XXVIII - Obat Sakit Hati ((namakamu) pov)

298 38 0
                                    

Aku lari, iya lari tanpa arah yang jelas. Berharap setiap langkah yang aku ambil bisa bikin rasa sakit ini berkurang. Tapi nyatanya, rasa sakitnya malah bertambah. Sakit hati juga sakit kaki. Mengingat hari ini aku tidak memakai flat shoes kesayanganku, tapi memakai sepatu yang memiliki sol cukup tinggi.

Setelah cukup lama aku berlari, aku menemukan  sebuah taman. Mataku langsung tertuju pada satu kursi taman yang kosong. Pun aku berjalan mendekat ke kursi itu untuk duduk dan beristirahat. Aku melihat sekitar, berharap taman ini bukanlah taman yang menjadi saksi bisu berawalnya hubunganku dengan Ari. Arrgghh! Jangan sebut nama itu lagi di depanku.

Aku masih menangis, entah mengapa rasanya susah sekali untuk menghentikan air mata ini. Aku merasakan bahuku berguncang, seiring dengan napasku yang mulai tersenggal.

Puk!

Bahuku ditepuk oleh seseorang, aku menyeka air mata yang membasahi pipiku. Aku menoleh, mendapati lelaki jangkung yang menggunakan kemeja putih dan celana putih sedang tersenyum kepadaku. Dia Iqbaal.

"Princess kenapa nangis?" Aku menggeser tempat dudukku, mempersilahkan Iqbaal untuk duduk di sebelahku.

"Kenapa di sini?" Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya. Berharap Iqbaal mengerti, aku tidak mau membahas masalah itu sekarang.

"Itu bukan jawaban yang aku inginkan nona (Namakamu). Kamu kenapa nangis?" Cih! Dasar lelaki ga peka.

"Kelilipan tadi." Jelas saja aku berbohong.

"Kelilipan apa? Masa kelilipan matanya sampe agak bengkak gitu, kelilipan meteor?" Oh ayolah Iqbaal, aku lagi ga pengen bercanda.

"Cerita dong, biasanya juga cerita." Aku cuma senyum, berusaha meyakinkan Iqbaal kalau aku ga kenapa-napa. Iqbaal ngerti dong, aku ga mau bahas.

"Ga usah sok kuat, makin kamu banyak senyum kayak gitu, makin keliatan kamu lagi sembunyiin sesuatu dari aku." Shit!  Sebenernya dia ga peka atau terlalu peka sih?

"Kamu bawel." Oh tidak! Suaraku bergetar. Ya! Sedari tadi aku menahan tangis yang tak kunjung reda.

"Kalau kamu ga kenapa-napa, ga mungkin kamu nangis kan?" Alih-alih menjawab pertanyaan Iqbaal, tangisku semakin kencang. Kurasakan bahuku bergetar kembali. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, berusaha menyembunyikan bare face --sebenarnya lebih ke beler face--  ku di depan Iqbaal.

Tanganku ditarik paksa --walau sebenarnya secara lembut-- oleh Iqbaal, dia berusaha melepaskan tangan yang menutupi wajahku. Setelah berhasil, dia menarik daguku perlahan agar menatapnya. Matanya memberi kode agar aku segera bercerita.

"I...Iqbaal di...dia ja..hat Baal. Hiks.. Bahkan wangi cewe itupun dia tau Baal. Hiks hiks hiks."

"Dia? Maksud kamu Ari?" Akupun mengangguk. Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diriku sendiri.

"Sebelumnya kita bertengkar Baal, kayak apa yang kamu lihat di Instagram Ari, kita bertengkar gara-gara itu. Aku minta penjelasan dan dia setuju sampai akhirnya kita ketemuan di cafe."

"Oke, mungkin ini emang salah aku. Salah aku yang ga percaya sama Ari sampai aku nyusun misi sama Dianty dan Khalda buat mastiin perasaan Ari ke aku dan perasaan Ari ke temen aku."

"Tapi ini sungguh di luar ekspektasi aku Baal, ini lebih mencengangkan. Ini lebih menyakitkan daripada kemungkinan terburuk yang aku pikirkan kemarin. Aku kira, Ari bakalan sekedar ngajak cewe itu buat satu meja sama kita. Tapi ternyata, tanpa Ari lihat postur tubuh cewe itu aja dia tau kalau cewe itu ada dari wanginya Baal. Hiks hiks hiks." Sial! Air mata sialan! Kenapa keluar lagi sih?

Iqbaal ga respond. Dan ternyata respond Iqbaal lebih mencengangkan daripada sikap Ari. Entah setan darimana? Kenapa tiba-tiba Iqbaal peluk aku? Aku yang jelas-jelas lebih pendek dari dia, bikin aku lebih mudah menyandarkan kepala aku ke dada Iqbaal.

Iqbaal nepuk-nepuk bahu aku, berusaha menenangkan aku --mungkin--. Bukannya tenang, aku malah semakin meraung, semakin memperkencang tangisanku.

"Kamu ga salah, jangan salahin diri kamu sendiri. Itu langkah yang kreatif, meskipun akhirnya kamu nyakitin diri kamu sendiri, tapi kamu bisa ambil hikmahnya kan?" Aku mendongak, seolah mengerti, Iqbaal melepaskan pelukannya. Iqbaal senyum.

"Dari hal ini, kamu tersadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dari hal ini, kamu tersadar. Bahwa dia bukan laki-laki baik. Jangankan ngasih kamu janji suci, ngasih janji manis aja ga bisa." Tangan Iqbaal naik dan terhenti dipuncak kepalaku. Mengelusnya beberapa kali, membuatku merasa nyaman.

"Ga usah nangisin dia lagi ya. Cowok masih banyak, ga usah pikirin dia yang ga pikirin kamu. Kalau dia serius sama kamu, dia pasti nelpon, setidaknya ngirim kamu pesan. Iqbaal tau, sonIQ ga ada yang lemah, termasuk kamu." Iqbaal senyum.

Aku menatap Iqbaal yang masih tersenyum, menyalurkan kekuatan yang dia punya kepadaku melalui tatapan mata dan tepukan pada puncak kepalaku. Tidak pernah terbayangkan aku dan Iqbaal --idolaku-- akan sedekat ini. Walaupun dekat dalam artian teman. Tapi bukankah pertemanan antara perempuan dan laki-laki tidak akan ada yang tulus?

Dan sekarang aku tersadar, tidak susah menemukan obat sakit hati. Cukup bersandar pada dada Iqbaal dan melihat senyumannya. Andai Iqbaal buka klinik ahli pereda rasa sakit hati, aku rela menjadi pasien langganannya.

_____________________________________

Hai ketemu lagi nih kita😂 long time no see😂
Mau ngasih tau aja, sekarang aku bakalan nulis cerita yang modelnya kayak gini, dari judul partnya aku kasih tau pov -nya siapa. Terus kemungkinan besar dalam satu bahasan bakalan ada beberapa pov, biar kalian mengerti dari sudut manapun gitu😂
Ya pokoknya gitu lah ya, liat aja nanti😂 siapa tau aku berubah lagi😂 siapa yang lagi libur gara-gara kakelnya lagi usbn? Berapa lama nih kalian liburnya? Req ff yang seru dong, boleh tentang Iqbaal ataupun tentang BTS😂 jangan lupa buat vomment ya, bay😉

210318
870words

Dream Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang