Part 28

53 30 0
                                    

YANG TIDAK PERNAH BERAKHIR
17-4-2018

Elang VC lagi.
"Bib... Itu wajah di tekuk,  kenapa?!  Ada yang gak nyaman di hati pasti. Ada apa...?! "
Suara Elang terdengan tegas meski masih dengan wajah pucat  dan tirus. Wajah Elang nampak jelas terlihat lewat VC.
"Nggak Lang... cuma suntuk aja." Bibib menjawab lemah.
Melihat wajah Bibib yang lesu dan tidak bersemangat seperti itu, Elang sudah sangat paham jika ada yang mengganjal di hati Bibib.
"Elang...". Hanya kata itu yang keluar dari lisan Bibib. Namun perlahan air mata mulai membanjiri kedua pipinya. Dadanya terguncang menahan tangis,  namun tetap saja ia tidak sanggup membendungnya.

"Lho Bibib... kenapa kok nangis begitu. Waduh... ini anak.... kamu kenapa lagi Bib... Ngomong...!!!  Ada masalah apa...?
Elang kian penasaran. Sementara Bibib hanya bisa diam dan tak henti-hentinya menangis.
"Aku capek Lang.... Aku lelah..., lelah dengan diriku sendiri." Akhirnya Bibib bicara.
Kalimat Bibib sudah cukup membuat  Elang paham. Tapi bukan Elang namanya jika ia tidak dapat menguasai dirinya dan menata rasanya sendiri.

"Oke... aku paham. Teruslah menangis. Keluarkan... kalau perlu kamu teriak saja, biar lega."
Biasanya, saat Bibib butuh sandaran maka Elang akan selalu menyiapkan dadanya buat Bibib. Dada Elang adalah tempat yang nyaman bagi Bibib untuk membenamkan wajah dan membuang segala kesedihannya. Akan tetapi itu tidak lagi mungkin bisa terjadi sebab raganya kini telah dibatasi oleh jarak ribuan mil. Elang hanya bisa menatap Bibib lewat VC di smartphon yang lebarnya hanya beberapa centimeter saja.

Rasa Elang kembali tercabik-cabik, sebab baginya... Bibib adalah kehidupannya. Bibib adalah kisah yang akan dibawa selamanya hingga alam tak lagi ingin menampung raganya. Bibib adalah potret kasih sayangnya yang tiada pernah habis.

"Bib... Ayolah senyum... Bibibku kan suka senyum dan selalu ceria. Iya kan?! "
Elang kembali membujuk Bibib. Namun wajah Bibib tetap lesu dengan air mata yang selalu siap menetes.

"Bib... aku paham ada Lee dalam kehidupan kamu. Aku paham Lee pun sangat menyayangi kamu. Dan aku tau Lee..., dengan segala kebesaran hati dan jiwanya tetap menanti kamu hingga kamu sanggup berdamai dengan jiwa kamu sendiri."
Elang hanya bisa mengungkapkan semua ini dalam batinnya. Sebab ia sesungguhnya tidak sanggup mengatakan semua ini ke Bibib.

"Bib... Apa kamu lelah karena aku?  Atau kamu... "
Lee tidak menyambung kalimatnya. Ia nampak mencoba menguasai jiwanya. Dan ia tidak ingin apa yang diucapkannya nanti akan semakin membuat hati Bibib hancur.

"Elang..., aku tidak sanggup menggenggam kehidupanku sendiri. Aku lemah dan tidak berdaya sehingga langka aku pun tertatih-tatih. Bahkan lelah kian datang menyerang dan tak dapat aku tepis dengan jiwa ku yang lemah."

Elang menatap Bibib lekat-lekat,  seolah ingin mencari sesuatu  dikedua bola mata Bibib. Mata yang dulu selalu memberinya sejuk,  mata yang selalu dapat menundukkan hati dan sukmanya. Mata yang tiap saat memberinya kesejukan dalam kemanjaannya.  Mata,  yang telah terbiasa memberinya titik-titik bening dan menghiasi dadanya. Mata, yang kadang nampak jenakanya namun tetap terbalut kelembutan dan keteduhan. Mata..., yg lelapnya menitipkan kebahgaiaan dalam sukma Elang. Dan mata yang selalu meberinya kekuatan dalam kehidupannya.

"Elang VC lagi Bib...?!  Lee tiba-tiba muncul dan menyaksikan VC Elang.  Bibib lalu menyerahkan VC ke Lee.
"Hai Lang... Dah sehat kan?!.
"Ia Lee,  seperti  yang kamu lihat."
"Aku senang Lang bisa VC dengan kamu.
Mendengar ucapan Lee,  Elang tersenyum lebar. Elang menunjukkan kebesaran jiwa yang luar biasa sebab Lee pun bukan orang baru bagi Elang.

"Terima kasih Lee telah menjaga Bibib. Dan terima kasih karena kamu selalu ada saat Bibib membutuhkan seseorang untuk membuatnya kuat. Aku terlalu jauh di sini Lee tidak dapat berbuat untuk Bibib. Meski jiwa ku sangat ingin melakukannya. "
"Siap Lang... sampai jumpa ya." Lee mengakhiri pembicaraan dan kembali menyerahkan smartphon ke Bibib.

"Lang..." Bibib kembali memanggil nama Elang. Mendung tetap tak mau beranjak dari wajahnya. Namun panggilan Bibib tetap di jawan Elang dengan senyum  mengembang. Pancaran mata Elang tetap menyiratkan kasih sayang yang amat besar ke Bibib. Meski dadanya tetap menyimpan sesak yang amat dalam.
"Bib... Sudah ya... kamu akan tetap di sini, hingga waktu yang tiada batas dan tiada akhir. " Elang menunjuk dadanya sambil pamitan mengakhiri VC.

"Kamu baik-baik saja kan Bib?! " Dengan hati-hati Lee mencoba mencairkan kebekuan dengan bertanya.
"Lee... Aku akan selalu baik-baik saja. Akan baik-baik saja."
Bibib mengulang kalimatnya seolah ingin mempertegas kepada Lee bahwa  dirinya akan tetap kuat.
"Jadi kamu tidak usah khawatirkan aku."
Bibib hanya mencoba berjiwa besar, dan Lee tau itu. Meski ia mengatakan baik-baik saja, namun Lee tau betapa sulit bagi Bibib menjalani kehidupan dengan kisah yang berliku seperti ini. Akal sehatnya menyuruhnya mengambil keputusan,  namun rasa,  jiwa,  dan sukmanya tidak dapat ia bohongi.

"Bib.., tidak mengapa Elang menyimpan kamu dalam jiwa dan sukmanya. Sebab itu sudah skenario alam, yang baik aku maupun dia tidak pernah sanggup membuka tabir apa yang ada di baliknya. Dan kamu,  berilah waktu buat rasa,  sukma dan jiwa kamu untuk berdamai dengan diri kamu sendiri." Lee mencoba bicara apa adanya pada Bibib.

Mendengar penuturan Lee,  Bibib hanya diam membungkan. Ia beranjak dari tempatnya duduk dan berjalan menuju jendela sambil menatap jauh. Di pikirannya berkecamuk seribu macam bayangan yang tak sanggup ia proyeksikan satu persatu.

"Lee.., jiwa kamu terlalu kokoh untuk menangkal gelombang dan badai jiwaku. Aku khawatir, akulah yang nantinnya tidak sanggup bertahan Lee. Kamu lapangkan jiwa dan ragamau demi hidup dan kisahku,  namun aku takut jika nanti akulah yang tersesat dan tidak sanggup berjalan dalam kelapangan yang kamu berikan. Sebab di sini,  dalam jiwa dan dalam sukma ini,  memorinya masih di penuhi kisah dan lukisan tentang Elang." Akhirnya Bibib harus jujur pada Lee, meski untuk mengucapkan semua itu,  hati Bibib bagai diiris pisau yang telah diolesi dengan minyak panas.

Namun tudak bagi Lee. Ia nampak tenang dalam senyum,  lalu mendekati Bibib. Ia berdiri di sampingnya dan meletakkan tangannya di pundak Bibib.
"Bib..., kamu lupa bahwa ada sisi yang Elang tidak bisa mengisinya dalam sukma kamu. Dan hanya aku... yach... hanya akulah yang bisa mengisinya. Dan aku akan menunggu saat itu tiba."
Bibib kaget dan berbalik menghadap ke Lee.  Ia menatap wajah Lee dalam-dalam. Namun perlahan,  hanya air mata yang kembali menetes di kedua pipinya.
"Apa kamu sanggup Lee,  sanggup berselancar dalam jiwa dam sukmaku?!
"Pasti." Elang menjawab tenang sambil menggenggam kuat ke dua tangan Bibib.







CERMIN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang