Part 21

61 42 7
                                    

SAAT HATI SEPI BERNYANYI
8-4-2018

Langkah kaki Bibib menunjukkan kepercayaan dirinya. Ia menuju ke panggung dengan penuh senyum.
Tepuk yang riuh menyambutnya. Iapun tak lupa melambaikan tangan ke penonton.
Tak berapa lama..., tepuk tangan penonton kembali hening...
Pelan... namun menyentuh kalbu.
Bibib mulai melantunkan lagunya. Sesekali tepuk tangan kembali bergemuruh. Setelah itu... hening kembali menyelimuti. Yang terdengar hanya suara Bibib...,mengalun menyelusuf masuk ke rongga sel setiap pendengarnya. Satu persatu.... pendengar  larut...,  terbawa dalam nyanyian Bibib.  Banyak yang menunduk sambil meneteskan air mata. Sebagian lagi terisak.... dan yang lain menghapus air mata. Ada pula yang terpaku..., diam tak bergerak tan pa kata. Nyanyian Bibib bagai menghipnotis setiap pendengarnya.

Sementara Lee hanya diam terpaku. Ia sangat kaget...,  sebab selama ini ia hanya tahu..., kalau Bibib hanya gemar menulis fiksi  dan melukis. Ia sungguh tidak pernah pernah tahu kalau Bibib juga ternyata memiliki suara emas dan menjadi bintang di panggung. Rasa kagum Lee...,  mulai menyelusuf masuk di relung jiwanya. Dingin  dan bagai hembusan angin yang memberi kesejukan.

Bibib terus bernyanyi dalam irama yang menggetarkan jiwa. Namapak ada kehendak batin yang ingin diungkap.
Kepakan jiwa  Bibib kian tak terbendung....., ia seolah ingin mengeksplor semua rasa yang ada dalam jiwanya. Riuh gemuruh tepuk tangan penonton yang sesekali terdengar...,  tak dihiraukannya. Bibib terus saja bernyanyi... seolah ingin menuntaskan semua polemik batinnya. Dan benar saja...,  ia pun tak sanggup membendung kedua sungai kecil yg ada di wajahnya. Dibiarkannya air mata itu mengalir... mengiringi bait-demi bait dari lagunya. Bibib larut di kedalaman jiwanya.... dan membuat setiap orang yang menyaksikan... ikut terbawa oleh rasanya Bibib.  Rasa yg begitu dalam....namun juga menghimpit di dada. Ada yang tak termaknai di kehidupannya. Dan ada yang tak ternalar oleh akalnya.

Dan... Bibib pun mengakhiri lagunya dengan begitu manis...., diiringi tepuk tangan yang meriah oleh para penonton. Senyum puas nampak mengembang di bibirnya.
"Indah Bib...,  penuh penghayatan." Lee mendekat dan memberinya pujian.
"Biasa saja kok Lee... tdk ada yang istimewa." Bibib balik menjawab.
"Itu menurut kamu Bib... , tapi coba lihat antusiasme penonton. Betapa banyak yang larut dalam alunan suara kamu. Bahkan banyak yang meneteskan air mata,." Lee kembali memuji .
"Ahh...,  itu hanya kebetulan saja Lee."Bibib  merendah.

"Kamu bernyanyi dengan jiwa Bib. Sehingga siapapun yang mendengarnya..., akan ikut terbawa dalam perasaan. Aku tak menyangka..., kamu bisa tampil menyanyi seindah ini Bib. Kagum.... Sungguh!! "
"Tapi aku bukan seorang penyanyi Lee. Aku memang penikmat musik tapi bukan penyanyi. Dan jika aku menyanyi...,  itu tidak lebih dari sekedar hobby..., atau... sekedar ingin menumpahkan rasa yang ada dalam batinku Lee.
"Pantas  saja kamu nyanyinya pake nangis begitu." Bibib nampak tersenyum dengan ucapan Lee "

"Hmm.... Lee.....Mungkin kamu tidak akan pernah tahu jika..., hanya nyanyin-nyanyian inilah yang menemaniku dengan setia sejak Elang pergi. Hanya nyanyian inilah tempat aku menumpahkan lara batinku. Aku masih ingat saat-saat terakhir Elang memberi aku nasehat . Bahwa suatu hari kelak aku harus membiasakan diri tanpa kehadiran Elang. Sebab sedetik waktu yang berikut...,  dalam kehidupan manusia...., adalah misteri Tuhan yang tidak satupun di antara kita yang bisa tahu paati. Dan rupanya..., itu adalah isyarat dari Elang...,  bahwa dia akan berada jauh dari kehidupan aku. Itulah kide yang di berikan oleh Elang... bahwa aku harus terbiasa tanpa dia  di setiap situasi dan dalam kondisi terburuk sekalipun. Hmm... Elang... begitu apik cara dia menyiapkan mentalku....,  untuk hal sangat berat bagiku.
Tapi sekalai lagi...,  Elang bagi aku...,  tetap  bersamaku  sebab ia ada bersemayam dalam jiwa dan sukmaku."
Bibib  berkata hanya dalam batin... sebab ia tahu betapa Lee telah menemaninya dengan kesabaran yang  setengah dewa.

"Kamu memang selalu  bersama aku Lee...,  dan selalu  ada saat aku butuhkan..., namun tetap saja bagiku...,  kamu bukan Elang. Dan hanya Elang yang sanggup mengisi seluruh saraf-sarafku..., meski fisiknya tak lagi berada bersamaku." Bibib menjerit dalam batin.

"Bib... kita duduk  di pojok sana saja ya...."
Tanpa menunggu jawaban dari Bibib,  Lee lalu meraih tangan Bibib dan menuntunnya berjalan menuju sebuah meja yang ada di pojok. Lee kemudian menarik kursi keluar lalu mempersilakan Bibib duduk.
"Ahh... Bibib..., mengapa kamu diam tanpa kata dalam acara semeriah ini!!  Adakah lagi yang mengganjal di bati kamu Bib...?! "
Akan tetapi kalimat imi hanya sanggup di ucapakan dalam hati oleh Lee. Ia tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan semua itu di hadapan Bibib.

"Lee... sejak Elang pergi..., entah mengapa aku tidak begitu betah berlama-lama duduk dalam pesta kayak begini."
"Ia... bersabarlah sedikit  ya... pestanya sudah hampir juga berakhir!" Lee sedikit  membujuk Bibib.
Bibib lalu membuka smartphonnya untuk mengusir rasa bosannya.
"Lee.... coba lihat... ada email dari Elang.  Dan coba lihat... ada fotonya yang sedang tersenyum."

"Bibibku yang juga bayangan diriku. ... jangan pernah bersedih ya... Lihat aku di foto ini... selalu tersenyum bukan...?!" Meski tubuhku penuh dengan selang dan jarum impus..., lihat...., aku tetap kuat kan?!  Aku yakin... Bibibku akan selalu setegar batu karang."

Lee membaca tuntas email dari Elang. Namun tiba-tiba terasa ada yang kosong dalam jiwanya. Entah mengapa seperti itu..., Lee tidak mengerti dengan batinnya sendiri.  Namun ia segera menepisnya dan menyerahkan kembali smartphon itu ke Bibib. Bibib tidak boleh tahu kegundahan jiwanya. Sepahit apapun kenyataannya ia harus tetap tegar dan perkasa di hadapan Bibib.

Tiba-tiba  tangis Bibib pecah..., meski ia telah setengah mati menahannya. Tubuhnya tergoncang. Lee pun larut dalam kesedihan menyaksikan Bibib... meski ia tidak nampakkan. Ia lalu menggengam kedua tangan Bibib kuat-kuat. Berharap bjsa meredakan tangis Bibib.
"Lee... Elang pasti akan sehat kembali bukan...?!." Tangis Bibib mulai reda
"Ia Bib... Elang pasti akan sehat."
"Coba perhatikan jenggotnya... panjang... lucu kan...?!  Elang kok memanjangkan jenggot ya Lee.  Apa ia....???"
Bibib tiba-tiba tidak menyambumg kalimatnya. Ada yang sedang bermain di otaknya. Namun tak diuntai dalam kalimat. Ada asa yang kembali membuncah... namun kembali mengalirkan sejuk di setiap  sudut dalam jiwa Bibib. Nalarnya kembali menerawang jauh ke belakang.

Sementara Lee  juga terdiam...., dan hanya menguntai kata tanpa aksara dalam otaknya.
"Rupanya kamu belum tahu Bib... jika sebelum kepergiannya... Elang memang sudah punya tekad untuk meninggalkan semua hiruk-pikuk dunia yang menjenuhkan batin dan jiwanya. Sama seperti tekad kamu Bib."  Namun lagi-lagi Lee hanya bisa menyimpan kalimatnya dalam hati... sendiri.

"Aku merasa ada yang berbeda dari Elang kini..., Lee. Cobalah tatap foto ini.
Wajah di foto ini menunjukkan betapa tenang jiwanya....meski  di tubuhnya penuh selang infus dan jarum-jarum suntik. Perhatikanlah senyumnya Lee.....amat menyejukkan bukan...??" Lee hanya bisa mengagguk halus.

Rasa haru mulai menyelimuti jiwa Bibib. Pikirannya menerawang jauh ke file-file kebersamaannya dengan Elang sekian waktu lalu. Di mana Elang.... yang tanpa di duga oleh  Bibib...dengan manisnya..., membisikkan kata **Bib... akupun kagum dengan perempuan bercadar.... dan aku akan menunggu hijrahnya kamu***
Titik-titik bening kembali jatuh satu-persatu di wajahnya.  Hari ini.....tangisan Bibib kembali pecah....,  dan itu bukan berarti bahwa Bibib lemah.  Dan jika hari ini.... Bibib mengeksplor semua rasa dalam jiwanya.... saat ia bernyanyi... maka pun itu bukan berarti bahwa Bibib telah kalah dalam mengemas rasanya. Ia akan selamanya kuat...., sekuat batu karang...Seperti yang Elang harapkan.

"Bib.... Mungkin Elang telah menemukan dunia yang menjadi harapannya. Dan kamu..., dunia pun akan selalu memberi ruang buat kamu untuk bahagia..., Dan... aku akan selalu  menjejeri langkah kamu Bib. Lee berkata setengah berbisik ke Bibib. Samar.... namun tetap menampakkan kesejukan..., nampak ada senyum di wajah Bibib.






CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang