Part 33

34 31 0
                                    

DARI JAUH IA MENJAGA
1-5-2018

Senja hampir berganti malam. Namun Bibib tetap tak beranjak dari tempatnya. Ia terus saja duduk menikmati deburan ombak di pantai. Ia duduk bertopamg dagu dengan mata yang menatap nanar jauh tak berbatas. Ia menikmati dunianya bersama deburan ombak senja hari.

Bintang-bintang mulai menyembul satu-persatu pertanda malam segera datang. Udara pantai mulai menyelusup masuk disetiap rongga sel membawa dingin. Tapi Bibib nampak tak peduli. Sukmanya dibiarkan terus berkelana jauh menembus batas hingga ribuan mil. Ada ruh Elang di pupuk matanya. Tak teraba raganya tapi hadirnya terus ada dalam jiwa Bibib.

"Suara kamu Lang. Suara yang selalu terdengar berat dan lantang, akan selalu ada  di sini. Menuntun langkahku saat jiwaku dalam kegundahan. Suara yang terdengar tegas dan lugas, meski terkadang terlalu keras bagiku akan tetapi ia telah menenangkan sukmaku saat aku berada dalam ketidakberdayaan. Suara yang setiap katanya hanya boleh diucapkan sekali,  namun telah  menjadi penyembuh luka goresan yang amat perih di dada."

Malam semakin menampakkan wajahnya. Bintang-bintang kian ramai menyembulkan cahayanya. Hiruk pikuk kehidupan malam tidak malu-malu lagi menampakkan diri.
Namin Bibib tetap tak beranjak dari tempat duduknya. Matanya memandang jauh ke atas langit  seolah ingin menghitung satu persatu bintang yang gemerlap dengan cahayanya.

"Elang, cahaya kamu terang melebihi terangnya semua bintang-bintang yang ada di langit itu. Cahaya kamu akan selalu menyembul jelas meski sekumpulan awan berusaha menghalangi."

Dinginnya udara pantai yang telah berselimut malam memaksa Bibib beranjak dari tempat ia duduk lalu berdiri melangkah dengan tangan bersedekap di dada. Tubuhnya yang kian tipis begitu mudah diselimuti udara malam yang amat dingin. Namun Bibib tak peduli. Ia terus berjalan menyusuri pinggir pantai. Sesekali wajahnya tengadah ke langit, seolah ingin mencari sesuatu.

"Raga kamu amat jauh terpisah dari aku Elang. Namun kutetap bersyukur. Sebab aku masih bisa menatap wajah kamu meski hanya sesaat lewat VC. Suara lantang kamu dengan ucapan tegas dan lugas akan tetap terasa hingga di sini. Yach, akan selalu disini menuntun di tiap langkahku. Suara lantang kamu akan tetap menjagaku meski tak bersama raga kamu di sini."

Malam semakin dingin, tubuh ringkih Bibib semakin tak sanggup menahan udara dinginnya malam. Namun kakinya tetap membawa tubuhnya melangkah mengikuti ritme jiwanya.

Setengan mati i a mencoba mencari jejak Lee dalam jiwanya dan sukmanya. Nuraninya ia bedah untuk membuka tiap file yang ada  di dalamnya. Namun tetap saja sama. Tak ada jejak Lee sama sekali. Tak
satupun rongga selnya yang yang terisi dengan file dari Lee. Semuanya hanya ada Elang dengan seribu kisah yang tak bertepi.

"Lee,  aku tau kamu memiliki kesabaran yang tak terbatas buat aku.  Aku tau,  kamu telah menyiapkan ribuan file untuk kamu isi dengan kisah-kisah melebihi kisah yang telah di ukir oleh Elang.  Namun aku tak sanggup Lee.  Aku sungguh tidak sanggup.  Sebab raga kami,  raga aku dan Elang memang terpisah jauh akan tetapi,  lihatlah Lee,  lihatlah. Elang tetap tak pernah beranjak dari diriku. Ia tetap ada bahkan di setiap helaan nafasku. Suaranya tetap terdengar lantang mendampingi setiap langkah kakiku.  Memang ia tetap menjagaku dengan cara yang tak lazim. Tapi bagiku,  raganya tetap berdiri di samping aku di sini meski tak nampak dalam jangkauan yang kasat mata."
Bibib larut dalam dialog batin yang semakin memiriskan jiwanya.

Tubuh ringkih Bibib semakin gemetaran menahan dingin. Namun jiwa dan sukmanya tetap mengembara melintasi ruang dan waktu yang tak terjangkau nalar.
Langkah kakinya tetap setia membawa raganya mengikuti alunan deburan ombak yang kian ganas menghantam karang di pinggir pantai. Sesekali terdengar helaan nafas yang keluar dari bibirnya yang kian pucat.

"Lee,  bagaimana mungkin aku menyimpan file tentang kamu jika semua rongga sel di tubuh aku ini semuanya telah terisi dengan file-file Elang?!.  Bagaimana mungkin aku melanjutkan hidup aku dengan sebuah kisa yang tak dapat aku ukir dengan manis dan dan indah karena ada yang tidak dapat terkoneksi jauh kelam jiwavdan sukmaku.  Bagaimana mungkin Lee,  aku dan kamu bisa berjalan seiring jika ruh Elang tetap menjejeri setiap langkah aku?!"

Karena tak kuat menahan rasa yang semakin berselancar jauh melintasi kesanggupan nalarnya akhirnya tubuh Bibib terhempas jatuh. Ia kembali terduduk di pasir dengan dengan kedua tangan memeluk kedua kakinya. Batinnya kembali mengalami guncangan yang meyesakkan dada.

Sementara Lee memacu mobilnya sedikit lebih kencang dari biasanya. Ia telah khatam semua kebiasaan Bibib. Lee tau bahwa saat Bibib dalam guncangan batin yang tak kuat ia tanggung,  maka pasti tempat yang tepat baginya adalah pantai. Yah... pantai.
Dan benar saja, dari jauh Bibib nampak tersorot lampu mobil Lee. Sedang duduk dengan lutut bertopang dagu.

Lee mendekati Bibib,  dan langsung menyelimuti tubuh ringkih itu dengan jaket yang sengaja ia bawa. Sedikit terkejut,  Bibib lalu menatap wajah Lee. Bibib menatap jauh ke dalam mata Lee amat dalam. Ia seolah mencari sebuah kejujuran dan keihlasan.
Ada titik-titik bening yang tiba-tiba saja mulai menyembul di kedua anak sungai si matanya.

"Lee...,  gak papa kan jika aku bertanya ke kamu."
Tak ada jawaban dari Lee.  Namun tangannya kemudian merengkuh tubuh kecil Bibib,  lalu mendekapnya erat.
"Bib,  aku sudah tau apa yang ingin kamu tanyakan."
"Tapi Lee..."
"Sttt.... sudah. Tenang jiwa kamu yah"

Namun Bibib tetap tak sanggup menahan rasanya. Tetesan bening yang sejak tadi siap meluncur,  akhirnya jebol juga. Ia menagis dalam dekapan Lee. Ia menangis sejadi-jadinya. Gundah jiwa dan sukmanya menjadi tertumpah dalam dekapan Lee.
"Bib,  menagislah sebab tempat kamu yang tepat adalah di sini di dada ini. Menangislah, dan biarkan tangisan kamu itu hanya buat aku dan biarkanlah tangis kamu mengukir kisah baru. Kisah kita berdua,  kisah kamu dan aku."

"Tidak Lee,  bukan di sini tempat aku, bukan Lee.  Tempat aku yang sesungguhnya adalah di dada Elang,  di jiwa dan sukmanya"
Namun semua itu hanya bisa dibisikkan oleh Bibib dalam hatinya.














CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang