Part 10 rollercoster

666 65 12
                                    


"Aku mencintaimu, Jodha!" kata-kata itu masih terngiang-ngiang di telinga Jodha sambil menatap Jalal dengan tatapan tidak percaya. Jodha teringat ucapan ayahnya ketika Jodha memutuskan untuk melanjutkan kuliah jauh dari kedua orangtua dan kedua adik perempuannya.

"Jodha, jangan kecewakan ayah. Ayah mohon dengan amat sangat, jagalah dirimu baik-baik di sana. Kamu akan pergi jauh dari ayah dan ibumu hanya untuk pendidikanmu, nggak lebih dari itu! Ayah nggak mau dengar kamu pacar-pacaran sama laki-laki di sana! Kamu adalah panutan adik-adikmu jadi kamu harus memberikan contoh yang terbaik untuk mereka! Ingat! Sekolah dulu! Sekolah nomer satu! Pentingkan kuliahmu bukan yang lain!" perintah tuan Bharmal, ayah Jodha.

Sementara itu dari tempatnya berdiri, Jalal teringat pembicaraannya dengan ketiga sahabat dekatnya, Maan Siingh, Aziz dan Naser yang mulai bisa membaca kegelisahan hatinya.

"Kamu itu nggak seperti ini, brad!" ujar Naser sore itu ketika mereka kumpul di rumah Aziz.

"Iya, aku ngerasa ini bukan kamu!" Jalal mengerutkan dahinya begitu mendengar pendapat teman-temannya tentang dirinya.

 "Maksud kalian?"  tanya Jalal heran sambil memandangi ketiga sahabatnya itu satu per satu.

"Kamu lagi jatuh cinta ya?"  ketiga sahabatnya mengeroyok Jalal dengan pertanyaan yang menyudutkan dirinya.

"Aku ...? Jatuh cinta ...? Gimana ya ...?"

"Sudahlah, percuma kamu tutup-tutupi, nggak usah gengsi karena kami sudah tahu. Tanpa kamu bilang kami bertiga ini sudah bisa ngebaca isi di kepala kamu, bener nggak bro?"  tanya Maan Singh pada dua temannya yang lain yang di jawab dengan anggukkan.

"Yup! Aku setuju! Karena selama 1 bulan ini kalau aku perhatikan teman kita yang satu ini kok jadi beda ya? Kok jadi garing sama cewek-cewek, seperti kemarin itu siapa anak Ekonomi yang namanya ..." 

"Sophia!"  Aziz menyahut pertanyaan Naser dengan lantang membuat Jalal hanya geleng-geleng kepala.

"Nah itu tepat! Sophia! Wow bodynya, man ... 11 12 dah sama Beyonce, mantap! Eeeeh ... dianggurin aja sama dia!" Jalal hanya tertawa kecil sambil menyesap sirup melon yang tinggal setengah di gelasnya.

"Iya lho, brad! Mubazir lho kalau dianggurin, denger-denger tu cewek primadona anak-anak Ekonomi!"

"Kalau kalian mau ambil saja!"  kedua bola mata ketiga sahabat Jallal berbinar terang.

"Bener nih?"  Jalal menganggukkan kepalanya.

"Mulai hari ini ambil semua cewek-cewek yang coba mendekati aku, kalian bisa ambil mereka!" ujar Jalal santai.

"Kamu serius? Kamu nggak main-main kan?" Jalal menggelengkan kepalanya sambil memutar es batu yang ada di dalam gelas.

"Tunggu tunggu tunggu ... rasanya ada yang nggak beres ni! Kamu beneran suka ama ni cewek? Sampe-sampe rela nglepas semua cewek-cewek yang deket sama kamu? Lalu kabarnya Pritty, pacar kami itu ... gimana?"

"Aku sudah putus sama dia!"  ujar Jalal sambil mengusap mukanya dengan kedua tangannya.

"Serius ...?" tanya mereka bertiga kompak. "Gila! Kamu kan baru jadian sama dia!"

"Siapa yang bilang jadian? Apa aku pernah bilang suka ke dia? Nggak kan? Dianya aja yang deketin aku terus!"  ujar Jalal santai sambil merebahkan tubuhnya di kursi malas.

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang