Ch 23: Mama minta pulsa, Umi minta....

6.8K 538 49
                                    

"Mi, besok Alia lembur, pintu rumah langsung di kunci saja. Alia kan punya duplikatnya." infoku pada Umi yang sedang mencuci piring makan malam.

"Hmm," jawab Umi tanpa melihat kearahku.

"...." Aku duduk terdiam di meja makan menatap punggung ibuku. Hingga beliau selesai, mengelap tangannya dan langsung pamit tidur. Meninggalku sendiri di dapur.

Apa yang sebenarnya terjadi sama Umi, bikin heran saja. Ini sudah tiga hari Umi mencueki aku. Bukannya, pamali marahan lebih dari tiga hari. Dan lagi ... apa salah dan dosaku, Umi ... cinta suciku kau bu—oke, lupakan!.

Beralih pada lemari dimana aku meletakkan akua gelas, sebagai pengganti cangkir umi yang pecah. Diam-diam aku melihat isinya lagi, jika kosong berarti umi sudah tahu. Dan artinya umi marah karena masalah benda rapuh mudah pecah itu.

"Kertas?" gumamku, menemukan secarik kertas terlipat dua di dalamnya, bersamaan dengan akua gelas yang utuh. Ada sebuah tulisan disana.

— Serius, kali ini bukan Gilang, Mi ... Kakak pelakunya! —

"Kurang asem!" pekikku pelan.
.
.
.
"Bi, Umi itu kenapa sih?" tanyaku, menghampiri Abi dan Gilang yang tengah menonton televisi. Abi duduk di sofa dan Gilang duduk bersila di bawah.

"Abi juga tidak tau." jawab Abi mengambil alih remot televisi dari tangan Gilang. "Gantian, dari tadi kamu nonton mulu ... belajar sana gih!" perintah abi pada Gilang.

"Beli TV satu lagi kek Bi, buat di taruh dikamar Gilang." pinta adikku.

"Kamu pasti, makin malas belajar. Nilaimu yang di bawah garis kemiskinan itu akan semakin tenggelam." ujar abi. Kedua orang tua kami memang tidak terlalu memanjakan anaknya. Hanya ada satu TV plasma untuk semuanya.

"Siapa bilang ...  justru Gilang akan semakin pinter!" ujarnya.

Aku dan Abi saling pandang, "Coba jelaskan?"

"Nih ya, TV itu salah satu alat elektronik yang berguna bagi seluruh lapisan masyarakat ... karena memberikan informasi, pengetahuan, ilmu. Jadi ... secara tidak langsung berarti Gilang itu belajar. Dapat ilmu." jelasnya.

"...."

Toyor

"Itu kalo elu nonton acara edukasi. Nah elu, malah nonton Naruto..."

"Itu kan anime inspiratif kak. Perjuangan Naruto, si bocah idiot yang bermimpi menjadi, HOKAGE...!"

Aku mendengus, "Gak ada hubungannya dengan pelajaran matematika bocah ... lagian udah kadaluwarsa, sekarang itu jamannya ... nonton Borunto!" ujarku, menyebutkan nama anak sulung dari Hokage ketujuh itu.

Tok. Abi mengetok kepalaku dengan remot TV.

"Same ajeh, Botol Kecap!" seru abi, mencoba lawakan Pesbukhen.

"Bisa ajeh lu ... Sambal Terasi!" Gilang membalas lawakan Abi.

Tok. Kali ini Abi mengetok kepala Gilang.

"Ngomong yang sopan sama orang tua!"

"Huhh, kan becanda, Bi" Gilang mengelus kepalanya.

Aku tertawa, "Rasain lu, Ulekkan Mpok Jum!"

"... Lagi-lagi terjadi ... seorang ibu membunuh dan memutilasi, ketiga anak-nya ..."

"...." Kami terdiam, menyimak sekilas berita di televisi yang sedang menyiarkan secara live seorang ibu yang digiring polisi menaiki mobil patroli.

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang