part 5

150 81 9
                                    

DUKA BIBIB
Selasa,  6 Maret 2018

Telah dua hari Bibib terbaring lemah tak berdaya. Tubuh ringkihnya semakin kehilangan tenaga. Wajahnya yang putih pucat kian membiaskan kepedihan
yang mendalam. Tak ada lagi senyum yang menyejukkan. ..apalagi tawa yang renyah. Tak ada candaannya yang selalu menyegarkan bagi siapa saja. Tegur sapanya yang  hangat....seemua menghilang begitu saja...tanpa jejak. Fisiknya seolah sudah tidak sanggup lagi menopang beban batin yang kian tak berujung. "Akhirnya Bibib tumbang juga...,  setelah sekaian lama mencoba bertahan. Bibib sakit lagi."

"Bib.... dimakan ya... rotinya... biar tubuh kamu sedikit bertenaga."
Lee mencoba membujuk Bibib agar mau makan. Namun ajakan Lee hanya di jawab Bibib demgan gelengan kepala. Lee semakin tidak tahan melhat kondisi Bibib yang semakin rapuh. Dadanya sesak menyaksikan Bibib seolah kehilangan semangat hidup.

"Duduk sini Lee..."
Mendadak Bibib meminta Lee duduk di samping sofa bed tempat Bibib berbaring. Lee maju...., lalu meraih  kedua tangan Bibib...menggenggamnya dengan kuat.
Namun mata Bibib tetap terpejam. Kelopak matanya seolah enggan untuk terbuka ...apalagi buat menatap. Namun suaranya tiba-tiba terdengar sangat halus

"Lee...., aku tau... Elang kini terbangnya sangat jauh.... Namun...kepakan sayapnya tetap terasa di sini Lee...."
Bibib kemudian meletakkan ke dua tangan Lee di dadanya.  Seolah ia ingin meyakinkan Lee...  bahwa sampai kapan pun...,  dan apapun kondisinya... Bibib akan selalu mengenang Elang... dan menempatkannya dalam bingkai yang begitu indah di sudut hati dan jiwamya yang paling dalam.

"Elang boleh jauh Lee... tapi itu hanyalah fisiknya. Jiwanya akan tetap ada di sini bersama kehidupanku...  dan akan tetap mengukir kisahnya di sini... bersama empatiku.
Tak memggeliat seorang sahabat...., tanpa sahabatnya turut merasakan....dan tak meneter air mata di antara kami...., melainkan salah satunya pasti akan menghapusnya."

Tutur kata Bibib kian menghujam menusuk jauh ke dalam sanubari Lee. Tarasa ada sebuah harapan..., namun pun seolah ada kepahitan yang menghadang. Lee terus mandangi wajah pucat Bibib. Sesekali helaan nafasnya menghembus halus menerpa wajah Lee. Setelah itu... kembali hening... Tangan Lee tetap dibiarkan menempel di dada Bibib. Seolah ingin memberi kepastian ke pada Lee..., bahwa rasa Bibib tidak pernah lepas dari Elang.

"Lee... kamu tau kan..., bahwa file-file kehidupanku yang utuh....hanya Elang yang menyimpannya...rapi. Tentang kebahagiaanku...walau ada tangis yang mengiringi..., tentang kegembiraanku...yang tak luput dari deraan luka batin..., tentang harapanku..., yang selalu tercederai oleh karena ketidakberdayaanku.
File-file itu telah terbawa bersama Elang...,  Lee....Semuanya... "

Suara Bibib kembali melemah....
"Lee....,  Elang berhak punya kehidupan sendiri.... mengukir sejarahnya sendiri... dan...memilih.... meniti ...garis hidupnya sendiri. Tapi..... "
Bibib tidak melanjutkan kalimatnya. Ia lalu menarik nafas dalam-dalam. Ada titik-titik bening yang mulai bergulir... menetes di pipi nya yang kian pias. Bibib menangis...meski ia telah berusaha sekuat tenaga menahan air matanya.  Tangis Bibib kian meluap saat Lee tiba-tiba saja menyeka air matanya...., sebab yang biasa melakukan itu adalah Elang... dan bukan Lee.

Sesaat kemudian.... suara Bibib terfengar lirih....
"Elang boleh terbang ke manapun Lee.  Namun bagiku.... ia tetap dekat....dekat Lee... sangat dekat.  Rasa dan naluriku yang mendekatkannya.  Dan empatiku yang akan meyimpannya di sini.  Dalam bingkai yang tak akan terjamah oleh siapapun. Yach... tetap di sini.
Dan aku akan tetap menulis kisah-kisah ini.... hingga jari-jari tangan ini tak mampu lagi aku gerakkan... dan hingga rasa ku tak lagi sanggup memberiku aksara. Aku akan terus mengukirnya Lee.... meski mungkin Elang tak akan pernah lagi bisa menyelami kisah kami.

Mendengar kalimat Bibib.... hati Lee kian teracak-acak.  Ia lalu tertunduk lunglai. Tenaganya bagai tersedot habis menyaksikan duka Bibib. Dengam sisa-sisa kekuatan.... ia lalu berbisik di telinga Bibib.
"Bibib...., Elang harus melanjutkan hidupnya... sama seperti kamu. Dan... jika saatnya telah tiba... ia pasti akan kembali."

CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang