13. Nostalgia

6.7K 522 23
                                    


"Al, aku kan sudah lama ni yah, disini," ujar Dina memegang tenggorokannya, "kok, dari tadi kamu gak nawarin aku minum?!"

"Di sebelah sana," Aku menunjuk kearah dapur, "anggap saja rumah sendiri." lanjutku tersenyum manis.

"Ck, bilang aja kamu malas bawain aku minum!" seru Dina, berlalu menuju dapur. Aku tertawa mendengarnya.

"Bawain aku juga!" teriakku. Seret juga makan donat tanpa minum. Bukannya luka dikakiku sakit, tapi perban yang dipasang Umi membuatku sulit jalan.

Tak lama Dina datang dengan dua gelas jus jeruk. Dan menyerahkan salah satunya padaku.

"Ma'acih," ujarku sok imut.

"Kesana yuk?!" ajak Dina, matanya mengarah kerumah Dimas.

"Enggak ah."

"Ayolah Al, aku sudah lama tidak bertemu Dimas."

"Pergi saja sendiri."

"Malu tauk."

"Ada Gilang disana," infoku.

"Dimana? Di dalam?!" tanya Dina, saat tidak melihat Gilang di halaman rumah Dimas.

Aku mengangguk, "Dia bilang mau kerja kelompok bareng Andre. Coba kamu kesana dengan alasan 'Alia mengutusku untuk memastikan Adiknya, benar, sedang belajar atau tidak?'. "

"Ide bagus!" seru Dina, ia langsung saja pergi meninggalkanku.

"Hey, mau kemana?!" teriakku, padahal aku hanya bercanda saja. Dina malah sungguhan pergi kesana, meninggalkan diriku di kamar dingin dan gelap sepi ini.

Tak lama aku melihat keluar jendela Dina sudah ada disana. Ia menyapa Dimas yang sedang bermain bersama anaknya di halaman. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan, terlalu jauh.

"ALIAAA!" Teriak Dina melambaikan tangan ke arahku.

Aku langsung saja mengambil buku, pura-pura membaca, "Kurang ajar si Dina, bisa berabe urusan, kalau aku ketahuan sering mengintai lewat jendela." gumamku, membalas lambayan tangan Dina dengan senyum yang di paksa.

"Tante!" panggil Alvin turut melambaikan tangan begitu juga dengan Papahnya.

Lalu aku melihat Dina kembali berbincang bersama Dimas. Tak berselang lama aku melihat sebuah motor terparkir di halaman rumah Dimas.

"Aris," gumamku, "huff" aku menutup gorden jendela kamarku, ingatanku kembali melayang pada ucapan Aris tempo hari, saat ia memintaku menunggunya.

"Ada perlu apa dia kesana?!" rasa penasaran membuatku kembali mendekati jendela, mengintip dari celah gorden.

Aku melihat ia berbincang bersama Dimas dan Dimas mengenalkan baby sitter anaknya dan Dina. Dina yang belum tahu rupa Aris, mantanku, hanya bersikap biasa saja, mungkin Dina hanya merasa namanya saja yang mirip.

Aku memutuskan mengirim pesan kepada Dina yang bertuliskan, "Cepat kembali!" tapi dasar Dina, ia cuek saja setelah membaca pesanku itu. Aku melihat Dina sibuk tertawa saat mengobrol dengan Aris. Dina sampai tertawa terbahak-bahak hingga suara nya sampai ke kamarku, gak elit banget.

Aku pun menelfonnya, walau tidak di jawab, ia berlalu meninggalkan rumah Dimas. Kemudian di susul Aris yang juga pulang sebelum melihat sebentar ke arah jendela kamarku.

"Ngapain sih kamu, gak bisa lihat orang senang. Tadi itu aku baru kenalan cowok ganteng." jelas Dina saat kembali ke kamarku.

"Kamu tau tidak,  cowok yang tadi itu siapa?" tanyaku.

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang