Ch 22: Kerja Bakti dan Kerja Batil

6.6K 535 57
                                    


"... untuk terciptanya lingkungan bersih, terhindar dari berbagai jenis penyakit yang disebabkan lingkungan yang kotor, seperti demam berdarah, flu burung, rabies, kutu air, ambeien ..."

"Abi itu ngomong apa sih, semuanya aja sebutin satu persatu." gumam Gilang, memperhatikan Abi alias Pak RT yang sedang berpidato di depan warganya, dengan penuh wibawa—katanya.

"Hush, kamu tuh gak tau ajah ... setiap hari Abi belajar menghafal naskah itu dengan susah payah tau! " jawabku yang berdiri di belakang Gilang.

"Oh, pantas saja setiap malam aku lihat Pak RT ngomong sendiri di halaman belakang." sambung Dimas, yang berbaris disebelahku. Percayalah kami berbaris asal-asalan, yang pendek di depan yang tinggi di belakang, tidak berlaku disini.

"... jika lingkungan kita bersih dan asri... memangnya siapa yang senang ... SIAPA?!" tanya Abi berteriak, tiba-tiba marah.

"KITAAAA!" jawab warga, pak RT manggut-manggut.

Melihat kesadaran akan kebersihan warga mulai menurun, Abi, sebagai Pak RT hendak mengingatkan kembali pada warganya, betapa pentingnya menjaga kebersihan dan keindahan kompleks. Setelah berkomunikasi dengan beberapa bapak-bapak di kompleks, Abi sepakat akan melaksanakan kerja bakti guna memberantas kotoran alias sampah yang mencemari lingkungan.

Hari Minggu, hari dimana warga, yang seorang pekerja maupun pelajar menikmati hari libur dengan berleha-leha, makan kerupuk sambil nonton sinetron tukang bubur naik sapi. Tapi, kali ini tenaga mereka akan dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih barokah, dengan membersihkan area tempat tinggal tercinta. Sekalian menjadi ajang silaturrahmi antar warga yang baru dan yang warga lama, seperti pepatah yang berbunyi, tak kenal, maka kenalan...

"... untuk lebih mudahnya, kita bagi menjadi dua kelompok ... nah, barisan sebelah kanan saya, bertugas membersihkan selokan ... yang barisan sebelah kiri saya, membersihkan lapangan ini ..." Abi mulai membagi kelompok dengan isayat tangannya.

"Asikk kita sekelompok!" ujar Alvin yang ikut serta.

"Ingat, jangan jauh-jauh, nanti masuk selokan." nasehat Andre, mengacak ramput Alvin yang berdiri di depannya.

"Tidak masalah, kalau Alvin masuk selokan, aku akan tangkap pakai ini!" Andrea menunjukan jaring berdiameter tiga puluh senti, yang dibawanya dari rumah.

"Memangnya ... Alvin ikan cupang!" seru bocah itu cemberut, tapi kemudian ia ikut tertawa.

Setelah seminggu pasca kejadian di kedai ice crem pengakuan, mereka mulai terlihat dekat selayaknya saudara. Aku dapat melihat Dimas tersenyum bahagia melihat anak-anaknya, membuatku tanpa sadar ikut tersenyum juga. Begitu Dimas mengalihkan perhatiannya menatapku,  aku buru-buru melihat arah lain, cuek.

"... Di sebelah sana ada tanaman ..." tunjuk Abi pada puluhan polybag yang sudah warga sumbangkan, dari kantong pribadi. Ada yang membawa tanaman buah-buahan, tanaman hias, sampai rempah-rempah. "Setelah semua bersih, tolong di tanam di tempat yang kira-kira sedap dipandang ... "

"Punya gue yang paling besar!" seru seorang remaja tanggung, memulai bibit-bibit ujub.

"Lebih besar punya gue!" seru teman seangkatan remaja itu, tak mau kalah.

"Yang mana, pohon petai yang bau itu!" jawab remaja tadi, songong.

"Pohon lu juga bau, vangke! Lu bawa pohon jengkol!" balasnya.

"... Semangat dong, wahai wargaku yang tercinta ... ibu-ibu disana, pasti sedang berkerja keras memasak untuk kita ... Sekali lagi, MANA SUARANYA!!" ujar Abi dengan toa-nya.

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang