Bagian 23
"can't you be my sister?"— • ° 🍂 ° • —
Suara tongkat yang beradu belum juga mereda sejak tadi. Dua perempuan yang sama-sama terlihat ambisius itu sedang mengadu pedang mereka yang berbentuk tongkat kayu panjang. Salah satunya terlihat masih menggerakkan tongkat dengan santai, sedangkan yang satunya terlihat seperti sudah kehabisan tenaga.
"ayo bangun! Apa hanya segitu kemampuanmu?" teriak orang yang masih terlihat penuh tenaga itu.
Jieun meraih tongkatnya lalu bangkit. Dia kembali melayangkan beberapa serangan pada orang itu. Dari matanya terpancar semangat dan kekuatannya yang membara walaupun tubuhnya tidak lagi mendukung semangatnya itu. Gawon bisa menangkis atau menghindari serangan Jieun dengan mudah. Entah bagaimana perempuan itu masih bisa memiliki tenaga sebanyak itu. Jieun geram, dia mengerahkan tenaganya yang tersisa dan memukulkan tongkat kayunya pada tongkat milik Gawon. Diluar dugaan, tongkat itu patah menjadi dua bagian. Bukan hanya Jieun, Gawon pun terkejut melihatnya.
"wah, kau sudah semakin kuat sekarang, tuan" kagum Gawon.
Jieun sendiri terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lakukan, "apa aku.. benar-benar mematahkannya?"
Gawon mengangguk, membuat Jieun melompat kegirangan. "sudah kukatakan kalau aku bisa melakukannya! Sekarang aku bisa memamerkannya pada ayahku!"
"aku ikut senang, tuan. Tapi.. apa tuan yakin ingin memberitahukan ini pada Baginda Raja?"
Raut senang di wajah Jieun perlahan luntur, "ah ya, sepertinya aku tidak akan bisa memamerkannya"
Senyumnya kembali terbit saat melihat lawan bicaranya, "terimakasih, Gawon"
"suatu kehormatan untukku, tuan putri"
Jieun masih tidak bisa melunturkan senyuman di wajahnya. Dia sangat senang, latihannya selama ini membuahkan hasil. Ya walaupun dia merasa masih belum bisa menyimpan tenaganya seperti yang dilakukan Gawon, tapi dia sudah bisa menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya. Melihat hari sudah sore, Jieun jadi teringat dia bisa kemari karena sang ayah sedang beristirahat.
Jieun menoleh pada Gawon, "kalau begitu, sebaiknya aku pulang sebelum ayahku bangun dan menyadari kalau aku tidak ada"
Lawan bicaranya itu mengangguk, "hati-hati, tuan"
Jieun mengangguk, lalu beranjak dari sana. Melihat Jieun sudah semakin menjauh, Gawon merapikan kekacauan yang mereka akibatkan. Sejujurnya, tangannya terasa sangat pegal. Dia sesekali memijati lengan atasnya sendiri sambil merapikan kayu-kayu yang berserakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXPIRED
FanfictionAku tidak tahu sejak kapan, tapi aku benci melihat angka. Ah, mungkin kau akan berpikir kalau aku hanya benci matematika seperti kebanyakan siswa. Tapi, tidak. Angka yang ku lihat, jauh lebih mengerikan dari persamaan matematika. Kau mungkin mengang...