10. Car Free Day

7.6K 563 25
                                    


Minggu pagi

"Kak, batagor itu kayaknya enak!" seru Gilang hendak menghampiri abang penjual batagor.

"Olahraga dulu, baru makan!" seruku, menarik tangan Gilang memasuki barisan senam.

Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Car Free Day . Bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat, menurunkan ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, beberapa jalanan ditutup dan berubah jadi lapangan olahraga. Yang diadakan setiap hari minggu di Gor Pangsuma, Pontianak, aku pun memutuskan mengajak adikku yang malas itu untuk ikut serta disana.

"Malu kak, gengsi!" serunya saat kami mengambil barisan belakang.

"Tenang aja gak ada yang liat kamu, semua orang pada sibuk sendiri." jelasku, mulai bergoyang (baca:senam) mengikuti irama dan intrukstur di depan sana.

"...." Gilang melihat sekeliling, saat merasa aman, ia mulai mengikutiku senam.

"And one! And two! And three!" seru Gilang mulai heboh sendiri. Dia bahkan menambah-nambahkan menggoyangkan bokongnya kesana kemari mengikuti irama musik dangdut yang sedang diputar.

"Dasar malu-malu kucing." gumamku.

"Ayo kak jangan ragu-ragu." ujarnya mulai terbawa suasana.

"...." Aku mengabaikannya.

"hihihi," tawa cekikikan terdengar dibelang kami. Ternyata itu segerombolan gadis remaja yang tertawa melihat aksi Gilang.

"Terus, yang heboh! Biasanya yang paling hot akan dapat suprise." ujarku,  memanas-manasi.

"AND TWO! AND THREE ... ASIK BANGET!" serunya makin heboh, pakai acara loncat-loncat segala.

"Hahahaha," Para gadis baru puber itu pun tak dapat menahan tawa melihat kekoyolan Gilang. Membuat orang yang dimaksud menoleh kearah mereka, baru sadar jadi pusat perhatian, malu.

"Coba di-video-in mungkin kamu bakalan viral, khekhe."

"Huh,  aku mau jogging aja." katanya, kesel. Gilang memakai hoody jaketnya dan berlalu pergi.

"Dia pemalu," ujarku pada para gadis itu dan mulai mengejar Gilang, takut ilang, tersesat atau diculik penjahat.

"Dek, tunggu!" seruku.

"Kakak nih gimana sih, aku jadi malu diliat cewek-cewek tadi." keluhnya.

"Ya elah, mereka bilang kamu imout, lucu." dustaku, jangan di tiru.

"Masa'sih kak?" tanyanya, menangkup kedua pipinya, sok manis.

"Tapi bohong!" teriakku dan berlari menelusuri jalur jongging.

"Kakak, kalau mau ninggalin aku, setidaknya beri aku uang jajan!" serunya,  mengejarku.

Tujuh menit kemudian..

"Hah hah, stop." aku ngos-ngosan duduk di pinggir trotoar dan meminta Gilang berhenti berlari.

"Hahh, umur memang tak bisa dibohongi," gumannya.

"Apa kamu bilang?!"

"Santai aja sis, calm dawn."

"Harusnya kamu gak langsung lari kenceng," ujar seseorang menghampiri kami,  "kalau mau istirahat jongging,  itu berjalan santai, bukan duduk." jelas orang itu.

"Om Dimas/Dimas!" panggilku dan Gilang berbarengan.

"Hallo, ayo jalan lagi." ajaknya.

"Sama siapa Mas?" tanyaku, mulai berdiri.

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang