part 17

85 64 1
                                    

LAGI... EMAIL TAK BERTUAN
4-4-2018

"Selamat pagi Bibib..., kamu pasti masih bersembunyi di balik selimut kamu kan...!?  Bau iler kamu terasa kok di sini. Ayolah bangun... ini sudah hampir jam kerja. Oke... aku kecup pipi kamu dari jauh ya. ... biar bangunnya semangat."

Jam di ruang tamu berdentang enam kali membangunkan Bibib. Ia segera meloncat turun dari tempat tidurnya.  Setengah berlari ia menuju kamar mandi....,  membasuh muka. Sejenak kemudian...,  ia kebali ke kamar. ia membuka smartphonnya. Dan... hups.... ada email. Bibib mencoba membuka dan membacanya. Tapi... kembali badannya gemetar. ... sebab pengirim email ini adalah orang yang sama. Walau tanpa nama... namun Bibib sudah amat tahu...siapa yang terbiasa menguntai kalimat seperti itu buatnya. Elang.... Yach... hanya Elang.

"Hhhh.... Elang....mengapa harus email ini yang menyambut aku saat terbangun dari tidurku....Mengapa email ini harus kembali mengacak-acak rasaku dan mematirasakan seluruh saraf-sarafku. Dan mengapa.... saat sukmaku tak lagi memgembara di balik semua kisah dan cerita kita... email ini datang dan menjebak rasaku lagi."

"Elang.... tahukah kamu jika setengah mati aku menapaki jalan yang penuh dengan batu cadas. Kakiku harus berdarah-darah... namun tetap aku langkahkan... demi melanjutkan kisah....yang entah kapan berakhirnya. Aku sendirian Lang... sendirian.. ... jatuh bangun mengukir kisahku... sebab bagiku... tidak ada pilihan lain... selain mengikuti ke mana takdir membawaku. Tapi Lang.... emailmu. Emailmu kembali... dan membuntuti bayanganku...yang aku sendiri tak pernah bisa meggapainya."

"Mengapa Lang...., mengapa...., tidakkah kamu paham jika ...sesungguhnya langkahku tertatih-tatih  karena berjalan dengan kaki yang tanpa pijakan yang kuat.
Tidakkah batinmu sanggup berempati... bahwa....sejatinya kita ini adalah dua jiwa yang dicipta bukan untuk disatukan dalam bingkai layaknya Adam dan Hawa.
Elang...... aku tidak sanggup.....sungguh tidak sanggup Laaaaang.....!" Mata Bibib mulai basah.

Tubuh Bibib mulai terguncang... menahan tangis yang akhirnya yertumpah bagai guyuran hujan.  Ia menangisi kenyataan yang yang hampir tidak permah tuntas dipahaminya. Diabaikannya... jika ia seharusnya telah berada di kantor saat seperti ini. Tubuhnya lunglai tak berdaya. Seragam kantor yang dikenakannya menjadi tak beraturan. Batinnya kembali meradang.
Diraihnya kunci mobil yang sejak semalam tergeletak di meja riasnya. Ia berlari ke garasi... dan secept kilat... ia memacu mobilnya.  Beruntung kali ini tak banyak kendaraan yang lalu-lalang.

"Oh.... ya dewa... aku kenapa nyasar ke sini lagi ya... bukankah  aku dan Elang sering menghabiskan waktu di sini!?"
Bagai mimpi di pagi hari... Bibib sungguh tidak mengerti...,  mengapa ia harus mengarahkan mobilnya ke tempat ini. Seolah ada kekuatan dari luar dirinya...yang datang memberi infuls...., lalu memerintahkan otaknya untuk kembali ke memory  yang file-file nya sungguh menghentak sukmanya. Sejenak....darahnya bagai berhenti mengali

Bibib memarkir mobilnya....Ia lalu keluar...dan berjalan menuju sebuah pohon. Sejenak ia tertegun. Ada rasa yang membuncah memenuhi rongga dadanya. Di pohon itu masih tertulis nama Bibib-Elang. Bibib lalu terduduk lemas. Kedua kakinya di tekuk. Bibib tertunduk dengan wajah menelungkup di lutut.

"Elang.... Waktu ternyata belum berhasil mengeluarkan kita dari diarinya. Dan kamu Lang... Kamu tetap saja membingkai rasa dan sukmaku dengan apik dalam jiwa kamu.
Aku lelah Lang... Aku sangat lelah... sebab faktanya aku tak sanggup menggapai bayangan diriku sendiri."

Tangisan Bibib meledak. Ia tidak sanggup lagi membujuk jiwanya. Ia berteriak.
"Elaaannng....toloooonnnggg... Buang saja semuanya Lang. Sebab alam tidak memilih kita untuk berada pada bingkai yang sama.  Alam tidak memberi kita tempat untuk saling memberi makna pada jiwa dan nurani kita.  Kita tak punya tempat Lang..... Bumi yang kita pijak menghalangi kita dengan seribu duri yang tajam. Dan.... aku telah lelah Lang.... Aku lelah.... Lelah... Lang..."

Tubuh Bibi tak lagi bisa menahan beban batinnya. Ia terhempas di atas rerumputan yang masih dibasahai embun. Jantungnya seakan ennggan lagi untuk memompakan darah ke seluruh tubuhnya. Sukmanya membisu dalam rintihan yang tak beraksara. Matanya terpejam... namun tetap mengalirkan tiitik air terus membasahi pipi.

Lama Bibib membiarkan tubuhnya  terbaring tanpa ekspresi. Ada asa yang ingin dia hapus dari memorinya.  Tapi  lagi-lagi alam tak menuntunnya untuk menapak.
Pelan.... sukmanya kembali memantik jiwanya untuk mengaktifkan saraf-sarafnya. Ia terhenyak dalam suara batin yang selalu memaksa seluruh saraf-sarafnya untuk tetap mengimput data dari Elang

Bibib kembali mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Ia kembali duduk dengan kepala yang di tengadahkan ke langit. Jiwanya dalam pencarian.  Tangan yamg kuat menggenggam....kaki yang tak sanggup menopang... dan air mata yang terus tertumpah.... memaksa saraf-sarafnya untuk segera mengim infuls ke seruh pembuluh darahnya... untuk kembali... Yach... kembali ke kesejatian kehidupan. Kemana takdir akan membawa kisahnya.

Smartphon di tangannya memanggil.  Dan Lee menelpon.
"Bib.... kamu di mana...."
"Aku akan segera ke kantor Lee.  Sebentar lagi pasti tiba." Bibib menjawab sekenanya lalu bangikit menuju mobilnya.  Ia menghapus air matanya....lalu memavu mobilnya dengan kecepatan yg cukup menakutkan. Sambil hatinya berharap... semoga besok email tanpa tuan itu tidak lagi datang mengacak-acak asa dan rasanya.



CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang