Part 40 bulan madu yang tertunda

1.7K 104 16
                                    


Di rumah Jalal dan Jodha ...

"Mungkin memang ada baiknya juga anak yang kukandung ini pergi, karena kita berdua belum bisa menjadi orangtua yang baik untuknya, Jalal," ujar Jodha sedih.

"Tapi kita masih bisa memperbaikinya, sayang ... kita berdua, kita jalani lagi lembaran yang baru, kamu mau kan?" pinta Jallal dengan nada mengiba. 

Jodha hanya menatap Jallal dengan tatapannya yang nanar, sesaat Jodha menghela nafas cukup dalam, lalu dipegangnya kedua pipi Jallal yang selalu merekah merah bila marah, sesaat kedua mata mereka berbicara dalam diam, ada sebuah kerinduan yang tertahan di sana, hingga akhirnya Jodha pun menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih, sayang!" 

Jallal segera menghamburkan pelukkannya ke tubuh Jodha, Jodha pun membalas pelukkan Jallal dengan perasaan haru, sesaat mereka berdua merasakan kehangatan tubuh keduanya yang menggelanyar di sekujur tubuh, kemudian Jalal merenggangkan pelukkannya dan diciuminya kedua pipi Jodha yang basah oleh airmata.

"Terima kasih, sayang ... jujur aku katakan kalau aku nggak ingin kehilangan kamu lagi, kamu segalanya buatku, sayang ... aku bisa gila kalau kamu pergi jauh dariku." Jodha hanya tersenyum kecil sambil memandang wajah suaminya ini penuh cinta.

"Aku juga nggak mau jauh dari kamu, sayang ... aku sudah terlanjur sayang dan cinta sama kamu, apalagi dengan déjà vu yang sering aku rasakan akhir-akhir ini, membuat aku semakin yakin kalau kamu memang tercipta untukku dan aku juga tercipta untukmu, aku ingin kita berjanji, apapun yang terjadi pada kita berdua, jangan pernah ada kata berpisah diantara kita!"

Jallal segera menganggukkan kepalanya menyetujui permintaan Jodha seraya berkata "Bagaimana kalau kita bulan madu? Ke Maldev mungkin? Turki atau Abu Dhabi? Kamu mau kan?"

"Bulan madu?" tanya Jodha, Jallal segera mengganggukkan kepalanya dengan senyum lebar di wajahnya.

"Sejak kita menikah, kita belum pernah bulan madu kan? Jadi aku rasa nggak ada salahnya kalau kita ambil cuti empat atau lima hari, atau bahkan seminggu mungkin lalu kita terbang ke sana, hanya kita berdua, bagaimana?" Kedua bola mata Jodha bersinar sangat terang begitu mendengarkan rencana suaminya.

"Hmmm ... boleh juga, tapi-- ..." 

Jalal pun menggeleng. "Aaa ... nggak ada kata tapi-tapian, lagian ujian dokter specialismu itu juga masih lama, jadi kita masih punya banyak waktu!" 

Jodha hanya terdiam mendengarkan penjelasan Jallal. "Baiklah, kapan kita berangkat?"

"Gimana kalau lusa?" tanya Jallal sambil mendekatkan dahinya ke dahi Jodha, kembali Jodha mengangguk, sesaat keduanya terdiam, Jodha jadi merasa canggung ketika Jallal mencoba bermesraan dengannya lagi.

Jantungnya berdegup sangat kencang, Jodha bisa merasakan bibirnya mulai dingin, sesaat Jodha menggigit bibir bawahnya, membuat Jalal semakin bergairah dan ingin melumat habis bibir Jodha yang mungil. Namun, baru saja Jallal mulai mendaratkan bibirnya di bibir Jodha, tiba-tiba ponsel Jodha berdering di dalam tas, Jodha segera melepaskan tautan bibirnya di bibir Jalal

"Ponselku bunyi, sayang ... sebentar aku angkat dulu!" Jodha bergegas berdiri dan berjalan perlahan ke arah sofa yang berada di ruang keluarga.

"Shit! Siapa sih yang telfon? Ganggu aja!" Jallal benar-benar merasa kesal.

Saat itu Jodha sudah mengambil tas kerjanya yang diletakkan di sofa lalu diambilnya ponsel itu yang sudah menjerit ribuan kali, dilihatnya nama Bastian, teman SMA nya memanggil.

"Hallo ...?"

"Hallo, Jodha! Thanks God, kamu ada dimana sekarang?" Di ujung sana terdengar suara Bastian yang parau dan cemas.

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang