Part 11

99 65 0
                                    

KHADIJAHKANLAH
20-3-2018

Belum mengantuk bukan...?!
Dan memang tidak boleh mengantuk. Sebab bumi belum menghendaki kita untuk mengantuk...., apalagi tertidur. Masih teramat banyak yang mesti diobrolkan..., meski itu hanya di pojok-pojok pasar peradaban...,  dan di pinggiran-pinggiran kumuh realita kehidupan. Masih banyak yang berceceran. Kisah-kisah yang tak termaknai...,  coretan-coretan yang tak beraturan..., dan potret diri yang masih buram... berharap empatimu. Mungkin yang terekam dalam kamera CCTV memang hanya punggung kita...,  namun cermin wajah kita yang retak tak berbentuk..., itulah yang terlukis. 
Jangan tidur dulu..., ulurkan tanganmu..., dan genggam kapak Ibrahim..., lalu... luluhlantakkan semua..., yach.... semua yang di luar kesejatian.

Bibib tertidur..., meninggalkan tulisan yang belum tuntas. Jiwa Lee terenyuh menyaksikan Bibib tertidur dengan tangan masih memegang smatrphonnya.  Ada yang belum terselesaikan.
"Bib..... kamu menulis lagi... padahal tubuhmu belum kuat menopang..., kamu berselancar lagi... sementara fisik kamu masih dipenuhi lelah...."
Lee berbisik pada dirinya sendiri, sambil perlahan melepas smartphon dari tangan Bibib. Ia berdiri mematung,  memandang lekat-lekat ke wajah Bibib. Batinnya serasa tak rela menyaksikan Bibib dengan pengembaraan jiwa yang seolah tiada akhir.
"Bibib... kamu adalah sebuah cermin kehidupan yang tiada pernah habis membiaskan cahaya. Tapi mengapa Bib..., mengapa..., cahaya itu selalu tertutup oleh awan mendung. Kamu memberi kehangatan...,  tapi tubuhmu sendiri kamu biarkan berselimut dingin. Setiap saat kamu menebar senyum dan tawa...,  tapi kamu menyimpan dukamu dalam bilik yang tak terjamah..., meski oleh aku."
Tatapan Lee kian nanar..., menyaksikan Bibib terbaring dengan wajah pucat..., tergolek...., dan bagai bayi tanpa cela. Ingatannya tiba-tiba melayang jauh ke Elang. Yah... ke Elang. Sebab "tenangnya" jiwa Bibib...,  ada pada Elang. Tak ada yang tahu.... kapan Bibib bisa sanggup mengeluarkan nama Elang dari memori kisahnya dan file-file sejarahnya.

Wajah lelah Bibib semakin memantik rasa dan empati Lee...,untuk menyelam jauh ke dalam jiwa Bibib. Tapi...lagi-lagi Lee tidak menemukan sebuah konsep diri untuk di bawa ke dalam sebuah defenisi. Lee teruss menatap wajah dan tubuh ringkih Bibib. Ia mencoba menyambung kalimat demi kalimat tentang bibib. Bibib...., adalah sebuah komitmen diri yang tak pernah tuntas. Bibib...,  adalah... gambaran pluktuatif sebuah kehidupan. Bibib... adalah bentuk nyata sebuah sketsa jiwa yang penuh pencarian. Bibib...,  adalah empati yang tak terbatas oleh ruang dan jarak. Dan Bibib... adalah gambaran utuh sebuah daya kontemplatif yang yang belum menemukan sebuah bentuk yang utuh.

Lee tetap  tak beranjak dari tempatnya saat Bibib menggeliat... terbangun.
"Lee... kok aku tertidur ya... Padahal tadi kan aku sedang menulis." Lee tersenyum menyaksikan Bibib terbangun sengan wajah yg sedikit lucu dan sudah agak segar.
"Istirahatlah dulu Bib... Fisik kamu kan masih lemah. Nantilah kalau sudah agak kuat baru menulis lagi."
"Tapi aku ingin tuntaskan tulisan ini buat Elang... Lee."
"Tuhan....sungguh jiwa Bibib telah melangkah jauh ke dalam diri Elang. Elang berada jauh entah di mana... tapi ia tetap saja berkisah tentang Elang." Lee  sedikit membatin.

"Lee... aku tahu... mengantuknya seorang Elang.  Aku tahu detik di mana ia telah tertidur pulas... dan merajut mimpi-mimpinya bersama sepinya malam.  Aku tahu saat sebatang rokok masih bertengger manis di jari tangannya. Dan aku tahu.... saat kepulan demi kepulan asap meluncur indah dari bibirnya yang kian eksotik... lalu memantik seluruh saraf untuk berimajinasi dalam keleluasaan nalar. Aku merasakan helaan nafasnya..., yang lebih nampak seperti sebuah tuntutan ke kehidupan... bahwa... masih ada yang tak termaknai olehnya,  yah... sebuah sajian alam yang nyata namun penuh misteri. Aku hafal pengembaraan jiwanya.  Setapak demi setapak dari tiap langkah kakinya terdengar nyata di telingaku. Tak nampak memang di mataku... tapi batinku tetap dalam dialog bersamanya, Lee."
Lee pasrah...,  mendengar ucapan Bibib.

"Elang tidak boleh tidur..., Lee. Sebab masih banyak kitab-kitab kehidupan yang harus ia baca tuntas. Masih ada jiwa-jiwa yang harus di ibrahim kan.... dan.... masih ada batin yang yang menanti dikhadijahkan."
Bibib berkata lirih...dalam helaan nafas yang  sulit di maknai oleh Lee. Dan sekalai lagi Lee hanya bisa termangu.



CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang