pesannya.

Ikut! Aku dan Sougo pulang pukul 17.00. Sougo boleh ikut?

Ck. Boleh asal dia mau membelikan dua kilogram daging.

Brengsek kau, Danna.

Itu Sougo yang nulis. Oke, kami setuju. Butuh apalagi, Gin-san?

Itu saja. Sampai nanti malam.

Sampai nanti malam, Gin-san!

Gintoki meletakkan handphone-nya di atas meja dan meraih kiseru yang ada di sebelah handphone-nya.

"Shinpachi!" teriak Gintoki.

Shinpachi pun muncul. Tangannya sedang menggenggam sekotak besar makanan anjing.

"Ya, Gin-san?" tanyanya.

"Belikan jamur dan sayur-sayuran. Tsuki mau memasak shabu-shabu untuk makan malam," kata Gintoki.

Life After WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang