Part 26 gunung es itu mencair ...

1K 81 5
                                    

Di rumah Bu Hamida ...

"Apa? Aku harus menikah sama Jodha?" Jalal merasa heran dengan usulan ibunya. "Oh tidak tidak tidak! ... tidak, Bu! Itu nggak mungkin! Aku nggak mungkin bisa menikah sama Jodha, Bu ... Ibu tahu sendiri kan bagaimana hubungan kami?"

Jalal benar-benar nggak habis fikir dengan usulan ibunya yang rasanya tidak mungkin untuk dilakukan.

"Kamu harus menikah dengan dia, Jalal! Karena dengan menikahi Jodha, kredibilitasmu sebagai dokter akan pulih kembali, kamu tahu kan bagaimana Jodha? Dia seorang dokter yang cerdas, kinerjanya bagus dengan segudang prestasi. Ayahmu sendiri juga mengakuinya, bahkan Ayahmu juga pernah bilang ke Ibu, kalau dia ingin Jodha bekerja di rumah sakit kita. Mendukung jajaran team dokter kita, jadi ibu fikir ..." Sesaat Bu Hamida terdiam.

"Dengan kamu menikahi Jodha, Ayahmu pasti akan senang karena kamu bisa mengajak seorang gadis berpendidikan tinggi seperti Jodha untuk menjadi istrimu, menerima kamu apa adanya dan yang jelas bisa mengembalikan kredibilitasmu sebagai dokter. Hanya Jodha yang bisa mengembalikan martabatmu sebagai seorang dokter di mata masyarakat, Jallal!" Jallal hanya terdiam mendengar ucapan ibunya.

"Apa nggak ada cara yang lain, Bu? Yang bisa kita lakukan selain menikahi Jodha?" ujar Jallal dengan perasaan gamang. Jallal masih teringat ketika Jodha membawa seorang laki-laki ke kamar kost-kostannya silam.

"Aku rasa apa yang Ibu katakan itu benar, Kak ... coba kamu fikir, selama ini Kak Jodha terkenal sebagai gunung es yang sangat sulit untuk ditaklukkan, tapi kalau kamu berhasil mengajaknya menikah dan menjadi istrimu, pastinya semua orang nggak akan memandang sebelah mata padamu lagi, karena wanita cerdas seperti Dokter Jodha mau menikah dengan seorang dokter yang baru saja menggali lubang kuburnya sendiri," ujar Mirza sambil tertawa terbahak-bahak.

"Mirza, jangan begitu ... jangan goda Kakakmu, ini serius ... Jallal, nanti Ibu akan coba bicara dengan Jodha, mengenai hal ini," tukas Bu Hamida.

"Terserah ibu saja ,,, tapi aku nggak berharap banyak, aku nggak yakin Jodha mau menikah denganku." Jalal hanya bisa pasrah dengan keputusan ibunya.

♥♥♥♥♥♥♥

Keesokan harinya ...

Akhirnya Bu Hamida bisa bertemu dengan Jodha pada malam harinya, mereka berdua bertemu di sebuah restaurant langganan Bu Hamida.

"Selamat datang, Jodha ... apa kabar?" sapa Bu Hamida sambil memeluk Jodha erat dan mencium kedua pipinya.

"Aku baik-baik saja, Bu ... Ibu juga sehat kan?" Bu Hamida mengangguk kemudian menyilahkan Jodha untuk duduk dan menikmati makan malam mereka sambil menceritakan kesibukan mereka masing-masing selama ini. Ketika mereka sedang menikmati menu dessert yang disajikan, Bu Hamida mulai mengajak Jodha untuk berbicara serius dari hati ke hati.

"Jodha, selama ini Ibu nggak pernah menanyakan kenapa atau alasan apa yang membuat hubunganmu dan Jallal putus." Jodha terdiam ketika ibu kandung Jallal ini mulai menyebut nama Jallal di depannya.

"Ibu nggak mau tahu itu, Jodha ... karena hal itu adalah privasi kalian berdua, Ibu bisa mengerti." Jodha menatap tajam ke arah Bu Hamida.

"Lalu apa maksud Ibu?" tanya Jodha sambil menikmati cake tiramisunya.

"Saat ini, Ibu ingin minta bantuanmu, Jodha ... mau kamu membantu Ibumu, Nak?" sahut Bu Hamida dengan perasaan sedih sambil dipegangnya tangan Jodha erat.

"Kalau aku bisa membantu, aku pasti akan melakukannya, Bu ... apa itu?" 

Jodha mulai penasaran dengan ucapan Bu Hamida, Bu Hamida menghela nafas dalam dan panjang, seperti ada sesuatu yang berat yang sedang dipikirkannya saat ini.

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang