PELANGI Di SENJA HARIBibib suntuk berdiam dalam kamar seharian. Tapi ia tidak tahu mesti melakukan apa. Di luar sedang hujan rintik rintik. Bibib menengok ke luar jendela. Dan.... oow... ada pelangi di senja hari.
Perlahan...Bibib beranjak dari kamarnya dan berjalan keluar rumah.
Tujuannya hanya satu..., ke pantai. Seperti biasa..., ia selalu melewati hari-harinya di pantai sambil menanti sore berganti malam.
"Indah sekali... Di sini,... pelangi nampak lebih terang dan jelas." Bibib bergumam sendiri.
Matanya tak sedikitpun beranjak menatap sang pelangi.
"Hmm... sebuah perpaduan warna yang terjalin harmonis....,begitu mempesona."Bibib sedikit nelangsa. Ia mencoba menyandingkan keindahan sang pelangi dengan harmonisasi kehidupannya. Ada sebuah analogi yang ia coba hayati. Sebuah warna yang telah terpatri dalam jiwanya..., dan telah memberinya kebahagiaan yang berbeda. Ada jalinan warna yang dilukiskan ...namun tak dapat diungkap dalam seribu aksara. Dan warna-warna itu kian menggelitik sukmanya....serta membawa imajinasinya jauh ke dunia yang berbeda.
Pelangi dan keindahan sukma .... , bagaimana harus menguntainya dalam jalinan kalimat yang menggelorakan jiwa."Tapi.... oh.... pelangi itu.... kian menjauh... dan... mungkin sebentar lagi akan menghilang dan yang tersisa hanya kegelapan. Atau... ia akan terbawa oleh angin dan badai... sangat jauh..., sehingga aku tidak lagi bisa memandang keindahannya. Sementara aku...., mungkin masih tetap berdiri di sini..., berselancar dalam rasa yang tak menentu dengan sukma yang melayang jauh entah sampai di mana.
Sementara.... sang pelangi berlalu tanpa pernah menoleh ke belakang..., bahwa ada aku yang tetap mandangnya demgan penuh rasa takjub dan meyelipkan keindahannya dalam sebuah analogi kisahku."Duh... Bibib. Kemana kemampuan berlogikamu. Tidak kah engkau tahu... bahwa... tak ada yang kekal dalam hidup ini"
Batin Bibib kian terjebak dalam dialog sunyi yang tak bertepi. Ada kabut tebal yang menyelimuti sukmanya. Rasanya tercabik perih..., sebab ada asa yang yang sulit tergapai..., sesulit menggenggam cahaya dan warna pelangi. Datang membawa keindahan..., lalu kemudian pergi... dan hanya menyisakan perih di jiwa.Bibib melangkah maju dan duduk bersila di pasir putih yang setengah basah oleh gerimis sejak tadi. Tangan kanannya menopang dagu. Sementara matanya tak lepas menatap jauh seolah ingin menembus hingga ke tepian pantai yang tak nampak oleh matanya sendiri. Logikanya bagai berhenti dalam gulungan ombak yang sesekali terkadang datang menghempas..., lalu menghilang dalam waktu sekejap. Nalarnya seolah tak sanggup mengurai kata....menyaksikan sajian alam di hadapannya yang datang membawa harmoni...., namun tak menyisakan suara dentingan dawai yang indah.
Sukma Bibib kembali terpacu...., ada infuls yang yang tak berjarak.., namun tak termaknai. Rasa yang tertinggal.... membuat lisannya kelu untuk memgurai kata dalam kalimat, dan menarik sebuah hipotesa. Sejenak Bibib tercekam. Namun tiba-tiba smartphon dalam genggamannya memanggil. Dan...ow... ternyata Lee yang menelfon.
"Bib.... kamu lagi di mana.!?"
"Di pantai....!" Bibib menjawab datar.
"Aduh Bib... ini kan lagi gerimis....., dan mungkin sebentar lagi bakal hujan deras. Aku jemput kamu sekarang."
Bibib tidak menaggapi kalimat Lee. Hujan rintik tak membuatnya beranjak dari bibir pantai. Sementara Lee memacu mobilnya sengan kecepatan tinggi dengan harapan segera tiba si pantai. Ia nampak khawatir dengan Bibib. Sebab ia sangat tahu kebiasaan Bibib. Lee pun sangat paham jiwa Bibib jika telah berhadapan dengan hujan. Hujan bagi Bibib adalah sebuah sahabat yang memberinya kenyamanan untuk mengeksplor semua rasanya. Baginya...., dalam hujan ia bisa menciptakan tarian yang indah....yang menggelorakan kehendak jiwa dan sukmanya."Duh.... macet lagi... " Lee sedikit menggerutu sebab ia ingin segera menjemput Bibib sebelum hujan benar-benar deras dan mengguyur Bibib.
Lee mencoba melewati jalan dengan memotong kompas. Dan berhasil..., tak ada kemacetan di jalan ini. Tapi lagi-lagi Lee terhalang. Di depannya ada mobil truk yang mogok.
"Waduh... sial. Kok bisa begini ya..."
Dan.... hup... Lee berhasil melewati truk itu. Beberapa menit kemudian... ia telah memarkir mobilnya. Matanya menyapu seluruh pinggir pantai. Dan benar saja..., Bibib telah berdiri menghadap ke pantai dengan tubuh yang telah basah kuyup. Nampaknya Bibib tengah terlarut dalam dialog bersama batinnya. Lee tidak segera mendekati Bibib. Dari jauh... ia mperhatikan Bibib yang tengah larut dalam dialog sunyi bersama sang hujan.Perlahan... kepala Bibib menengadah ke langit. Wajahnya yang semakin pucat dibiarkan diguyur hujan. Tiba-tiba tubuhnya bergerak.... melik....lalu membentuk sebuah gerakan fengan ritme yang sangat dinamis namun nampak indah. Bibib mulai berselancar dalam hujan dengan tarian yang indah dan memukau.
Ia menghentakkan kaki... seolah ia ingin meruntuhkan bumi yang dipijaknya. Kedua tangannya dengan perlahan ia arahkan menuju dada.... lalu terus menyusuri hingga keleher....lalu kembali menghempas keluar. Bibib terlarut dalam gerakan demi gerakan.
Sukmanya semakin tak terbendung. Dalam guyuran hujan ia tetap menari.... memuaskan rasa yang kian menggelorakan asa. Ada desahan nafas yang tak tertepuk oleh alam. Sementara ombak menggulung mendekat.... seolah ingin menyaksikan Bibib menuntaskan segala kegundahan dan kegamangan batinnya. Namun Bibib tak peduli. Ia terus membiarkan sukmanya terbang... melayang jauh.... menembus batas yang tak terjangkau oleh indranya. Dan kembali....hentakan tubuhnya memicu seribu tanya bagi tiap tetesan hujan yang mengguyurnya. Namun tiba-tiba Bibib menghempaskan tubuhnya....terduduk berlutut lemas si pasiryang telah basah. Kepalanya tertunduk lemas....tubuhnya tak berdaya. Namun....sayup-sayup terdengar suaranya....pelan...tapi bagai ingin membelah lautan di hadapannya.....
"Elaaaaaannng.... aku tau di sana kamu pasti mendengarku. Aku tau.... disana kamu pasti sedang membayangkan aku duduk di sampingmu sambil kamu terus mengusap kepalaku. Ia kan Laaaaannggg!?"Dari jauh.... Lee tak bisa lagi menahan rasanya menyaksikan Bibib duduk tertunduk lunglai. Ia segera mendekati Bibib. Dan dengan penuh perasaan..., Lee lalu membuka jaket di badannya... lalu menyelimuti tubuh Bibib yang kian gemetar kedinginan.
"Kita kembali Bibib....dan biarkan semua lelahnya kamu tertinggal di sini. Dan biarkan pedihnya jiwa dan sukmamu terbawa oleh gulungan ombak....jauh.... sejauh jauhnya."
"Mari kita kembali"
Dan.... tanpa menunggu jawaban dari Bibib..., Lee kemudian memgangkat tuguh Bibib dan membawanya ke dalam mobil.
"Kembali"
KAMU SEDANG MEMBACA
CERMIN RASA
Short Story**Waktu yang akan mempererat persahabatan kita.... dan rasa yang akan menguraikannya***