Part 32

22 29 3
                                    

FOTO ITU LAGI
28-4-2018

Lagi email dari Elang. Ada foto Elang dengan kostum merah darah. Sebatang rokok tetap bertengger manis di bibirnya,  adalah ciri khas yang semakin memperjelas jati dirinya. Tangguh dan eksotis. Sebuah tatapan nanar menyembul dari balik kedua kelopak matanya. Guratan keperkasaan nampak  apik tertata, mengisyaratkan bahwa sang pemilik mata begitu cerdas menata gejolak sukmanya.  Ada kelembutan yang nampak samar namun menghujam amat dalam menembus sukma.

Lama Bibib menatap foto itu. Matanya tak berkedip memandang dan menelisik setiap bagian dari wajah Elang. Seolah tak pernah puas,  ia terus saja menatapnya hingga sukmanya tak sanggup menahan rasanya. Ia lalu membawanya dalam sebuah dialoh bisu, bersama foto Elang

"Elang,  mata kamu  telah berkisah banyak padaku. Ia telah menyampaikan kisah perjalanan panjang kamu dalam mencari dan menemukan jati diri kamu."
Jiwa Bibib mulai masuk dalam dimensi yang berbeda

"Aku tau Elang,  sebagai laki-laki yang tangguh, pantang bagi kamu untuk menampakkan warna yang sesungguhnya dari jiwa kamu. Tapi rasa ku mampu menembus dan bermain di dalamnya. Rasaku dapat membaca ribuan file yang tersembunyi di balik mata yang tertutup oleh kaca mata itu Lang. Mata itu,  mata kamu Lang. Mata yang telah memberikan ribuan sandi yang tidak semuanya dapat aku ungkap dalam untaian kata dan jalinan kalimat."

Bibib terus menatap foto Elang dengan dialog batin yang tak ternalar selain oleh dirinya sendiri.

"Kelopak mata yang selalu terjaga menanti asa berbalas tepuk. Meski ada titik-titik bening yang berdiam rapi di bawahnya, namun enggan untuk menyembul walau berkawan duka dalam pencarian. Sementara diatasnya berharap sebuah kecupan manis sebagai pengantar tidurnya, namun kecupan itu masih tetap bersembunyi di balik misteri sebuah skenario alam."
Tak lelah Bibib menatap foto Elang.

"Sekali lagi Lang, wajah kamu.
Memandangnya akan mengalirkan sebuah empati yang mengalir lewat genggaman asa dan rasa. Memandangnya berati mebiarkan sukma terbawa ke dalam lorong-lorong yang tak bertepi. Memandangnya, berarti berjalan  menyususuri tebing-tebing yang hampir tak terdefinisi. Tapi aku telah tenggelam di dalamya Lang.  Aku telah berselancar jauh ke dalannya dan sulit bagiku untuk kembali dan menemukan jalan keluar."

"Bib,  kamu kok bengong begitu. Cari anging di luar sana biar gak boring gitu."
Lee tiba-tiba muncul dan membuyarkan lamunan Bibib.
"Nggak Lee. Aku cuma liat foto Elang yang ia kirim lewat emal."
"Hm. .. kabar Elang bagaimana?! Apa ia baik-baik saja."
"Iya Lee. Elang nampak sudah keliatan segar."
"Syukurlah Bib."

Bib terenyuh mendengar ucapan Lee.
"Tuhan,  betapa besar jiwa Lee. Tak guratan sedih ataupun marah di wajahnya. Ia terus saja membiarkan aku dalam duniaku bersama Elang. Dan aku?!  Oh tidak. Aku sedikitpun tidak meberi ruang baginya utuk masuk ke dalam jiwaku."

"Jalan yuk Bib."
"Tapi aku lelah Lee. Aku mau tidur saja."
"Oke kamu tidur biar bangunnya nanti fresh"
"Terima kasih ya Lee atas pengertiannya."

Bibib kemudian berbalik lalu masuk kamar, sementara Lee tetap duduk di teras sambil membuka-buka majalah desain grafis yang selalu ada di meja teras.

"Bib,  kamu pasti lelah dengan jiwa yang tak pernah berhenti mengembara seperti itu. Kamu pasti lelah,  sebab kamu tetap membiarkan jiwa kamu larut dalam kisah yang hampir pasti tak berujung."
Lee merenung. Ia memikirkan Bibib yang selalu lelah dalam pengembaraan batinnya yang tiada henti.

"Andai saja kamu mau membuka jiwa kamu.  Sedikit saja Bib. Buat aku dan buat kisah kita berikutnya. Aku pasti akan masuk dan menghapus semua lelah kamu itu. Tapi tidak. Kamu begitu tangguh dan kokoh bagai karang dalam hantaman gelombang. Jiwa kamu begitu sulit ditaklukkan."

Tak Terasa Lee larut dalam hayalannya begitu lama. Ia telah menghabiskan waktu hampir dua jam dengan hanya memikirkan Bibib.

Lee tidak menyadari jika Bibib telah terbangun dan duduk di sofa sambil memperhatikan dirinya.
"Maafkan aku Lee,  aku tau kamu punya kesabaran yang cukup luar biasa. Tapi aku tidak bisa berpura-pura dan tidak bisa keluar dari diri aku sendiri." Bibib setengah bergumam pada dirinya sendiri.

"Eh Bib, kamu sudah bangun toh. Nah presh kan?!
" Ia Lee, biar aka mandi dulu yah."
"Ia mandilah dulu."
Bibib pun berlalu. Diam-diam Lee memandangi punggung Bibib dari jauh.

"Tubuh kamu semakin kurus saja Bib."
Ada kesedihan yang mendalam saat menatap tubuh Bibib yang kian ringkih. Ia sedih, sebab Bibib adalah harapannya. Ia akan berduka jika saja ia tidak sanggup membawa Bibib ke dalam kebahagiaan. Dan ia tidak akan pernah memaafkan dirinya, jika  membiarkan Bibib terus-menerus berada dalam deraaan batin yang tiada berujung.

"Bib,  aku tidak ingin kecuali menjadi sesuatu yang indah dalam hidup kamu yang dapat melukiskan senyum di atas kedua bibirmu tatkala engkau mengingat aku. Aku hanya ingin menjadi kebahagiaan kamu."

"Tidak mengapa Elang terus hadir dalam kehidupan kamu, tapi biarkanlah aku memberi warna yang berbeda. Dan biarkanlah aku menitip satu file saja dalam jiwa dan sukma kamu. Sebab satu file itu sudah cukul bagiku, sebab aku menyayangi kamu tanpa sebab."









CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang