empatpuluhempat

110 8 0
                                    

Wenda membuka pintu rumah mendapati mesa tersenyum tapi wenda cuek menatapnya lalu menutup pintu rumah, mesa kembali mengetuk pintu rumah memanggil tara.

Sebenarnya wenda tidak enak menutup pintu tadi tapi dia sudah bertekad untuk memisahkan tara dan mesa agar mesa berubah. Wenda mengetuk pintu kamar, tidak ada sahutan. Wenda membuka pintu kamar tapi di kunci, wenda mulai gellisah memanggil tara.

"tara, kamu di dalam kan nak?" tanya wenda khawatir.

"iya ma" ucap tara lemas tidak bisa bergerak karena terlalu capek menangis semalaman.

"buka pintunya ra" ucap wenda. Tara tidak menaggapi malah kembali terlelap, dia tidak peduli wenda menyuruhnya makan.

"mulai besok tara nggak boleh ketemu mesa lagi, mama udah urusin surat pindah kamu" ucap wenda membuat tara menangis diam.

"kenapa kamu nggak pernah bilang kalau yang bully kamu selama ini mesa?" tanya wenda, tara menghela nafas berat mengahapus airmatanya.

"tara udah bilang tapi mama selalu lupa" ungkap tara membuat wenda menyalahkan diri sendiri.

"tara, maafin mama ya yang selalu nuntut kamu" wenda memeluk tara mengelus rambut anaknya.

"seharusnya mama tidak menikahkan kalian" sambung wenda membuat tara melotot memikirkan ulang ucapan mamanya. Apa mama akan memisahkan aku dengan mesa?

"ma..." ucap tara tapi wenda bangkit menyuruh tara masuk kamar beristirahat.

Tara kembali menitikkan airmata, dia melupakan sesuatu kenapa dia tidak menelfon mesa. Tara mencari-cari di mana handphonennya tapi nihil dia tidak menemukannya, dia sudah mencari dimana-mana termasuk di kamarmandi. Tara mengingat sesuatu bahwa dia menaruh handphonnya di kamar mesa, tara memaki dirinya sendiri.

Tara berpikir keras bagaimana caranya dia harus menelfon mesa, tara melirik meja lampu. Telfon rumah, kenapa tara harus lupa kalau dia ada telfon rumah di kamarnya. Tara segera menelfon nomor apartemen mesa, tara gugup tidak sabar menunggu mesa mengangkatnya. Nggak diangkat, tara menellfon berulang kali tapi hasilnya tetap sama.

Tara membanting telfon rumah bangkit berjalan mondar-mandir mencari cara bagaimana dia bisa menjumpai mesa, tara melangkah ke arah jendela terkejut melihat mobil sport milik mesa. Tara segera berlari ke pintu balkon tapi pintu balkon sedikit macet susah di buka, tara masih melirik ke luar jendela melihat mesa yang akan masuk ke dalam mobil. Pintu terbuka, tara berteriak memanggil mesa tapi sayang mesa sudah berlalu meninggalkan halaman rumah tara.

Tara berlari keluar kamar menuruni anak tangga mengambil kunci mobil, saat tara keluar wenda turun dan melihatnya.

"mau kemana kamu tara?" tanya wenda membuat langkah tara berhenti menoleh ke arah sumber suara.

"tara rindu mesa"

"mama nggak izinin kamu keluar rumah apalagi menemui mesa" jelas wenda.

"kenapa mama nggak bilang kalau mesa datang?" tanya tara membuat wenda terdiam.

"ini demi kebaikan kamu" jawab wenda enteng, tara tersenyum sinis menaruh kembali kunci mobil melihat wenda sekilas. Dia tahu ini tidak sopan karena melawan orangtua tapi setidaknya wenda mengerti bahwa tara rindu mesa.

"mau lo apa sih? Lo anggap gue apa sebenarnya? Gue nggak sanggup dengan tingkah lo yang membuat gue bingung?" teriak tara membuat beberapa pengunjung tertarik melihat aksi pertengkaran.

"gue mulai belajar kalau lo ada di kehidupan gue selamanya" ucap mesa tulus, tara menahan nafas saat ucapan ikhlas itu meluncur.

"gue mau lo anggap status kita, mulai dari sekarang lo harus menerima gue lapang dada" mesa menatap lekat lalu memeluk tara yang sudah menangis membuat pengunjung tersenyum memuji hubungan mereka.

crazy vs calm (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang