Part 17 turbulensi udara

584 58 10
                                    

Keesokan harinya,

setelah mendapatkan nomer handphone Labonita dari Tatiana, Jodha segera menelfon ponsel Labonita saat itu juga.

"Hallo, siapa ini?" terdengar suara Labonita agak parau di ujung sana, hari itu memang masih pagi sekitar jam 6 pagi, jadi bisa dipastikan kalau Labonita baru saja bangun tidur.

"Hallo ... ini Labonita? Saya Jodha ... apa Jalal ada bareng kamu?"

Jodha langsung to the point menanyakan keberadaan Jalal, Labonita tersenyum sinis sambil melirik ke arah samping tempat tidurnya dimana Jalal sedang tidur telungkup berbalut selimut, tanpa selembar kain yang menutupi punggungnya yang putih bak batu pualam.

Labonita teringat apa yang terjadi semalam antara dirinya dan Jalal.

Malam itu ketika Jalal dalam perjalanan menuju ke rumah Jodha, tiba-tiba ponselnya berbunyi.

"Hallo ... Jalal, kamu dimana?" Suara Labonita terdengar ketakutan.

"Aku lagi di jalan mau ke kost-kostan Jodha, ada apa?" Sesaat Labonita terdiam.

"Jalal, bisa nggak kamu ke apartemenku malam ini? Aku ngerasa tadi sepulang dari mini market, ada yang ngikutin aku, mana pembantuku lagi di rumah nyokap, aku takut, Jalal."

Jalal menghela nafas panjang, malam ini dia udah janji sama Jodha mau mengajaknya nonton film bareng di bioskop.

"Aduuuh, gimana yaa ... aku udah janji sama Jodha mau--"
Belum juga Jalal menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba Labonita memekik histeris.

"Auuuuu! Jalal aku takuuuuttt, handle pintunya mulai bergerak-gerak, kamu harus kesini, Jalal! Tolong aku ... paling nggak ajak aku keluar dari sini, nanti kamu bisa pergi sama Jodha. Aku takuttt Jalal ... aku takuttt ... tuuh kan handle pintunya bergerak gerak terus ..."

Jalal hanya terdiam mendengarkan suara Labonita yang panik.

Jallal mulai berfikir keras, dalam benaknya berkata kalau ternyata benar apa yang terjadi pada Labonita saat ini, maka dialah yang paling bertanggung jawab karena tidak segera menolong Labonita ketika dia meminta bantuan.

"Bonita ... Bon ... Bonit!" Tidak ada suara di sebrang sana. Namun, ponsel Labonita tidak tertutup, Jalal nampak tegang.

"Apa orang itu sudah bisa masuk ke apartemen Labonita?" Jalal jadi panik dan segera melajukan mobil Land Rover putihnya dengan kencang menuju ke apartemen Labonita.

Ketika tiba di apartemen Labonita ternyata pintu apartemen sudah terbuka, perlahan-lahan Jalal masuk dengan sikap waspada, siapa tahu orang misterius itu masih ada di sana.

Dilihatnya Labonita tergolek tidak berdaya di dekat meja makan sambil menelungkupkan wajahnya.

"Bonit! Bonitaaaaa!"

Jalal mencoba untuk membangunkan perempuan itu. Namun, Labonita hanya diam membisu.

Jalal segera menggendong Labonita dan diletakkannya di tempat tidur, ketika Jalal hendak menghubungi Jodha, tiba-tiba Labonita siuman ...

"Jalal ... Itukah kamu?"

Belum juga Jalal menjawab pertanyaan Labonita, Labonita segera memeluknya hingga ponsel Jalal jatuh ke lantai.

"Jalal, aku takut ... aku takut Jalal ..."

Labonita segera mencengkram tubuh Jalal erat dalam dekapannya seakan-akan enggan di lepaskan.

Namun, Jalal segera melepaskan pelukkan Labonita perlahan-lahan.

"Labonita, tenang ... tenang ... nggak ada siapa-siapa disini, kamu aman. Selama ini kamu tinggal di Amrik sendirian, nggak masalah kan? Masa baru tiga bulan tinggal di Indonesia sudah parno gini? Mana Labonita penakluk Amrik?" Jalal mencoba membuat Labonita tertawa, Labonita pun tertawa kecil.

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang